Saat matahari menampakkan diri di ufuk timur, Aileen membuka matanya yang masih mengantuk. Ia baru saja tertidur beberapa jam, tapi di hari Minggu pagi, Aileen tidak boleh bermalas-malasan di atas kasur tipis kerasnya itu.
Aileen segera bangkit berdiri, mengganti bajunya dengan gaun sederhana, mencuci wajah dan menggosok gigi. Kemudian berjalan cepat ke dapur untuk memasak dua mangkuk mie rebus tanpa telur ceplok. Karena hanya ada beberapa bungkusan mie instant di dalam lemari. Sedangkan beras dan telur sudah habis dua hari yang lalu.
Aileen selalu menyiapkan sarapan untuk keluarganya sebelum pergi beraktivitas di luar rumah. Agar ketika Nenek dan Ayahnya bangun, sudah ada makanan yang tersaji di meja. Mereka berdua hanya perlu duduk manis menikmati sarapan. Tidak perlu mengomel marah-marah karena meja makan kosong melompong.
Tok! Tok! Tok!
Aileen menoleh ke arah sumber bunyi yang mengagetkan jantung Aileen. Hari Minggu pagi biasanya jarang ada orang yang bertamu. Karena biasanya teman, kenalan atau tetangga di sekitar rumahnya sedang bersiap diri untuk menghadiri perayaan Ekaristi di gereja yang dibangun di dekat lapangan olah raga kampung Aileen.
Begitu pula dengan Aileen, setelah selesai menyiapkan sarapan untuk nenek dan ayah, Aileen berniat untuk pergi ke gereja.
"Siapa yang datang pagi-pagi begini?" gumam Aileen buru-buru menutup hasil masakannya dengan tudung saji. Sebelum berlari ke arah pintu dan membukanya dengan cepat.
Nampak dua orang pria berjas hitam rapi berdiri di depan pintu rumahnya. Sementara mobil mewah hitam mereka diparkir tepat di depan pagar. Hingga mengundang decak kagum para tetangga yang sudah mulai berjalan kaki menuju ke gereja.
"Apakah anda Nona Aileen Beatrice?" tanya pria berjas hitam yang tampak lebih senior dibanding pria yang satunya.
"Benar, Pak," jawab Aileen gugup. Tidak biasanya ada pria paruh baya yang mengetahui namanya.
Aileen memang terkenal di dunia olah raga dan seni, tapi penggemarnya adalah kawula muda, bukan orang dewasa. Apalagi yang terlihat seperti orang kaya yang memiliki kekuasaan.
"Apakah anda ingin bertemu dengan ayah saya?" tanya Aileen karena merasa tamu di depannya mungkin adalah tamu ayahnya.
"Ya, tolong panggil ayah Nona kemari. Saya ingin berbicara dengan anda dan ayah Nona," jawab pria berjas hitam.
'Mereka juga ingin berbicara denganku? Berarti mereka bukan sepenuhnya tamu ayah,' batin Aileen.
Aileen melihat jarum jam di dinding ruang tamu. Masih menunjukkan pukul tujuh lebih sepuluh menit. Biasanya ayah Aileen bangun jika jarum jam pendek sudah di angka sepuluh. Dan jika Aileen membangunkan ayahnya sepagi ini, Aileen khawatir ayahnya akan marah-marah. Apalagi jika keperluan tamu tersebut dapat ditangani sendiri oleh Aileen.
"Kalau boleh tahu. Ada masalah apa ya, Pak? Karena ayah saya masih tidur. Beliau tidak suka ada yang menganggu tidurnya di hari Minggu pagi," jawab Aileen apa adanya.
Pria berjas hitam itu tersenyum menyeringai. Berdehem sedikit sebelum mulai membicarakan topik kedatangannya.
"Saya kemari untuk menawarkan beasiswa pendidikan sekaligus fasilitas tinggal di asrama SMU Maria Regina Semarang. Juga memberikan uang saku yang cukup untuk Nona Aileen Beatrice," ujar pria berjas hitam serius.
"Beasiswa dan fasilitas lengkap? Masih diberi uang saku?" tanya Aileen tak percaya.
"Benar, Nona."
"Kalau boleh saya tahu, siapa nama bapak?" tanya Aileen.
"Saya Ronny, sekertaris CEO pabrik perakitan bus di Semarang, Nona." Ronny mengangsurkan sebuah kartu nama pada gadis belia berusia 17 tahun itu.
Aileen segera membaca kartu nama milik Ronny.
"Oh ya, saya sampai lupa meneruskan pesan beliau. Kakek Hidayat, pemilik CV mengundang anda dan ayah anda untuk datang ke rumahnya di Semarang. Menerima beasiswa dari yayasan pendidikan milik kakek Hidayat," jawab Ronny.
Aileen mencubit lengan tangannya hingga ia dapat merasakan rasa sakit.
'Aku tidak bermimpi. Ini kenyataan. Beasiswa dan fasilitas lengkap dari sekolah elite di Semarang akhirnya datang. Ya Tuhan, apakah semalam Kau mendengar doa yang kupanjatkan? Apakah pagi ini Kau telah menjawab doaku dan mengabulkannya?' batin Aileen.
"Terima kasih Tuhan untuk berkatMu yang berlimpah ini," gumam Aileen tidak dapat menahan perasaan harunya.
Jantung Aileen berdegup kencang, hatinya sangat bahagia. Sebentar lagi ia akan diangkat dari kepahitan hidupnya. 17 tahun ia tersiksa tinggal bersama neneknya. Akhirnya ia akan keluar dari rumah yang sudah seperti neraka kehidupan. Pindah ke sebuah asrama.
"Apakah sekarang kita berdua bisa berangkat menemui Kakek Hidayat, Pak?" tanya Aileen yang tidak ingin merusak kebahagiaan pagi ini dengan kemarahan ayahnya yang terusik tidurnya.
Apalagi jika sampai neneknya terbangun dan melihat kedatangan Pak Ronny. Bisa-bisa beasiswa itu menguap ke udara dan menghilang. Karena neneknya pasti lebih meminta beasiswa dan semua fasilitas yang ditawarkan itu diuangkan dalam bentuk cash daripada dipakai untuk membiayai pendidikan Aileen ke jenjang lebih tinggi.
"Hah?" Ronny terperangah kaget saat Aileen dengan cepat menutup pintu rumahnya. Seperti telah siap berangkat meninggalkan rumah tua jelek milik Neneknya.
"Apakah Nona yakin tidak ingin memberitahu ayah Nona sebelum pergi dengan saya?" tanya Ronny khawatir keluarga Aileen mencari Aileen. Ronny juga tidak mau dicap sebagai penculik gadis belia yang cantik dan berprestasi ini.
"Jangan khawatir, ayah saya tidak akan mencari saya. Karena ayah sudah hafal jadwal saya di hari Minggu. Ke gereja dan latihan basket setelahnya," jawab Aileen.
"Baiklah, Nona. Kalau begitu saya jauh lebih tenang sekarang. Ayo kita berangkat!" ajak Ronny dengan hati lega.
"Sebelum pergi ke Semarang, apakah saya boleh mampir ke gereja yang ada di ujung jalan ini? Saya ingin mengikuti misa Minggu pagi dahulu sebelumnya. Karena sepuluh menit lagi misa sudah dimulai," ucap Aileen.
"Oh, boleh, Nona. Dengan senang hati, saya akan mengantar dan menemani anda," balas Ronny tak ingin menyebabkan Aileen terlambat menuju ke rumah Tuhan.
"Misanya hanya satu jam kok. Maaf membuat bapak terlambat satu jam membawa saya menghadap Kakek Hidayat," ucap Aileen sungguh-sungguh.
"Kakek Hidayat akan memakluminya, Nona."
Aileen, Ronny dan supir pribadi keluarga Hidayat segera masuk ke mobil. Menuju gereja di dekat lapangan olah raga.
Satu jam kemudian, Aileen sudah berada dalam perjalanan menuju ke Semarang. Perjalanan dari tempat tinggal Aileen ke Semarang lewat tol hanya membutuhkan waktu satu jam.
Akhirnya mobil yang ditumpangi Ronny dan Aileen memasuki kawasan perumahan elite di Semarang. Berhenti di sebuah rumah mewah dua lantai yang didesain tropical. Tumbuhan dan pepohonan rindang pada halaman rumah makin menambah kesan tropis.
"Silahkan turun, Nona." Ronny membuka pintu mobil penumpang dan Aileen segera turun dari mobil.
"Rumah yang sangat indah," gumam Aileen yang terpesona dengan interior dan eksterior rumah yang serba kayu.
Mereka berdua segera melangkah ke dalam ruang kerja Kakek Hidayat. Ronny mengetuk pintu kayu sebelum masuk ke dalam.
"Selamat siang, Tuan. Nona Aileen sudah datang," salam Ronny sembari mempersilahkan Aileen untuk duduk di sebuah kursi yang ada di depan meja tulis seorang kakek keriput.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments