Happy reading
Hari ini Arum izin pada gurunya karena ia masih sedikit pusing. Begitupun dengan Gibran yang masih di rawat di rumah sakit bersama Arum.
"Sayang."
"Sayang."
"Sayang ih, jawab dong."
Kini di kamar rawat hanya tinggal Arum dan Gibran saja. Setalah kedua orang tua mereka pulang. Apalagi para papa juga harus ke kantor.
Hingga mau tak mau Arum harus bersama dengan Gibran.
"Stop panggil aku sayang. Kita udah putus tahu gak sih!" ucap Arum yang mulai jengah dengan Gibran yang selalu memancing emosinya.
"Aku gak mau putus. Aku tetap pacar kamu, dan kamu tetap pacar aku," ucap Gibran dengan kekeuh. Ia secara tegas menolak ucapan putus dari Arum.
"Terserah."
Arum yang sedang berada di sofa seraya bermain ponsel itu terkejut saat mendapati Gibran yang sudah berada di sofa dan meletakkan kepalanya di paha Arum.
"Minggir deh, gue risih tahu."
"Gak mau maunya gini aja."
Inilah kelemahan Arum, gadis itu tak bisa menolak jika Gibran sudah seperti ini. Dan Gibran mengetahui kelemahan Arum. Maka dari itu laki laki ini bersikap manja seperti ini.
"Jangan marah, kan aku udah jelasin."
Gibran meraih jemari Arum yang tadi memencet layar ponsel. Hingga Arum hanya bisa menghela nafasnya panjang, kemudian menatap dalam mata Gibran.
"Aku memang udah gak marah sama kamu, tapi aku kecewa Gibran. Kamu tahukan aku gak suka dibohongi," ucap Arum dengan intens mampu membuat Gibran merasakan kekecewaan dalam mata Arum.
"Aku tahu aku minta maaf, maaf, maaf."
Gibran tak bisa terus menatap mata Arum, laki laki itu memilih untuk menatap jemari tangan Arum yang sangat lentik dan juga ada cincin yang dulu ia beli untuk Arum.
Cups
Gibran mencium tangan Arum dengan lembut, bahkan Arum bisa merasakan jika bibir Gibran masih sedikit panas.
"Huhh aku gak tahu, hubungan kita masih bisa berlanjut apa enggak. Aku bingung, aku terlalu kecewa walau kamu sudah menjelaskan semuanya padaku," ucap Arum membiarkan apa yang dilakukan Gibran pada jari harinya.
"Mungkin ini cara Tuhan agar kita bisa introspeksi diri masing masing. Mungkin kita memang tidak cocok jika bersama," ucap Arum yang membuat Gibran tanpa sadar menggenggam erat tangan itu.
"Ssstt."
"Kamu hanya butuh waktu untuk menenangkan diri kan. Oke aku kasih kamu waktu 1 Minggu, setelah itu kita kembali seperti semula hmm," jawab Gibran yang mencoba untuk tidak terbawa emosi. Sungguh untuk saat ini ia harus banyak sabar dan belajar menahan emosi.
Arum hanya diam, kemudian mereka saling diam. Tapi tidak dengan pergerakan Gibran yang kadang menyingkap baju bagian bawah Arum kemudian meletakkan wajahnya disana.
Arum pun terus menutup perutnya karena ia kegelian akan apa yang dilakukan oleh Gibran.
"Nanti anak anak kita akan ada disini yank. Jadi gak sabar nunggu kamu hamil dan perut kamu ini mirip bola, pasti makin gemes," ucap Gibran berbicara dengan riangnya seolah kejadian tadi tidak ada.
"Emang kamu pikir aku apa, pake ngatain perut aku nanti kayak bola," ucap Arum dengan sarkas. Bahkan kini ia lebih berani untuk menggeplak tangan Gibran yang sedang mengelus perutnya.
"Hehehe maaf sayang. Kan memang nanti bakal hamil anak aku. Jadi aku cuma mau nyapa tempat tinggal anakku nanti selama 9 bulan," ucap Gibran tanpa beban kembali menyingkap baju bagian bawah Arum.
"Minggir, aku mau ke kantin beli makan," ucap Arum mengangkat kepala Gibran kemudian mengambil bantal dan meletakkannya di bawah kepala laki laki itu.
"Ikut," rengek Gibran saat Arum ingin meninggalkan ruang rawat.
"Ck, kamu masih sakit. Nanti aku belikan mie ayam kalau kamu mau. Jangan sampai capek dan kamu sakit lagi," larang Arum dengan garang. Bahkan Arum tak segan menatap tajam Gibran yang ingin turu dari sofa.
Akhirnya Gibran pasrah karena takut akan tatapan tajam Arum. Percayalah kalian para reader jika Arum sudah mengeluarkan tatapan tajamnya, Gibran yang sangat kuat pun bisa langsung tunduk karena memang semenakutkan itu. Walau Arum selalu menjaga ucapan dan perbuatannya. Tapi jangan sekali kali usik wanita ini.
Entah apa yang nanti akan di berikan oleh Lidia karena sudah mengusik hidup dan hubungan Arum.
"Ya sudah, tapi aku pesan yang pedas," jawab Gibran dan dianggukkan oleh Arum.
Perempuan itu keluar dari ruang rawat itu membawa uang di belakang ponselnya. Arum menelusuri lorong rumah sakit menuju kantin yang sebenarnya ia tak tahu letaknya dimana.
Karena ia sudah mulai lelah berjalan tanpa tahu dimana letak kantinnya. Arum memutuskan untuk bertanya pada anak yang sedang berjalan seorang diri di sana. Anak itu masih memakai baju pasien sama seperti dirinya.
"Adek mau kemana?" tanya Arum mencoba ramah.
"Gak tahu, aku gak mau di operasi."
"Emang Adek sakit apa sampai harus dioperasi hmm?" tanya Arum pada anak laki laki yang ia perkirakan sekitar 6 tahunan itu.
"Kangker otak."
"Emm adek sering sakit kan karena penyakit ini?" tanya Arum dengan lembut dan dijawab anggukan oleh anak itu.
"Mau ikut kakak ke kantin? Daritadi kakak cari cari gak ketemu," ajak Arum pada anak laki laki itu.
Dengan senyum yang mengembang anak laki laki itu menunjukkan jalan menuju kantin. Mereka berdua saling bergandengan tangan menuju kantin.
Sampailah mereka di kantin, Arum memesan bubur begitupun dengan anak laki laki itu. Tentu dengan porsi yang sedikit.
"Oh ya nama kakak, Arum. Kalau nama kamu siapa ganteng?" tanya Arum pada laki laki itu.
"Rendy," jawab anak laki laki itu.
"Kamu mau sembuh gak, Ren? Kamu mau gak buat orang tua kamu bahagia dengan kesembuhan kamu?" tanya Arum pada anak laki laki itu.
"Mau."
"Kalau kamu mau sembuh kamu harus jalani operasi itu. Selalu optimis bahwa kamu bisa sembuh, jangan mikir yang enggak enggak dulu hmmm. Mama sama Papa kamu pasti sedang menghawatirkan kamu saat ini. Kamu gak maukan Mama sama papa kamu sedih?"
"Rendy mau Mama sama Papa bahagia, Rendy mau operasi biar bisa sembuh," tekat Rendy yang selama mendalam semangat baru.
Arum yang melihat itu pun tersenyum, mereka menghabiskan makan mereka kemudian membawa pesanan Gibran.
Arum mengantarkan anak laki laki itu ke ruangan operasi. Orang tua Rendy yang melihat anak mereka kembali itu tersenyum lega karena anaknya kembali.
"Mama Papa, Rendy mau operasi."
Mereka semua terkejut mendengar itu kemudian menatap Arum yang hanya tersenyum.
"Saya pamit ya om, Tante. Rendy kamu semangat ya, jangan mikir yang enggak enggak pokoknya. Optimis kamu pasti sembuh," ucap Arum dan dianggukkan oleh mereka.
"Terima kasih ya, Mbak."
"Sama sama."
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Eka elisa
semngat rebut kmbali hati arum...
2023-06-06
2