Keesokan harinya.
Di sebuah kamar VVIP rumah sakit swasta di Semarang, nampak tiga pria muda masih tertidur pulas di sofa bed rumah sakit.
Seharusnya sofa bed itu dikhususkan untuk satu orang pengantar yang menemani pasien, tapi nyatanya dipakai oleh tiga orang sekaligus.
Hmm ... bisa dibayangkan sendiri bagaimana ketiga pria itu sulit tidur semalam karena berdesak-desakan. Dan akhirnya mereka semua terlambat bangun walaupun matahari sudah bersinar terik.
Aileen tersenyum-senyum sendiri memperhatikan posisi ketiga temannya yang masih tidur.
Seperti ikan pindang di dalam kotak rotan. Itu tuh yang biasa dijual di tukang sayur kampungnya. Ikan pindang itu ditata bertumpuk rapat agar muat diletakkan dalam kotak rotan dan dijual seharga sepuluh ribu untuk satu kotaknya. Maklum tidak dijual eceran. Jadi makin gemuk ikannya, makin rapat posisinya, makin diminati pembeli.
"Apakah nyaman tidur dengan style terus menengadah ke langit-langit tanpa bergerak semalaman?" tanya Aileen melihat Russel yang tidur di tengah sofa bed. Diapit Jason dan Andrew.
Melihatnya saja Aileen sudah sesak nafas. Jason dan Andrew merangsek Russel hingga tidak dapat bergerak ke kiri dan ke kanan.
"Pasti setelah bangun badan Russel bakal pegal linu dan harus peregangan biar syaraf-syarafnya rileks," gumam Aileen.
Krak! Pintu kamar Aileen didorong dan terbuka. Seorang dokter perempuan dan perawat masuk ke dalam ruangan Aileen.
"Selamat pagi, Aileen. Kita kembali berjumpa lagi," sapa dokter perempuan.
"Pagi, Dokter." Aileen tersenyum melihat dokter perempuan yang mengobati alerginya semalam adalah dokter yang mengobati luka memarnya minggu lalu.
"Bagaimana keadaanmu hari ini? Masih sesak nafas atau tenggorokannya tidak nyaman?" tanya dokter perempuan sambil memeriksa wajah Aileen. Bengkaknya sudah mengempis, wajah Aileen sudah cantik dan manis seperti semula.
Aileen menggelengkan kepala.
Dokter meminta Aileen membuka mulut dan menjulurkan lidah. Lalu segera diperiksa lebih detail.
"Good, mungkin siang kau sudah boleh pulang, Aileen. Tapi ingat untuk tidak sembarangan makan mulai sekarang. Hasil tes alergimu sudah keluar dan sesuai dugaan sahabat-sahabatmu. Kau alergi wijen. Jadi tolong hindari wijen, ekstrak maupun minyaknya, okay?" ucap dokter perempuan.
Aileen mengangguk dan tersenyum pada dokter dan perawat.
"Beruntung sekali kau memilik banyak sahabat pria, Aileen. Mereka bertiga sangat mengkhawatirkanmu. Menunggu dengan cemas saat diminta keluar ruangan UGD. Dan sekarang tidur berdesak-desakan di RS. Jadi jangan sampai peristiwa semalam kembali terulang lagi, ya. Wijen sangat berbahaya untukmu. Wajahmu bengkak, saludan pernafasanmu menyempit dan jika terlambat ditolong, nyawamu bisa melayang," pinta dokter perempuan yang menoleh ke arah sofa bed.
"Pasti, Dok. Saya akan menghindari segala makanan yang mengandung wijen mulai sekarang. Terima kasih sudah menolong saya semalam," tutur Aileen.
Dokter mengangguk. Dan bersama perawat, pergi meninggalkan ruangan.
***
Malam harinya, Aileen terbangun dari mimpinya. Di sebuah kamar tidur yang tepat bersebelahan dengan kamar Russel. Panggilan alam membuatnya harus ke kamar mandi yang ada di seberang kamar yang ditempati Aileen.
Kriet!
"Ya Tuhan, kau mengagetkanku, Leen!" pekik Russel tertahan. Russel buru-buru menenangkan debar jantungnya yang tak beraturan.
"Kamu mau kemana tengah malam begini, Rus?" tanya Aileen setelah mata bulatnya memindai tubuh Russel dari ujung rambut sampai ke jempol kaki. Russel terlihat kece badai, mengenakan jaket dan celana kulit hitam.
"Jangan-jangan kamu mau menemui anggota geng motormu dan ikut balapan motor liar ya?" Nada suara Aileen naik hampir tiga oktaf.
Sudah seminggu ini, Aileen mengawasi Russel. Selama tinggal di asrama, Russel tidak pernah sekali pun keluar asrama untuk menemui anggota geng motornya. Karena Jason dan Andrew yang kontra pada geng motor, selalu menempel kayak perangko pada Russel, tidak mengijinkan Russel berbuat onar selama dekat dengan mereka.
Selain itu aturan jam malam di asrama sangat ketat. Russel belum pernah berhasil menerobos keluar asrama tengah malam. Beda dengan pengamanan di rumah Russel. Satpam rumah masih doyan uang sogokan. Kamera cctv rumah dapat disabotase dengan mudah.
Russel menggelengkan kepala dan buru-buru membekap mulut Aileen agar mengurangi volume suaranya. Ia tidak mau Jason dan Andrew, si duo mulut ember, bangun lalu melapor ke kakeknya.
Aileen menepuk-nepuk telapak tangan Russel yang menempel di bibirnya. "Lepasin, Rus! Aku janji tidak akan ngomong keras-keras," cicit Aileen pelan.
"Cepetan balik tidur lagi. Jaga mulut kamu. Jangan ember kemana-mana. Awas kalau berani ngadu ke kakek!" ancam Russel.
Aileen menganggukkan kepalanya.
Tumben ini anak mau menurut, batin Russel.
Perlahan Russel menurunkan tangannya, lalu bergegas pergi meninggalkan Aileen.
Tap! Tangan Aileen menarik jaket kulit yang dikenakan Russel dengan keras hingga langkah Russel terhenti. Terpaksa Russel pun menoleh ke belakang. "Apaan? Mau minta uang tutup mulut?"
Aileen menggelengkan kepalanya cepat-cepat. Walaupun miskin, tapi Aileen tidak gila duit lagee.
"Ikut! Ikut! Ikut!" pinta Aileen manja. Gayanya seperti anak balita kepingin dibeliin permen di warung.
Ya, Aileen memang punya rencana untuk membawa Russel kembali ke jalan yang benar. Tapi sebelum itu, Aileen harus tahu apa yang membuat Russel sampai betah menjadi ketua geng motor dan rajin ikut tawuran. Setelah tahu akar masalahnya, Aileen akan mencabut akar masalah tersebut dan membuangnya jauh-jauh agar tidak mengacaukan hidup Russel lagi.
"Gendeng kowe, anak kecil kok mau ikutan ke markas geng motor dan lihat balapan liar. Tidur!" ujar Russel sambil mendelik kesal.
Tiba-tiba Aileen mendapat ide cemerlang, ia mengeluarkan ponselnya dari saku celana piamanya. Ia menekan daftar kontak ponselnya siap menelepon Pak Ronny jika tidak diijinkan mengikuti Russel.
"Asem, kecil-kecil berani ngancam ya!" ucap Russel gemas segera menyerobot ponsel dari gengaman tangan Aileen. Tapi apa daya, pemain MPV basket tidak semudah itu dicuri bolanya, eh salah ... ponselnya.
Aileen berkelit dan mundur dengan cepat. Lalu kembali mengancam akan menggeser simbol warna hijau jika Russel masih bersikeras tidak mengajaknya.
"Ok. Ok. Kamu boleh ikut. Tapi ganti dulu bajumu." Nada suara Russel melemah. Dia sedikit kesal karena kalah dari Aileen.
Beberapa menit kemudian, Aileen sudah duduk manis di belakang jok motor balap mewah milik Russel. Mengenakan mantel kulit dengan bulu-bulu di leher milik Russel. Sedikit kedodoran sih tapi itu bikan masalah besar. Eits, jangan lupa pakai helm jika berkendara dengan motor.
"Pegangan kalau mau selamat!" Russel memperingatkan Aileen supaya tidak kaget saat motor Russel mulai melesat cepat. Suara knalpot pun membahana, membelah keheningan malam.
"Ternyata keren dan asyik juga ya naik motor balap tengah malam begini. Jalanan sepi serasa milik pribadi. Bisa ngebut dan merasakan angin malam berhembus," ucap Aileen dengan berani melepaskan kedua tangannya setelah beberapa menit lalu memeluk perut rata Russel. Aileen melebarkan kedua lengan tangannya ke samping dan ke atas sambil berteriak kegirangan.
"I'm free. I'm happy."
Russel tersenyum. Tak menyangka gadis tomboy ini berani menantang maut, melakukan hal berbahaya selama beberapa detik.
"Russ, aku heran sama kamu. Kehidupan kamu begitu sempurna. Kamu punya kakek dan kakak yang tajir dan baik. Maksudku, kakek Hidayat selalu mencukupi semua kebutuhanmu dan tidak pernah menyiksamu kalau kamu berbuat kesalahan sebesar apa pun. Tapi kenapa kamu malah suka menentang kakek? Masuk geng motor, suka berkelahi dan tawuran? Bahkan Jason dan Andrew, dua sahabat baikmu itu juga tidak ikut-ikutan berbuat onar," ujar Aileen.
"Itu karena mereka cupu dan tidak punya nyali," jawab Russel sekenanya.
Aileen mendengus kesal. "Tidak bergabung geng motor dan malas ikut tawuran bukan berarti cupu dan tidak bernyali, Russ. Tapi mereka menghargai dan sangat mencintai orang-orang yang mencintai mereka. Dengan tidak membuat keluarga khawatir akan keselamatan mereka."
"Basi ah! Menentang kakek itu fun banget, Leen. Aku jadi diperhatikan lebih daripada kak Rayner. Lagian kita kan masih muda, puas-puasin deh nakal saat masih muda daripada nakal kalau udah tua malah berabe. Bisa masuk penjara!" balas Russel.
Aileen mendengus lagi. Mendengar kata nakal kalau sudah tua dan masuk ke penjara membuatnya teringat pada ayahnya yang melakukan dosa besar setelah menikah.
"Tapi kalau nakal saat mudanya kebablasan juga bisa masuk penjara, Russ. Balapan liar dan tawuran itu berbahaya, Russ. Selain masuk penjara juga bisa bikin nyawa melayang. Emang kamu gak sayang ama nyawa kamu?" Aileen mengeratkan pegangan tangannya di perut Russel karena Russel tidak mengurangi kecepatannya saat berbelok di tikungan.
Russel meringis senang dari balik helm teropongnya melihat Aileen takut dengan laju motornya yang ugal-ugalan.
"Sayanglah. Kan aku bukan kucing yang nyawanya tujuh. Tapi ini benar-benar fun. I like it!" seru Russel yang adrenalinenya terus meningkat setiap menambah laju kecepatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments