Balasan yang Setimpal

Ayah Aileen mengunyah mie rebus yang sudah dingin sambil membaca beberapa pesan di ponselnya. Matanya terbelalak kaget saat ada pesan dari bank yang memberitahukan bahwa ada pengiriman uang sebesar tiga puluh juta ke rekening bank miliknya.

Dengan cepat ayah Aileen memeriksa saldo rekeningnya lewat bank mobile. Setelah memasukkan nomor PIN, ayah Aileen bertambah kaget. Uang tiga puluh juta itu dikirim oleh Aileen Beatrice. Begitu bunyi berita pengiriman transfer uang.

'Bagaimana mungkin Aileen mempunyai uang sebanyak ini? Setahuku uang hasil kemenangannya di pertandingan basket selalu diambil ibu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jangan-jangan terjadi sesuatu pada anak itu,' batin ayah Aileen yang bernama Andri.

Jantung Andri berlompatan, pikirannya mulai macam-macam.

"Bu, Bu, Aileen di mana, Bu?" pekik Andri menggegerkan dunia persilatan. Hati Andri sudah mulai ketakutan. Takut anak gadisnya menghilang atau dijual oleh sang Nenek.

"Apaan sih, Nak? Pagi-pagi kok udah ribut," balas Nenek dengan suara tidak kalah keras. Tergopoh-gopoh menghampiri putranya sebelum suaranya makin menggelegar dan membuat tetangga marah. Karena dinding rumah mereka itu tipis, hanya selapis. Jadi suara ribut-ribut bisa terdengar telinga tetangga.

"Aileen di mana, Bu?" tanya Andri tidak sabaran.

"Hari ini kan Minggu. Pasti Aileen lagi di gereja atau latihan basket. Gitu aja dicariin," jawab Nenek kesal hendak pergi dari ruang makan.

"Tunggu, Bu. Ibu gak ngapa-ngapain Aileen kan? Ibu gak jual Aileen di tempat kupu-kupu malam mangkal kan?" tanya Andri mencekal pergelangan tangan ibunya yang gemuk. Terbayang ketakutan hal buruk yang menimpa istrinya akan kembali menimpa anak gadisnya.

"Enggak. Ibu masih harus menunggu dua tahun lagi kalau ingin menjualnya ke tempat yang kau sebutkan tadi. Setelah usianya 18 tahun, kalau dia masih saja jadi benalu, Ibu akan menjualnya dengan harga tinggi. Karena dia masih perawan," ujar Nenek dengan suara geram karena putranya menuduhkan hal tidak benar padanya.

Andri menghela nafas lega mendengar penuturan ibunya. Berarti uang yang masuk ke rekeningnya bukan uang hasil jual diri Aileen, putrinya. Dan Aileen sekarang tidak berada di tempat terkutuk. Tapi sedang berada di suatu tempat yang aman.

"Bu, tolong jangan berkata semenyakitkan itu. Setelah Aileen berusia 18 tahun, biarkan dia pergi dari rumah ini. Jangan pernah berpikir untuk menjualnya," ucap Andri serius menasehati ibunya yang sudah bicara kelewat batas.

"Dia bukan putrimu, Andri. Dia benih dari pria lain yang menyewa tubuh istrimu di tempat kupu-kupu malam biasa mangkal. Jadi untuk apa kita memperdulikan Aileen. Selama ini ia sudah menjadi benalu untuk ibu dan untukmu juga. Jika dia sudah dewasa, dia harus membayar semua jasa ibu dan jasamu yang telah membesarkannya. Caranya bagaimana? Ya dengan menjual tubuhnya yang masih perawan itu," pekik Nenek kesetanan tiap Andri selalu membela Aileen yang bukan darah dagingnya.

"Ibu, tolong jangan seperti itu. Seharusnya kita melakukan semua ini dengan ikhlas, Bu. Jika bukan karena Airin mengandung Aileen, perusahaan batik tempatku bekerja pasti tidak akan memperingan hukuman penjaraku, Bu. Aku pasti akan dipenjara lebih dari lima tahun, Bu. Tapi berkat kelahiran Aileen, aku hanya dipenjara setahun," ucap Andri mengingat pengorbanan Airin, istrinya.

"Sampai detik ini pun, Ibu tidak mengerti. Kenapa kelahiran Aileen ada hubungannya dengan lama waktu kamu di penjara? Apakah Aileen adalah anak dari CEO perusahaan batik tempatmu bekerja dulu?" tanya Nenek yang tidak pernah tahu kebenaran yang terjadi. Semua ditutup rapat oleh Airin dan Andri.

"Bukan, Bu. Bukan begitu. Kantor hanya iba dan kasihan melihat Airin yang hamil sedangkan suaminya berada di balik jeruji penjara. Jadi kantor memutuskan untuk meringankan hukumanku, apalagi melihat kelakuanku yang baik selama di dalam penjara. Aku sudah bertobat, Bu. Aku menyesali perbuatan burukku setelah berada di penjara," jawab Andri.

"Halah. Masak hanya karena iba dan kau sudah tobat terus mereka dengan mulianya memperingan hukumanmu? Ibu yakin pasti ada sesuatu yang kau sembunyikan dari Ibu. Ibu tidak percaya padamu," gerutu Nenek kesal putranya masih belum jujur tentang siapa sebenarnya ayah kandung Aileen.

"Terserah ibulah. Ibu mau percaya, syukur. Ibu mau tidak percaya, ya sudah. Pokoknya Andri berhutang budi pada Airin dan Aileen. Jadi tolong jangan sakiti Aileen lagi, Bu." Andri berjalan kembali ke meja makan. Merapikan peralatan makan yang ia pakai dan mencucinya hingga bersih.

Nenek mengerucutkan mulutnya dengan kesal. Berbalik badan mau pergi ke belakang rumah untuk mengambil jemuran karena kelihatannya awan mendung sudah mulai merapat gelap. Tanda sebentar lagi akan hujan. Menunggu Aileen pulang untuk angkat jemuran rasanya tidak mungkin, keburu basah lagi nanti cuciannya. Malah repot harus cuci ulang.

Tapi sebelum kaki Nenek melangkah jauh, pintu rumahnya kembali diketuk seseorang.

Nenek pun berbalik badan lagi, menuju ke pintu dan membukanya dengan hati masih kesal.

"Selamat siang, apakah benar ini adalah rumah Ibu Iris Denqiwati? Nenek dari Aileen Beatrice?" tanya petugas polisi yang sudah membawa borgol di tangannya.

"Iya, saya Iris. Nenek Aileen. Ada apa ya, Pak?" tanya Nenek tanpa ada rasa takut kalau dirinya akan ditangkap karena sudah melakukan tindak pidana kekerasan fisik dan verbal pada anak di bawah umur.

"Kami menerima laporan bahwa Ibu Iris sudah menganiaya cucunya sendiri hingga tubuh cucu anda banyak luka dan memar. Oleh karena itu, kami selaku pihak berwajib ingin mendengar semua keterangan lebih terperinci dan pembelaan anda di kantor polisi. Jadi, tolong bekerja samalah dengan kami, Ibu Iris." Polisi memasang borgol di kedua tangan Nenek dan membawa Nenek pergi dari rumah jeleknya.

Nenek terbelalak kaget.

'Kurang ajar, Aileen. Pagi-pagi kau pergi dari rumah untuk melaporkan kekejamanku semalam. Awas, kau ya! Lihat saja bagaimana aku akan menyiksamu setelah aku kembali ke rumah ini nanti,' batin Nenek kesal karena si benalu tidak tahu diri.

Dengan sangat amat terpaksa, Nenek melangkahkan kakinya masuk ke dalam mobil polisi dan meninggalkan putranya seorang diri. Diiringi rintik hujan dan petir yang menyambar di langit kota Pekalongan yang mendung kelabu.

Andri yang melihat semua kejadian di pintu rumahnya langsung melorot jatuh ke lantai. Kakinya gemetar ketakutan melihat ada polisi dan borgol di tangan ibunya. Semua peristiwa pedih yang terjadi belasan tahun yang lalu kembali terngiang di pikirannya.

"Ibu, maafkan aku. Pertanggung jawabkan apa yang sudah ibu perbuat di dunia ini. Setelah itu kembalilah ke rumah dengan hati yang bersih," gumam Andri.

Andri bukanlah anak yang durhaka, tapi matanya sudah terbuka. Ia sudah dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ibunya memang bersalah dan memang pantas dihukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

***

Mobil mulai memasuki kompleks perumahan mewah. Di dalam kompleks perumahan inilah sekolah Maria Regina didirikan. Bangunan megah dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum dibangun di atas lahan yang sangat luas sekali.

Mobil berhenti di lobby gedung SMU. Pak Ronny segera turun dari mobil dan membuka pintu mobil. Lalu membantu kakek turun dari mobil.

Russel Halim, cucu ke dua Kakek Hidayat pun segera mengambil tas ranselnya dan turun dari mobil. Berlari ke belakang kakek dan mengekornya masuk ke ruang kepala sekolah. Begitu pula Ronny.

Akhirnya mereka bertiga tiba di depan ruangan kepala sekolah. Ronny langsung mengetuk pintu ruangan kepala sekolah.

Tok ... Tok ... Tok ....

"Silahkan masuk."

Ronny segera membuka pintu ruangan dan mempersilahkan kakek dan Russel untuk memasuki ruangan lebih dulu.

"Selamat pagi, Tuan Hidayat." Kepala sekolah SMU Maria Regina langsung berlari memyambut kedatangan kakek. Berjabat tangan kemudian mempersilahkan kami bertiga untuk duduk di sofa panjang yang ada di tengah-tengah ruangan kepala sekolah.

Kepala sekolah terlihat sudah jauh lebih lunak daripada sebelumnya. Pasti karena transferan dana 2 miliar sudah masuk ke rekening sekolah.

Begitu tulang ekor Russel menyentuh kulit sofa yang halus, ia langsung mengedarkan pandangan ke segala arah ruang kantor kepala sekolah yang designnya sangat modern dengan pencahayaan lampu warna kuning dengan dinding berwarna cokelat penuh lukisan besar.

Dan manik mata Russel membulat saat matanya bersitatap dengan seorang anak gadis berambut pendek. Wajahnya sangat cantik dan senyumnya begitu manis dengan dua lesung pipi.

"Kau ... Gadis di balik korden UGD!"

"Hai! Kita bertemu kembali."

Tiba-tiba Russel berhasil mengingat sesuatu.

"Aileen Beatrice? Pemain MVP basket dengan nomer punggung 23 asal Pekalongan kan?" tanya Russel tidak percaya melihat pemain basket muda yang terkenal itu ada di dalam ruang kepala sekolahnya.

Gadis cantik itu mengangguk mengiyakan pertanyaan Russel.

"Dan kau adalah Russel Halim, cucu ke dua Kakek Hidayat?" tanya Aileen. Jantungnya berdetak tidak karuan bertemu dengan pria yang akan menjadi calon tunangannya, ya ... kalau misinya gagal.

Russel mengangguk. Tidak menyangka gadis cantik di depannya itu mengenalnya.

"Senang dapat berkenalan secara resmi denganmu," ucap Aileen langsung menyodorkan tangannya ke hadapan Russel.

"Emang sebelumnya kita pernah berkenalan tapi tidak resmi?" tanya Russel menjabat tangan Aileen.

"Iya. Kemarin di UGD," jawab Aileen singkat.

"Ternyata kalian berdua sudah saling kenal sebelumnya. Baguslah, Bapak tidak perlu repot-repot memperkenalkan kalian lagi," gumam kepala sekolah.

"Aileen ... Kemarilah. Beri salam pada Tuan Hidayat. Berkat bantuan dari Tuan Hidayat, kamu mendapatkan beasiswa dan dapat tinggal di asrama sekolah gratis," ucap kepala sekolah sambil melambai memanggil Aileen untuk mendekat ke sofa.

'Oh wow, hebat sekali dia,' puji Russel dalam hati.

Aileen segera berjalan anggun ke hadapan kakek lalu membungkukkan badannya 45 derajat tanda hormat.

"Terima kasih banyak, Tuan Hidayat. Semoga Tuan diberkati dengan banyak cinta dan keberuntungan," ucap Aileen sambil tersenyum manis. Tulus dari dalam hatinya yang terdalam.

Kakek Hidayat yang ditemuinya kemarin adalah malaikat penolong yang juga sudah memberikan pelajaran yang setimpal untuk Neneknya yang jahat. Kemarin Ayah mengabari kalau nenek sudah dijemput polisi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

'Sekarang saya siap menjalankan misi. Menjadi sahabat baik ketua geng motor yang hobby berkelahi dan tawuran, plus mengembalikannya ke jalan yang benar,' batin Aileen.

"Sama-sama, Aileen." Kakek berdiri, menghampiri Aileen dan menepuk bahu Aileen dengan lembut. Bahkan kakek tersenyum bahagia memandang gadis SMU yang cantik itu.

Aileen kembali berdiri tegap dan tersenyum dua kali lebih manis dari sebelumnya pada kakek.

"Duduklah, Nak," pinta kakek lembut.

"Baik, Tuan." Aileen pun mengikuti permintaan kakek dan duduk di samping Russel.

Russel terperangah kaget melihat perubahan sikap kakeknya pada Aileen.

"Hmm ... Kakek benar-benar sudah terhipnotis dengan penampilan Aileen yang cantik dan sikapnya yang super sopan," gumam Russel lirih.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!