BAB 14 - Fakta

Layaknya aliran air, hari juga akan terus berganti. Bagi Zora tidak ada yang begitu spesial karena dunianya tetap sama bahkan terasa menyedihkan. Terlebih lagi, satu minggu terakhir Lucas tidak ada di sisinya. Julian beralasan dia mengajak putranya ke tanah kelahiran ibu kandung Lucas, dalam rangka apa Julian tidak mengatakan dengan jelas.

Sepi, itu yang Zora rasakan sejak kepergian Lucas. Memang sedikit lebih tenang dan pekerjaannya tidak terlalu banyak, tidak ada yang mengganggu hingga menghambat pekerjaan Zora. Namun, hal itu justru membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang, separuh hidupnya seakan pergi.

Ini adalah kepergian pertama dan sangat lama setelah dirinya dan Lucas menjalin hubungan selama dua bulan. Berada di dekatnya memang menguji adrenalin dan kerap membuat sakit kepala, tapi jauh dia juga sedikit tersiksa.

Tanpa pelayan yang bisa diajak bicara, Zora seakan lupa bahwa dia adalah pelayannya. Hanya ada penjaga, itu juga di gerbang utama dan tidak diizinkan masuk. Sejak awal rumah ini memang tampak sepi, asisten Mike mengatakan sejak kepergian Lucas dan istri pertamanya, Julian tidak mempekerjakan banyak orang.

Bahkan, ketika Zora diminta untuk tinggal di sini seluruh pelayan itu dipecat tanpa alasan yang jelas, Julian tidak butuh intinya, itu saja. Hal itu cukup menyulitkan bagi Zora, di saat-saat seperti ini jelas dia butuh bantuan orang lain.

Sejak beberapa hari yang lalu dia merasa benar-benar tidak nyaman. Rasanya ada yang salah di dalam tubuh Zora, dia sudah mencoba berbagai cara dan mengikuti berbagai resep di internet, berharap bisa sedikit melegakan tubuhnya.

"Ada apa denganku?"

Zora tidak sedang flu, dia juga tidak melakukan banyak pekerjaan, tapi anehnya dia merasa benar-benar seperti orang sakit. Mual, bahkan muntah dan hal itu sedikit menyiksanya.

Dia membaca beberapa artikel dari berbagai sumber terkait apa yang dia rasakan. Semua jawaban memiliki satu kesimpulan yang berhasil membuat mata Zora membola. Dia mencoba mengingat-ngingat kapan terakhir dia datang bulan, tapi awalnya dia pikir karena memang terlalu lelah dan stres hingga Zora mengabaikan masalah itu.

"Tapi tidak mungkin."

Akal sehatnya masih menentang, tapi hati kecil Zora seolah membenarkan dugaan sementara yang tertanam dalam otaknya. Sejuta pertanyaan muncul dalam benaknya seketika.

Bagaimana jika benar?

Apa yang akan terjadi padanya?

Apa Lucas akan baik-baik saja?

Lalu ayahnya bagaimana?

Bukankah pria yang menikahinya sedikit gila? Dia dilirik saja marah besar, lantas bagaimana jika tahu dia memiliki hubungan bersama putranya?

Seketika Zora merasakan sakit di kepalanya. Memikirkan begitu banyak hal yang menyeret banyak orang, tidak hanya dirinya saja. Namun, semua tidak akan ada akhirnya jika hanya sebatas menerka.

Tanpa pikir panjang, Zora pergi dengan meminta bantuan seorang pria yang tugaskan menjaganya. Sudah tentu dia tidak akan jujur, Zora beralasan ke supermarket terdekat untuk buah-buahan yang mulai menipis, padahal bukan itu tujuan utamanya.

Tidak ada yang Zora pikirkan selain keadaan dirinya, apa yang terjadi pada tubuhnya dan bagaimana dia menghadapinya nanti. Ya, meski belum pasti bagaimana hasil akrhinya, Zora sudah setakut itu dan mengambil kemungkinan paling besar dalam hidupnya.

.

.

Sepanjang hari pikiran Zora masih kacau luar biasa demi menunggu pagi tiba. Dia tidak memberitahukan apapun pada Lucas tentang apa yang dia rasakan. Sekalipun pria itu bertanya kenapa suaranya berbeda, Zora hanya akan menjawab jika dirinya flu biasa.

Malam ini Lucas tidak lagi meghubunginya, begitu juga dengan Zora yang memilih tidur dan menunggu keesokan hari. Mata terpejam, tapi tak lelap dengan pikiran yang berlari kemana-mana. Sungguh, sama sekali dia tidak bisa tenang sedikit saja.

Namun, di beberapa menit dia berusaha untuk terlelap, notifikasi pesan singkat dari Lucas muncul di sana. Sedikit, Zora tersenyum hangat kala menatap foto yang Lucas kirim, seperti biasa sebelum tidur dia bahkan begitu tampan.

"Selamat tidur, Sayang ... aku benar-benar merindukanmu."

"Kau baik-baik saja? Daddy-mu bagaimana?" Zora membalas pesan singkat dari Lucas dengan maskud baik, tapi seperti biasa Lucas akan menjawab dengan kalimat tak biasa yang membuat Zora mengelus dada.

"Tidak menerima pertanyaan tentang alien itu, jika kau penasaran tentang kekasihmu ini cukup lihat wajahku di sana ... apa mungkin manusia setampan itu terlihat tidak baik-baik saja?"

"Seperti yang kuduga kau baik-baik saja, semoga selalu seperti itu." Meski Zora juga memiliki dendam tersendiri pada Julian bukan berarti dia akan mengimbangi Lucas dalam mencela pria itu.

"Kau juga begitu, tetaplah baik-baik saja dan bertahan sampai tua bangka itu lenyap ... dengan begitu kita bisa menyatu tanpa khawatir ayahmu akan celaka, Sayang."

Melihat Lucas yang begini jujur saja dia merasa seakan bersalah. Terlebih lagi kala dia mengingat bagaimana manisnya interaksi dua pria itu, semua sangat baik-baik saja. Lucas yang bersandiwara, tapi Zora yang merasa bersalah.

Usai saling menyapa malam itu, Zora sedikit lebih tenang dan perlahan dapat beristirahat dengan baik. Soal esok hari akan dia hadapi nanti, matanya tak sekuat itu menanti kehadiran matahari.

.

.

Pagi ini adalah penentunya, apa mungkin harapan Lucas semalam akan terlaksana? Seperti yang dia katakan, mereka akan bersama setelah kepergian Julian. Cepat atau lambat, karena Zora menolak jalan lain yang Lucas tawarkan.

Namun, agaknya harapan itu hanya sebatas angan. Yang justru menjadi nyata adalah ketakutan Zora, wanita itu meneguk salivanya susah payah kala menyaksikan garis yang terlihat di sebuah benda itu.

Imbas hubungan terlarang yang mereka jalin tumbuh dengan sempurna. Zora mengusap matanya berkali-kali dan berharap bahwa ini semua adalah mimpi, buah dari pikiran yang selalu mengarah ke sana.

Sayangnya, semua itu terlalu nyata dan yang dia hadapi adalah faktanya. Dia benar-benar hamil, buah cinta mereka tumbuh di rahim Zora setelah keduanya melakukan penyatuan beberapa kali.

"Hai, my angel."

"Lucas?"

Zora terperanjat kaget kala menyadari pria itu kini berada di kamarnya. Padahal, dia sama sekali tidak mengatakan akan pulang hari ini, bahkan Julian menegaskan kemungkinan minggu depan karena dia masih merindukan tanah kelahiran istri pertamanya.

"Kau terkejut?"

"Tentu saja, kenapa bisa tiba-tiba di sini?"

"Sejak semalam aku sudah pulang sebenarnya, tapi tidak ingin mengganggu tidurmu," ucap Lucas kemudian, dia memang sengaja minta izin pulang lebih dahulu demi bisa bersama Zora tanpa khawatit diganggu ayahnya.

Tidak seperti biasanya, Zora agak sedikit berbeda dan membuat Lucas bingung dengan perubahan kekasihnya. Baru Lucas sadari jika wajahnya agak sedikit sembab, apa mungkin menangis? Lalu karena apa, pikir Lucas.

"Apa yang ada di tanganmu?" tanya Lucas kala menyadari sesuatu di tangan kanan Zora, detik itu juga Zora menyembunyikannya di balik tubuhnya.

"Bu-bukan apa-apa, kau tidak per_"

"Kemarikan, atau kau ingin aku marah?" Lucas memaksa, hanya itu cara yang membuat Zora luluh seketika.

Zora menunduk dalam-dalam, dia yakin setelah ini bukan hanya dirinya yang sakit kepala, tapi jelas Lucas juga.

"Zora? Kau hamil?" tanya Lucas antusias, berbeda dengan Zora yang ketakutan, Lucas justru seakan menerima fakta itu tanpa beban.

"Sayang ... ini benar-benar milikmu?"

.

.

- To Be Continued -

Terpopuler

Comments

Halimah

Halimah

Zora hamidun nih

2025-04-06

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

SEMOGA LUCAS SENANG DGN KHAMILAN ZOYA.

2024-01-09

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

NAHHH, OTW HAMIDUN CEBONG LUCAS TUHHH

2024-01-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!