Sembilan belas

“Eri…”

“…”

“Eri…”

“Eri bangun.”

“Ada apa?” Erika perlahan membuka matanya gara-gara Arvaz menggoyangkan tubuhnya.

“Lihat! Bibirku terluka.”

Erika langsung terbangun dan menemukan darah di sudut bubur Arvaz yang tipis.

“Apakah aku yang menggigitnya?”

“Wah, kamu sangat liar kemarin,” gumam Arvaz dan Erika langsung mengelak. Erika memang sengaja menggigit karena Arvaz kemarin malam seperti serigala liar yang baru saja mendapatkan anak ayam sebagai mainan.

Ponsel Arvaz berdering saat ia pergi mandi. Erika yang sedang menyiapkan sarapan awalnya bermaksud untuk membiarkannya saja tapi ponsel Arvaz terus berdering tanpa henti. Akhirnya ia pun pergi ke kamar mereka untuk mengeceknya.

Erika yang sejenak ragu apakah ia harus mengangkat telepon itu atau tidak, akhirnya mengangkatnya karena penasaran bagaimana rasanya mengangkat telepon pribadi untuk suaminya.

“Halo.”

“Bukankah ini ponselnya Arvaz. Apa Arvaz tidak ada?” Suara seorang wanita.

“Dia sedang di kamar mandi?”

“Apa dia akan segera kembali?”

“Sepertinya begitu. Maaf, ini dengan siapa?”

“Temannya, kalau begitu aku akan menunggunya.”

Erika hendak meletakkan ponsel Arvaz kembali dalam keadaan masih tersambung tapi akhirnya ia menempelkannya lagi di telinganya.

“Sepertinya masih lama. Kalau boleh tahu, ini siapa? Nanti aku akan minta Arvaz untuk menghubungimu.”

“Aku Mina, tunangannya yang baru saja pulang dari Inggris kemarin.”

“Mina?”

“Ya, benar. Tolong sampaikan bahwa aku menelepon.”

“Baiklah.”

“Ngomong-ngomong kamu sendiri siapa?”

“Aku istrinya Arvaz.”

“Apa katamu? Istri? Kamu bilang istrinya Arvaz?” Wanita itu mengeluarkan teriakkan yang menggelegar.

“Benar. Kenapa memangnya ada yang salah?”

“Mustahil.”

“Bagaimana ya, tapi memang itu kenyataannya.”

“Dengar ya, aku tidak tahu kamu siapa tapi jangan bercanda. Arvaz tidak mungkin sudah menikah. Sepertinya kamu wanita yang selalu mengejar-ngejar Arvaz. Kamu tidak boleh membuat lelucon semacam ini.”

“Kenapa kamu bisa berpikir aku bercanda?”

“Karena aku adalah calon istrinya.” Wanita bernama Mina itu meneriakinya dan Erika pun merasakan sel-sel dalam tubuhnya yang mulai terbakar amarah.

Erika berjalan menuju kamar mandi dan membuka pintu.

“Oh kenapa? Kamu mau mandi bersama?”

“Ada telepon untukmu,” ucap Erika.

“Telepon? Dari siapa?” Arvaz mematikan keran pancurannya.

“Wanita bernama Mina yang baru saja pulang dari Inggris. Bukankah kamu kemarin malam menghadiri acara makan malam bersamanya.”

Erika menyodorkan ponselnya dan Arvaz pun menerima telepon tersebut dengan wajah pucat pasi. Kemudian Erika pun menutup pintu dan pergi meninggalkan kamar mandi.

Arvaz pergi ke ruang kerja setelah menyelesaikan pembicaraannya dengan Mina yang mengamuk di telepon begitu mendengar kabar tentang pernikahannya. Sampai di ruang kerja, Arvaz menemukan Erika sedang membaca novel dan tidak memakan sarapan yang sudah disiapkannya. Kelihatannya Erika sangat marah.

“Eri…”

“…”

“Erika…”

“….”

“Erika, aku paling tidak suka jika aku memanggil dan kamu hanya diam membisu.”

“Apa?” Teriak Erika.

Arvas ingin meneriaki Erika namun ia berusaha untuk bersabar. Pria itu menarik napas dengan panjang. Arvaz sadar bawah Erika sedang marah besar jadi ia pun perlahan berbicara sambil memandangi bagian belakang kepala Erika dengan putus asa karena memang wanita itu sedang membelakanginya.

“Eri….”

“Kamu benar-benar pernah berjanji menikahi wanita itu?”

“Sebenarnya… setelah kamu meninggalkanku, ibuku sempat menjodohkanku dengannya.”

“Lalu?”

“Aku tidak mau dan aku pergi ke Boston dan menemukanmu.”

“Jadi?”

“Jadi apa?” Tanya Arvaz terlihat bingung.

“….”

Erika kembali fokus pada novelnya dan kembali mengabaikan Arvaz.

“Aku tidak menyukainya.”

“Jadi dia yang menyukaimu.”

“I…ya.”

“Kamu tidak menolaknya saat itu.”

“Aku hanya bertunangan dengannya tapi aku tidak menyukainya dan tidak menganggapnya.”

“Kamu tidak menganggapnya? Apa kamu menganggap wanita sebagai lelucon?”

Erika benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Arvaz. Memang pria itu mempunyai pikiran agak ekstrem. Haruskah Erika bersyukur akan hal itu.

Erika menatap Arvaz yang masih berdiri di sana. Masih menuntut pria itu untuk menjelaskan.

“Aku tidak pernah menganggap wanita sebagai lelucon…”

“Kalau wanita itu tahu kamu menikahiku, aku tidak bisa membayangkannya.”

“Jangan membayangkannya. Masalahnya sudah selesai, jadi sebaiknya kita tidak usah bertengkar karena masalah ini lagi.”

“Tapi kelihatannya masalah ini tidak bisa diselesaikan.”

“Apa maksudmu?”

Erika langsung memelototi Arvaz dengan tatatapn membunuh.

“Aku baru paham kenapa kamu sama sekali tidak mengundang keluargamu ke pernikahan kita. Pasti karena wanita itu kan? Maksudku keluargamu tahu kalau dia yang akan menjadi istrimu bukan aku jadi kamu tidak berani mengundang mereka.”

“Eri…”

“Kenapa aku bodoh sekali? Keluargamu tidak setuju kan atas pernikahan kita. Ah, benar aku lupa. Bagaimana awal kita menikah.” Sindir Erika.

“Akan aku ceritakan sejujurnya. Setelah kamu meninggalkanku, aku hancur sehancurnya. Pada akhirnya aku mengalihkan pikiranku ke pekerjaan dan menjadi workaholic. Lalu ibuku menjodohkanku dengannya. Demi Tuhan, aku sama sekali tidak menyukainya dan tidak menganggapnya. Itu hanya formalitas untuk berbakti. Lalu aku memutuskan untuk ke Boston dan bertemu denganmu. Seketika aku melupakan Mina yang memang tidak pernah aku anggap. Bahkan sampai hari ini pun aku tidak pernah memikirkannya tentang dirinya sama sekali, sungguh.”

“Aku sama sekali tidak bisa percaya denganmu.”

“Tapi itulah kenyataannya.”

“Apa kamu menganggap semua wanita gampangan?” Tanya Erika dengan wajah kecewa, atau mungkin lebih tepatnya dengan putus asa karena kecewa. Ia jadi teringat bagaimana ia bisa terikat dengan Arvaz. Pria itu memaksanya dengan cara yang licik.

“Benar, sampai sebelum aku bertemu denganmu lagi dan menikah denganmu. Aku tahu caraku mendapatkanmu juga dengan cara yang picik. Meskipun begitu kamum tetap memutuskan untuk menikah denganku. Sekarang aku hanya setia denganmu dan hanya ingin membahagiakanmu.”

“Meskipun keluargamu menentangku?”

“Apa kamu masih meragukanku? Aku sudah menikah denganmu dengan status sah.”

“Jujur, aku tidak mau terluka dengan masa laluku atau masa lalumu.”

Erika menarik napas kaget ketika Arvaz menutup jarak di antara mereka. Erika langsung menghidu aroma pria itu. Bibir Arvaz kini sedang menekan bibir Erika, terasa keras dan kokoh seperti halnya semua hal tentang pria itu.

Erika membeku sampai novelnya yang berada di genggamannya terjatuh ke lantai. Lidah Arvaz menggoda. Ketika terperangkap di dalam kehangatan Arvaz, pria itu menghisapnya keras.

...…...

Setelah Arvaz berpamitan untuk pergi bekerja. Erika berdiam diri rumah dan menyibukkan diri untuk menata ulang kamarnya. Seperti mengganti seprei menata letak ulang letak kamarnya dan mengganti ulang semua bunga yang ada di kamarnya.

“Nyonya muda, ada seseorang yang mencarimu.”

“Siapa?” Tanya Erika pada Sandra.

“Itu…”

Erika dipenuhi dengan kekhawatiran saat melihat Nyonya Bennedict, ibu kandung Arvaz. Erika tidak bisa mendeskripsikan perasaan Erika. Ia bisa langsung tahu dari aura Nyonya Bennedict, bahwa beliau tidak menyukainya.

Sebelum Erika bisa menyapanya dengan benar dan Erika baru saja membuka mulutnya sebuah tamparan mendarat ke pipinya. Rasa panas langsung terasa di kulitnya.

Terpopuler

Comments

Quenby Unna

Quenby Unna

kasihan Erika

2023-07-12

0

S R

S R

Next up ya ..semangat🌷

2023-06-07

0

Han Sung hwa

Han Sung hwa

Ya ampun....apakah mertuanya akan bersikap jahat pada Erika???? thor aku menunggu up mu besok segra...

2023-06-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!