"Sayang ... ini benar-benar milikmu?"
Reaksi Lucas di luar dugaan, dia tidak terlihat ketakutan. Pria itu tampak baik-baik saja dan justru berbinar kala mengetahui Zora mengandung anaknya. Tidak ada sedikitpun kebingungan di sana, hanya ada Lucas yang bahagia dan menghujaninya dengan kecupan berkali-kali.
"Kau hamil, kita akan segera memiliki anak ... bukankah hal ini sangat membahagiakan, tapi kenapa wajahmu murung, Zora?" tanya Lucas menatap Zora bingung, bagaimana bisa Zora justru seakan tertimpa bencana besar saat ini.
"Kau lupa hubungan kita serumit apa? Jika aku istrimu maka aku pasti sangat bahagia, Lucas, tapi pada kenyataannya tidak."
Zora seperti hendak menangis kala mengungkapkan hal itu. Demi Tuhan dia benar-benar tertekan dengan kehamilan yang dia alami saat ini. Bukan tidak ingin, sebagai seorang wanita jelas dia memiliki cita-cita menjadi seorang ibu. Akan tetapi, untuk saat ini rasanya belum siap dan tidak sepantasnya dia hamil.
"Kenyataan yang bagaimana? Kenyataan kau adalah ibu tiriku? Itu yang membuatmu tidak bisa menerimanya?" tanya Lucas mengerjap pelan, jika benar Zora akan menjawab demikian maka bisa dipastikan dia akan terluka dan merasa Zora lebih menyayangi ayahnya.
"Bu-bukan begitu, aku menerimanya ... hanya saja, aku tidak siap menghadapi masalah yang akan menimpa kita setelah ini," lirih Zora serba salah, dia bingung harus bagaimana.
"Bagaimana nasibmu? Nasibku dan bisa jadi ayahmu bertindak lebih gila pada bayi kita ...."
Zora yang lemas memilih untuk duduk di tepian ranjang seraya menyeka air matanya. Lagi dan lagi dia menangis, hendak menyesal juga percuma karena tidak akan mengubah apapun.
"Kau tenang saja, aku akan bertanggung jawab, Zora."
Tanpa kesepakatan, bagi Lucas kehamilan Zora begitu dia harapkan. Memang sejak awal di sudah menantikan kabar itu, kabar Zora mengandung anaknya dan hal itu akan mempermudah takdir cinta mereka.
Lucas berpikir, dengan hadirnya seorang anak, maka semua akan menjadi lebih sederhana. Dengan beralaskan tanggung jawab, maka sudah pasti Julian menyerahkan Zora padanya. Terlebih lagi, Julian sama sekali tidak memperlakukan Zora layaknya seorang istri.
Sudah pasti ayahnya iya-iya saja, bukankah Zora diperlakukan bak budak itu artiya tidak ada cinta, lantas atas alasan apa ayahnya menepis keinginan Lucas untuk menikahi Zora.
"Tanggung jawab? Dengan cara apa? Kau akan mengorbankan dirimu sendiri? Kau tidak tahu bagaimana ayahmu jika sedang marah, Lucas."
Tahu, Lucas sangat mengerti bagaimana jika ayahnya marah. Tidak perlu dijelaskan, mata Lucas sendiri yang menjadi saksi bagaimana Julian melampiaskan amarah hingga sang ibu meregang nyawa.
Darah sang ibu yang mengalir di setiap anak tangga masih dia ingat, bahkan aromanya tetap Lucas kenang dan hal itu tidak akan pernah membuatnya takut sama sekali untuk merebut Zora secara terang-terangan.
"Aku tidak peduli tentang itu, demi kau dan anakku ... semua sudah telanjur, sampai kapan kita menunggu? Sampai perutmu membesar? Tidak mungkin bisa, Zora, itu akan lebih berbahaya."
Semantap itu Lucas bertanggung jawab atas bayi di dalam perut Zora. Wanita itu tertegun, dia yang takut dan gelisah padahal kesalahan ini diakibatkan mereka berdua, bukan Zora seorang.
"Tenanglah, kau percaya Daddy menyayangiku bukan?"
Zora mengangguk, untuk hal itu memang benar adanya Julian sangat menyayangi Lucas. Akan tetapi, jika dengan pengkhianatan semacam ini, Zora tidak yakin mereka akan selamat hanya karena kasih sayang yang Julian miliki.
"Jangan khawatir, pikirkan saja yang baik-baik ... kasihan dia," ucap Lucas menyentuh pelan perut rata Zora, dia memberikan ketenangan pada sang kekasih yang kini tengah sekacau itu.
Mata Zora masih menatap lekat wajah tampan itu. Lucas seakan menyapa calon buah hatinya, tidak berbeda seperti seorang ayah yang merindukan sang buah hati sejak lama. Sayangnya, hubungan mereka harus serumit itu, lucu sekali.
"Apa kau mual-mual, Zora?"
"Sedikit kemarin," jawab Zora pelan, tahu dari mana dia tentang penderitaan seorang ibu di awal kehamilan.
"Pusing juga berarti ya? Katanya cuma flu ... kenapa berbohong seperti itu, Sayang?"
Tidak peduli keadaan, saat ini Lucas hanya ingin menuntun Zora agar suasana hatinya tidak memburuk. Menurut sepengetahuan Lucas, suasana hati seorang ibu seorang ibu haru benar-benar dijaga.
Perlahan dia tersenyum, sentuhan tangan dan perlakuan lembut Lucas begitu menenangkan Zora. Mereka masih ada waktu untuk berdua selama Julian belum kembali, ya meski ruang gerak terbatas, tapi tidak masalah.
"Kau duduk saja aku yang siapkan sarapan."
Dia sigap, andainya Lucas benar-benar sosok suami maka Zora tidak ada detik yang Zora sia-siakan untuk merenungi nasibnya. Keinginan Zora untuk menelan makanan sama sekali tidak ada, sejak kemarin dia merasa mual bahkan hanya air hangat dan teh madu yang masuk ke dalam perutnya.
"Aku mual, Lucas ... perutku menolak makanan sejak kemarin."
"Ya Tuhan, wajar saja kurus begini, makan walau sedikit demi anak kita."
Sesabar itu Lucas menghadapinya, walau jujur saja dia paling malas menghadapi amarah wanita, tapi untuk Zora dia tidak masalah sama sekali. Wanita ini tidak manja dan tidak pernah memaksa diperlakan bak ratu seperti wanita yang pernah dia kenal.
Awalnya Lucas mengira jika Zora adalah Giorgina dengan versi yang berbeda. Namun, semakin kesini dia tidak menemukan kesamaan dari mereka kecuali wajah. Jika ditanya dia mencintainya sebagai apa, jelas jawaban Lucas semata-mata memang mencintainya sebagai Zora, bukan wanita lain.
.
.
Tenggelamnya matahari adalah akhir dari kemesraan Lucas dan Zora sebagai pasangan di kamarnya. Sudah tentu karena Julian yang menjadi alasan. Pria itu kembali bersama asisten Mike dan dua pengawal di sisi kanan dan kirinya.
Untuk kali ini, Lucas tidak akan berpura-pura. Baru saja Julian tiba, Lucas menghadang langkah sang ayah. Tanpa sapaan hangat ataupun ungkapan rindu untuk Julian, dia menghadapi pria itu sebagai sesama laki-laki.
"Lucas?"
Pria itu menatap Lucas penuh tanya, dia terlihat bingung dan menatap ke arah Mike dan juga pengawalnya. Julian tampak berpikir apa yang salah, padahal selama dua bulan terakhir Lucas begitu manis layaknya Lucas kecil yang bahagia usai dibelikan mainan ketika bersamanya.
"Aku ingin bicara, berdua tanpa mereka," tegas Lucas yang membuat Julian meminta asisten dan pengawalnya pergi segera.
"Bicara apa, ada yang kau inginkan dari Daddy? Katakan? Mobil atau apa?"
"Zora, Dad," jawabnya tegas, Lucas menatap datar ke arah Julian, semnetara sang ayah kini mengerutkan dahi.
"Zora? Maksudmu?"
"Aku menginginkan Zora untuk menjadi milikku, Dad," jawabnya lagi yang membuat Julian terbahak, seperti sebuah mimpi saja dia mendengar ucapan putranya.
"Lucas, bukankah kau tahu Zora adalah istri Daddy? Bagaimana bisa kau menginginkannya juga?"
"Benar, Zora adalah istri Daddy ... tapi saat ini Zora mengandung anakku," ucap Lucas terdengar santai dan berhasil membuat Julian bergeming seketika.
"Apa? Hamil?! Ulangi sekali lagi, Lucas!!"
"Iya, Zora hamil anakku dan kami saling mencintai. Untuk itu, aku meminta agar Daddy melepasnya secara baik-baik karena aku harus bertanggung jawab atas anakku."
.
.
- To Be Continued -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Halimah
Hebatttttt km Lucas👍👍👍👍👍 Bener" gentle
2025-04-06
0
suyetno
/Good//Good//Good//Good//Good//Good/
2025-03-04
0
Susi Andriani
wuihhh kereen
2024-11-04
0