Di sebuah ruang makan bergaya Skandinavia yang mengedepankan konsep clean cut dengan warna putih mendominasi interior.
"Apakah kalian suka dengan makanannya?" tanya Kakek Hidayat pada empat anak muda berusia 17 tahun yang rambutnya masih setengah basah, baru saja selesai mandi keramas.
Empat anak muda itu mengangguk dengan hati berat. Mereka semua terpaksa mengiyakan pertanyaan Kakek. Padahal pelayan-pelayan yang ada di situ semuanya tahu bahwa tiga pemuda dan seorang pemudi itu berbohong. Melihat tumpukan daun kale tahini salad di empat piring masih menumpuk tinggi.
Aileen mengaduk-aduk piringnya dan memasukkan daun kale berlumur tahini dengan taburan kacang mede dan potongan brown cherry tomato ke mulutnya. Berusaha mengunyah dan menelannya dengan mata terpejam.
Seumur hidupnya Aileen baru satu kali memakan sayuran aneh ini. Kale. Rasanya pahit dan pedas. Aileen kurang menyukainya padahal selama ini Aileen tidak pernah pilih-pilih makanan. Nasi putih dengan taburan garam saja bisa Aileen habiskan tanpa lauk apa pun.
"Apakah kami sudah boleh makan menu utamanya, Kakek?" tanya Russel takut karena daun kale di piringnya tidak berkurang sedikit pun. Sedangkan kacang mede dan tomatnya sudah lenyap tanpa jejak.
"Boleh setelah daun kale di piringmu tinggal separuh," jawab Kakek Hidayat.
Aileen tersenyum dan menyenggol lengan Russel. Daun kale di piring Aileen sudah hampir habis.
'Damn! Sejak kapan daun kale di piring Aileen berkurang secepat itu? Aku tidak mau kalah dari gadis tomboy ini,' batin Russel buru-buru membuka mulutnya dan menjejalkan daun kale tanpa topping apa pun ke mulutnya.
"Pelayan, keluarkan menu berikutnya," ucap Kakek begitu melihat Russel, Andrew dan Jason menelan beberapa lembar daun kale.
Steak sapi dengan saus jamur yang pekat dan meletup-letup di atas piring hotplate segera disajikan. Baunya yang lezat langsung membuat lidah bergoyang tak sabar ingin mengecap rasanya.
Ketiga anak muda itu dengan raut wajah bahagia segera mengiris potongan daging sapi dan melahapnya. Sementara seorang pemudi malah belum bergerak sama sekali. Raut wajahnya yang cantik dan manis mulai membengkak dan kesulitan bernafas. Nafasnya pendek-pendek karena tenggorokannya terasa begitu sakit dan panas.
"Russel," cicit Aileen di tengah-tengah nafasnya yang makin kembang kempis.
Russel yang masih asyik mengunyah steak sapi menoleh ke arah Aileen. Betapa terkejutnya Russel saat melihat Aileen sudah berubah menjadi sosok yang buruk rupa dalam sekejab. Bibir Aileen juga sudah membengkak hingga terlihat seperti ikan sedang megap-megap mengambil nafas di dalam air.
"Astaga! Aileen, apa yang terjadi? Apakah kau alergi?" tanya Russel cepat-cepat berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Aileen. Membekap wajah Aileen yang bengkak dengan kedua belah tangannya.
"Sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit saja, Russ. Aileen kesulitan bernafas, aku khawatir ia akan terkena syok anafilaksis," ujar Andrew cepat.
"Kakek, kami pergi ke rumah sakit dulu," pamit Russel langsung menggendong tubuh Aileen. Jason dan Andrew segera berlari lebih dahulu keluar untuk memanggil supir keluarga dan mengantar mereka ke rumah sakit.
Kakek Hidayat mengambil tongkat berkepala elang emas dan berdiri dari kursinya. Menelepon seseorang lewat ponselnya dengan wajah panik.
***
Andrew dan Jason terlihat sangat cemas menunggu di depan ruangan UGD. Mereka berjalan mondar mandir seperti setrikaan.
Maklum mereka berdua dilarang menggerombol di ruang UGD dan mengganggu jalannya pengobatan pada pasien gawat darurat. Padahal mereka ingin menemani Aileen yang sedang sakit dan jauh dari keluarganya.
Sementara Russel sekarang sedang mengurus pendaftaran dan administrasi setelah membaringkan Aileen di ranjang UGD rumah sakit dan ditarik oleh perawat untuk menjauh dari ruang UGD.
Seseorang harus mengisi form pendaftaran dan membereskan administrasi awal Aileen. Dan hanya Russel yang dapat melakukan semuanya, tidak mungkin Andrew dan Jason. Karena mereka berdua belum mengenal Aileen lebih dalam, kan baru seminggu bersahabat.
'Untung saja Pak Ronny sudah memberikan semua data Aileen begitu aku memintanya, jadi sekarang aku dapat mengisi form pendaftaran Aileen tanpa bolong-bolong,' batin Russel.
"Done. Ini formnya, Bu. Sudah saya isi," ucap Russel sambil mengangsurkan form pada petugas administrasi.
"Setelah adik mengisi form ini, pasien akan segera dipindahkan ke ruang rawat inap begitu dokter UGD menyatakan pasien sudah membaik tapi masih butuh pemantauan selama 1x24 jam," jelas petugas administrasi.
"Baik, Bu. Terima kasih." Russel mengangguk dan pergi menemui kedua sahabatnya si depan ruang IGD.
"Apakah Aileen alergi kacang?" tanya Russel begitu berada di dekat Andrew dan Jason.
"Sepertinya enggak. Kemarin kita bertiga sarapan pecel dan peyek kacang, Aileen baik-baik saja tuh," jawab Jason.
"Aku juga pernah berbagi gado-gado dengan Aileen. Sambal kacangnya dimakan habis oleh Aileen. Dan dia tidak pernah sesak nafas seperti ini. Jadi, tidak mungkin dia alergi kacang," gumam Andrew.
"Berarti bukan alergi kacang mede yang ada di salad," timpal Russel.
"Lalu apa yang membuat Aileen alergi?" tanya Jason bingung karena merasa semua bahan makanan yang Aileen makan bukan pemicu alergi.
"Kale saus tahini dengan taburan kacang mede dan tomat. Kale, kacang mede dan tomat sepertinya tidak mungkin memicu alergi. Aku curiga pada saus tahini yang terbuat dari wijen. Jangan-jangan Aileen alergi wijen. Aku pernah membaca riset bahwa ada beberapa anak yang alergi terhadap biji wijen, ekstrak maupun minyaknya yang kerap menjadi campuran makanan," ucap Andrew yang suka membaca banyak buku.
"Astaga. Aku baru tahu kalau wijen dapat menyebabkan alergi. Kalau begitu, kita harus waspada mulai saat ini. Kita juga harus memperingatkan Aileen bahwa ia tidak boleh sembarangan makan sesuatu yang mengandung wijen," ucap Jason.
"Hmm ... Aku tidak boleh menawarkan onde-onde pada Aileen. Ingat itu!" ujar Andrew pada dirinya sendiri. Karena sering membawa onde-onde sebagai oleh-oleh setelah kembali dari acara pulang kampung.
"Kalau begitu aku akan meminta dokter untuk melakukan serangkaian tes alergi pada Aileen. Kita lihat apakah dugaan Andrew benar atau salah," gumam Russel.
"Kalau dugaanku benar, belikan aku dua buah buku ya," ucap Andrew.
"Beres. Jangan khawatir."
"Keluarga pasien Aileen Beatrice," panggil seorang perawat.
Russel, Andrew dan Jason langsung maju mendekat ke perawat.
"Apakah kalian kakak Aileen Beatrice?" tanya perawat melihat ada tiga pria tampan di hadapannya.
"Kami sahabat Aileen, Suster."
"Harap tunggu di sini. Sebentar lagi dokter akan menjelaskan semuanya pada kalian bertiga." Suster berbalik badan dan memanggil dokter.
Seorang dokter perempuan datang menghampiri tiga pemuda tampan.
"Baru minggu lalu nona Aileen masuk UGD dan malam ini kembali masuk UGD lagi," ucap dokter sambil mendesah sedih melihat Aileen yang malang kembali menjadi pasiennya.
"Hah?" Dua pria tampan terkaget-kaget mendengar penuturan dokter.
Melihat reaksi sahabat Aileen, dokter langsung buru-buru mengganti topik pembicaraan.
"Never mind. Sebaiknya kita bahas dulu kasus nona Aileen malam ini. Sahabat kalian alergi makanan hingga saluran pernafasannya menyempit, sesak nafas dan wajahnya membengkak. Saya sudah memberinya antihistamin dan steroid. Keadaanya sudah membaik. Pernafasannya kembali normal. Sekarang nona Aileen akan dipindahkan ke kamar opname. Kalian boleh menengoknya di kamar 171," jelas dokter.
"Dok, tolong lakukan tes alergi pada Aileen. Kami menduga Aileen alergi wijen. Tolong diperiksa kebenarannya," pinta Russel.
"Baik, saya akan meminta petugas lab untuk lebih concern pada wijen. Terima kasih infonya," ucap dokter senang karena ketiga sahabat Aileen sudah menganalisa makanan apa yang memicu alergi pada tubuh Aileen.
"Terima kasih, Dok. Kami permisi akan menjenguk Aileen di kamar," balas Russel.
Dokter perempuan mengangguk dan berbalik badan.
"Kalian mau pulang atau tidur di RS?" tanya Russel.
"Tidur di RS," jawab Andrew dan Jason secara serentak.
"Ok. Aku akan mengabari Kakek." Russel mengeluarkan ponselnya, mengabarkan kalau Aileen sudah membaik dan mereka berempat tidak pulang ke rumah malam ini.
Setelah menutup ponselnya, mereka bertiga berjalan bersama menuju ke kamar Aileen.
"Apakah kalian tidak penasaran dengan apa yang dikatakan dokter? Minggu lalu Aileen masuk UGD, kira-kira apa yang terjadi padanya?" tanya Jason.
"Pak Ronny bercerita kalau Aileen sering mengalami KDRT sebelum pindah ke Semarang. Di punggungnya terdapat banyak memar dan luka. Dan sebelum masuk sekolah, pihak yayasan membantu Aileen untuk melaporkan tindak KDRT yang menimpanya. Visumnya dilakukan di rumah sakit ini. Mungkin dokter perempuan itu yang menangani visumnya," jawab Russel yang juga sudah menginterogasi Pak Ronny demi mengungkap rahasia di balik hubungan Aileen dan kakek.
"Siapa yang melakukan kekerasan pada Aileen?" tanya Jason marah.
"Neneknya dan sekarang beliau sudah berada di dalam jeruji penjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya," jawab Russel
Jason mendengus.
"Ke depan, kita bertiga harus melindunginya," ucap Jason yang disambut dengan anggukan kepala Russel dan Andrew.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments