Happy Reading!
Uhuk-uhuk, baru saja terucap dari bibir Nike - eh, Niko - Keduanya kompak tersedak makanan yang mereka makan. Gibran meminum air mineral yang ada di meja, begitupun dengan Arum. Ingin sekali Arum mengumpat arah Nike yang dengan polosnya duduk di depannya dengan muka tanpa dosanya.
"Sialan, huk-huk-huk," batuk Arum.
Gibran langsung memberikan minum pada Arum yang masih terbatuk-batuk itu.
"Kenapa sih lo ngagetin aja? Kalau gue sama Arum sampai kenapa-napa gimana?" tanya Gibran dengan muka kesalnya.
"Santai dong, gue tadi kan cuma tanya, gak ada niat mau ngagetin lu pada," jawab Nike dengan muka coolnya.
Tak bisa dipungkiri jika wajah Nike versi cowok seperti ini tampannya 3 tingkat di bawah Gibran. Apalagi kulitnya yang putih bersih tanpa noda sedikitpun karena Nike selalu merawatnya. Tak jauh-jauh dari Gibran yang rela menghabiskan uang untuk perawatan dan olahraga. Tentu saja, ia juga ikut, jadi tak ayal jika mereka berdua adalah pasangan yang kulitnya sangat mulus.
Tak lama Tukang Sate itu mengantarkan satu porsi pesanan Arum tadi.
"Lontongnya mana, Mas? Masa iya pakai lontongnya Bapak?" ucap Nike dengan random.
Sontak Bapak itu langsung menutup area pribadinya hingga membuat Arum tertawa pelan. Kemudian Bapak itu langsung mengambil lontong dan memotongnya.
"Udah, Mas, jangan potong lontong saya," ucap Bapak itu dengan takut.
"Hahahaha," tawa Arum dan Gibran meledak.
Nike hanya mengangguk dan menatap dua orang yang ada di depannya ini. "Napa sih kalian, ada yang lucu?" tanya Nike menikmati lontong dan sate itu.
"Lucu banget," jawab keduanya bareng, membuat Arum dan Gibran meledakkan tawanya.
"Terserah deh ah, gue gak mau gila gara-gara kalian," ucap Nike dengan santainya hingga membuat Arum dan Gibran mencoba untuk menahan tawanya.
"Oh ya cantik, udah lihat belum lontong cowok lu? Gede ya pasti?" tanya Nike tanpa dosanya.
Gibran yang hendak memakan sate itu langsung menghentikan tangannya kemudian menatap area pribadinya yang tertutup.
"Pertanyaan lu gak mutu banget. Lagian, Gibran mana pernah buka-bukaan sama gue," jawab Arum yang kini mungkin sudah 11-12 dengan Nike alias Niko.
"Loh yang kemarin itu apa? Aku udah perlihatkan, loh, perut aku yang mirip roti sobek. Walau belum genap delapan tapi ini udah bagus banget."
"WHAT? Kalian udah-na'na-ninu, wah-wah Tante sama Om harus tahu kalau anak-anak mereka sudah gak suci," ucap Nike dengan senyum tipis.
Sebuah rencana sudah terpikir di otak Nike hingga membuat kedua orang ini menggelengkan kepalanya.
"Gue belum unboxing Arum ya, asal lu tahu. Gue cuma perlihatin perut gue yang sudah terbentuk dengan bagus," jawab Gibran yang membuat Nike mendesah kecewa karena ia tak bisa memborong dua anak konglomerat ini.
"Yah, gagal, gue dapat duit," ucap Nike dengan sok-sedih. Kemudian kembali memakan sate yang sangat menggoda imannya itu.
Mereka bertiga menghabiskan sate yang ada di piring masing-masing hingga ludes tak tersisa. Karena memang seenak itu sate disana. Bahkan Nike yang sangat menjaga berat badannya langsung minta tambah.
"Yank," panggil Gibran saat Nike sedang menunggu satenya matang.
"Hmm."
"Mau lihat lontong aku gak? Perdana loh, cuma kamu yang aku kasih tahu," ucap Gibran dengan jahil.
Arum yang mendengar itu langsung melebarkan matanya, kemudian ia langsung menggeplak tangan kekar sang kekasih. (Loh, kok kekasih? Bukannya udah mantan? Dasar emang, masih cinta bilang aja.)
"Sembarangan, aku gak mau," kata Arum dengan wajah memerah.
Masih terekam jelas bagaimana bentuk perut Gibran yang sangat menawan itu. Membayangkan saja sudah membuat tangannya bergetar ingin menyentuh perut Gibran.
"Aduh, pikiran sialan emang," batin Arum menepuk kepalanya dengan pelan.
"Ayolah, yank, kalau kamu mau pegang juga aku gak larang kok. Tapi aku juga mau ketemu apem biar imbang," ucap Gibran dengan muka tanpa dosa.
Ingin sekali Arum menyumpal mulut kekasihnya ini dengan sandal jepit milik kakaknya. Agar Gibran bisa berhenti menggoda dengan mengatakan lontong dan apem, mendengarnya saja sudah membuatnya geli. Bagaimana nanti bentuk lontong itu? Apakah seperti lontong yang ada di gerobak Pak Sate itu?
"Diam kamu, gak bisa," gumam Arum.
"Gak bisa sayang," jawab Gibran dengan sengaja dibuat mendesis. Kemudian Gibran menuntun tangan Arum agar menyentuh aset berharganya.
Deg-deg-deg, jantung baru mulai tak bisa diajak berteman. Gadis itu bisa merasakan tonjolan yang ada di balik celana itu. Dengan cepat, Arum menarik tangannya dari sana kemudian mengganti posisi duduknya di tempat Nike tadi.
Namun, sepertinya Gibran tak kehabisan akal dengan hal itu; laki-laki itu menyentuh paha Arum yang terekspos karena hanya menggunakan rok sekolah.
"Gibran, ih!" protes Arum.
"Aku kesel loh, setiap kamu panggil aku dengan nama," ucap Gibran dengan jahilnya malah mengelus lembut paha Arum.
"Terus, kamu mau dipanggil apa?" tanya Arum menahan tangan Gibran.
"Kamu panggil Ayang kayak biasanya. Aku gak mau kamu panggil aku dengan nama," ucapnya dengan manja.
"Huh, iya-iya, aku panggil kamu Ayang. Tapi jangan nakal gini tangannya," ucap Arum dan dianggukkan oleh Gibran.
Setelah itu, Arum dan Gibran memutuskan untuk pulang duluan, biar nanti Nike menyusul. Sempat Nike tak terima, tapi akhirnya, karena mereka berbeda kendaraan, Nike akhirnya setuju - lagipula, sate yang ia pesan baru saja jadi.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments