Happy reading
Jam pulang sekolah sudah berbunyi bertanda pelajaran sudah selesai. Tak lupa tadinya mengirim pesan pada Gibran jika Ia pulang sedikit telat karena harus mengerjakan hukuman.
Tapi tidak ada jawaban apapun dari Gibran, membuat Arum membiarkannya saja.
"Cantik mau Abang bantuin gak?" tanya Aldo yang memang sengaja menunggu Arum dan Yanti.
"Gak usah, Do. Makasih," ucapnya dengan santai memasukkan buku buku dan alat tulis ke dalam tas.
Yanti yang menunggu Arum di depan kelas itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Yanti aku Aldo adalah lelaki yang baik tapi masalahnya di sini Arum sudah memiliki pacar.
Tidak baik jika Aldo menjadi duri dalam hubungan mereka. Tapi ia bisa apa selain menasehati para temannya itu.
Yanti adalah sosok paling dewasa antara Arum dan Aldo jika mereka bertengkar ataupun saat Aldo sedang memberi perhatian lebih pada Arum.
"Duluan ya, Do," ucap Arum berjalan ke arah Yanti yang menunggunya.
"Yuk, sekalian ngerjain hukuman gue mau bilang soal tadi pagi," ucap Yanti.
Mereka berjalan beriringan menuju lapangan, Arum yang mendapat hukuman membersihkan lapangan itu mulai mengambil peralatan kebersihan di gudang dan mulai membersihkan lapangan.
Yanti yang memang berniat ingin membantu Arum itu mengambil sapu dan menyapu lapangan yang luasnya gak kira kira itu.
"Lu mau bilang apa?" tanya Arum dengan santainya malah meminum es teh di plastik itu.
"Buset deh, orang yang dapat hukuman lu tapi lu pula yang enak enakan minum es teh. Gue juga mau," ucap Yanti merebut teh dalam plastik itu.
Memang tak ada malu malunya dua orang ini, Arum dan Yanti seperti sudah biasa minum dalam satu sedotan. Dan Alhamdulillah mereka baik baik saja, saking eratnya persahabatan mereka.
"Nanti deh gue bilang, kita selesaikan hukuman lu dulu. Keburu sore, nanti malah hujan lagi," ucap Yanti kembali membersihkan lapangan.
Mereka berdua membagi tugas hingga hunian itu cepat selesai. Setalah 1 jam lebih mereka membersihkan lapangan akhirnya keduanya bisa bernafas lega melihat dua kantong plastik besar berwarna hitam yang penuh dengan sampah itu.
"Sebenarnya pekerjaan pak tukang bersih bersih apa sih? Kok banyak banget sampahnya. Capek gue kalau gini," gumam Arum duduk di kursi tunggu anak anak basket.
Tak lama Yanti kembali dari kantin membawa dua minuman dingin untuk mereka. Tentu saja hal itu langsung di ambil oleh Arum, karena kerongkongannya sudah minta di basahi sejak tadi.
"Gibran belum jemput juga?" tanya Yanti pada Arum.
"Belum ada tanda tanda dia datang. Chat dari gue juga belum dia balas. Halah boro boro balas wong dia online aja enggak," jawabnya dengan raut wajah santai. Tanpa Yanti tahu Arum kini sedang menahan kesalnya pada Gibran.
Awas aja kalau cowok itu ingkar janji untuk menjemputnya. Maka bisa dia pastikan Gibran akan menyesal dalam waktu yang lama.
Yanti mendekat ke arah Arum kemudian memeluk ringan bahu Arum.
"Gue harap setelah gue ngasih tahu lu soal ini, lu gak bakal marah dan jangan ambil keputusan dengan emosi," ucap Yanti dan dianggukkan oleh Arum.
"Kan kemarin Gue sama Mama kan mau beli tas buat kado ulang tahun nenek gue yang baru pulang dari luar negeri. Tapi gak sengaja gue lihat Gibran sama cewek di mall."
Degh
Belum selesai Yanti berbicara Arum sudah merasakan sakit yang teramat di dadanya.
"Jam berapa, Yan?" tanya Arum pada Yanti.
"Emm sekitar jam 3 sore kalau gak salah. Wong gue lihat Gibran masih pakai baju yang sama seperti dia jemput lu kok," jawabnya dengan jujur.
"Jam 3. Setalah dua antar gue pulang, Gibran bilang ada urusan keluarga. Mungkin wanita itu keluarganya Gibran," jawab Arum yang masih bisa berpikir positif.
Yanti yang mendengar itu hanya bisa mengangguk. Tapi yang menjadi pikirannya adalah apa keluarga bisa semanja itu sampai harus membayarkan semua belanjaan wanita itu. Yang pasti habisnya lebih dari 20 juta.
"Mungkin iya wanita itu keluarganya Gibran, tapi lebih baik kalau lu tanya langsung sama pacar lu. Daripada lu bertanya tanya terus, dan jadi penyakit," ucap Yanti dengan bijak.
Arum mengangguk, ia tak boleh berprasangka buruk terhadap pacarnya. Walau Gibran nakal dan ugal ugalan tapi Gibran tak mungkin menyelingkuhi dirinya. Apalagi keluarga mereka juga sudah saling kenal dengan baik.
Bahkan Mama Gibran menganggap Arum sudah seperti anaknya sendiri. Apa mungkin Gibran tega membuat Mama dan Papanya sedih?
"Udah jangan terlalu dipikirkan, nanti lu sakit lagi. Gue gak ada duit buat beli makanan kesukaan lu yang aneh aneh itu," ucap Yanti memberikan candaan agar Arum tidak terus terusan kepikiran.
Setalah mereka beristirahat Arum dan Yanti memutuskan untuk berjalan menuju gerbang. Siapa tahu Gibran atau sopir Yanti sudah datang dan menunggu mereka di sana.
"Dia belum datang ya, padahal ini udah telat banget dari yang dia katakan," gumam Arum tak melihat ada mobil atau kedatangan pacarnya disana.
Mereka pulang jam 12 tadi, karena guru guru banyak yang rapat dan memulangkan anak muridnya lebih cepat. Dan Biasanya mereka pulang jam 1 siang. Ia pikir Gibran sudah datang karena ini sudah pukul setengah 2.
Lagi lagi Arum mencoba untuk berpikir positif, mungkin Gibran terjebak macet karena ia membawa mobil.
Hufftt
"Kayaknya Gibran belum datang ya? Mau bareng gue aja. Tuh sulit gue udah nunggu, sekalian pulang bareng aja," ajak Yanti yang tak tega jika melihat Arum harus menunggu Gibran yang entah kapan datangnya.
"Gak usah Yan, gue nunggu Gibran aja. Paling dia kejebak macet," ucap Arum dengan senyum yang dipaksakan.
"Mau gue temenin aja sampai Gibran datang? Gue gak mau sampai lu kenapa napa karena disini sendiri," ucap Yanti dengan khawatir.
Yanti tahu Arum yang tak bisa bela diri, bagaimana jika nanti ada penculik atau perampok. Apalagi Yanti sudah kenal dari orok ni anak.
"Enggak usah, aku tunggu disini aja. Kasihan supir kamu yang nunggu disana," ucap Arum berusaha baik baik saja.
Akhirnya mau tak mau Yanti pulang dulu meninggalkan Arum yang masih menunggu Gibran di post satpam. Sebenarnya Yanti tak tega tapi bagaimana lagi, Arum yang menginginkannya untuk pulang.
Arum menunggu di post satpam seraya bermain ponsel. Bermain saja tidak lebih, gadis itu melihat apakah Gibran akan menjemputnya apa tidak. Kan biasanya seperti itu setiap hari, kalau Gibran tak menjemputnya biasanya ngomong dulu atau mengirimkan pesan padanya.
Pesan yang tadi ia kirim sudah centang dua abu abu tapi belum ada balasan bahkan tak ada centang dua biru.
Anda
Ayang jadi jemput apa enggak?
Setalah mengirim itu centang dua abu abu tapi setelah itu tulisan online itu hilang menjadi terakhir dilihat.
"Kok gak di balas ya," gumam Arum menatap ponselnya.
Tiba tiba langit yang tadinya cerah kini berubah mendung. Suasana yang tadinya hangat kini menjadi dingin karena angin yang terus berhembus.
"Neng gak pulang aja? Kayaknya mau hujan deh neng," ucap Pak satpam yang menemani Arum tadi.
"Masih nunggu jemputan pak. Gak apa apa kasihan kalau nanti dia sampai disini saya udah gak ada," jawab Arum yang sebenarnya sudah hampir menangis.
1 jam.
2 jam.
3 jam berlalu, tadi belum ada tanda tanda Gibran akan menjemputnya. Bahkan ponsel yang tadi menemaninya mati begitu saja karena daya ponselnya habis.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore lebih, hujan yang tadinya hanya gerimis kini menajdi lebat.
"Kenapa kamu berubah sih?" tanya Arum pada Gibran yang entah dimana.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments