Happy reading
Kini semua sudah kembali seperti semula, tapi tidak dengan hati pasangan yang memutuskan untuk introspeksi diri dulu. Gibran juga memberi waktu 1 Minggu untuk Arum menenangkan diri.
Pagi pagi sekali Arum sudah siap dengan seragam sekolahnya. Gadis itu ingin menghindari Gibran, karena biasanya Gibran akan menjemputnya seperti biasa.
"Loh kok udah rapi aja anak Mama, udah mau berangkat? Gak nunggu Gibran dulu?" tanya Mama Tiya yang sedang memasak untuk sarapan.
"Enggak mah, Arum belum bisa hilangin kekecewaan Arum sama Gibran," jawab Arum dengan jujur.
"Menghindar dari masalah juga gak bagus, sayang. Kamu harus siap menghadapi apa yang terjadi dalam hubungan kalian. Setiap hubungan itu tidak ada yang selalu mulus, ada kadang kalanya kita sama sama capek sama keadaan. Bahkan pertengkaran itu juga selalu terjadi," ucap Mama Tiya dengan senyum manisnya memberi pengertian pada sang putri.
"Iya, Arum bakal temuin Gibran kalau udah siap. Sinta berangkat ya ma."
"Gak mau sarapan dulu sayang?" tanya Mama Tiya yang memang sudah menyelesaikan memasaknya di bantu bibi.
"Buat bekal aja, Ma. Buru buru ini," ucap Arum dan dianggukkan oleh sang Mama.
Mama Tiya menyiapkan bekal untuk sang putri, tak lupa juga Mama menambahkan susu kotak di wadah itu hingga membuat Arum hanya menggeleng. Ia sudah besar tapi bekalnya kayak masih SD dulu ada susu kotaknya.
Setelah selesai menyiapkan bekal, Arum meletakkan bekal itu di dalam tasnya. Kemudian gadis itu pamit pada sang ibu untuk berangkat ke sekolah.
Pagi ini Arum berangkat ke sekolah menggunakan mobil yang sebenarnya bukan punya dia tapi milik sang kakak yang ditinggal di rumah.
Arum yang sebenarnya belum punya SIM itu harus ekstra hati-hati jika melihat polisi.
Gadis itu menjalankan mobil berwarna merah itu dengan kecepatan sedang meninggalkan area perumahan itu. Sesekali ia mendengarkan musik di mobil itu dengan senyum seakan beban yang tadinya berat kini sudah hilang begitu saja.
*****
Tin Tin Tin
Gibran yang sudah sampai di depan rumah Arum itu langsung membunyikan klakson motornya. Tak lama Mama Tiya keluar dari rumah menghampiri Gibran.
"Nak Gibran, ayo masuk kita sarapan dulu," ucap Mama Tiya dengan senyum.
"Mau jemput Arum, Ma. Dia belum berangkat kan?" tanya Gibran yang membuat Mama Tiya menggeleng.
"Dia udah pergi 10 menit yang lalu, katanya gak mau ketemu kamu dulu."
"Astaga, dia benar benar marah kalau gini ceritanya," gumam Gibran mengusap wajahnya dengan kasar.
"Masalah kalian belum selesai juga?" tanya Mama ya walau sudah tahu tapi tetap saja ia ingin dengar dari Gibran sendiri.
"Belum, Ma. Arum kalau udah marah, susah buat baiknya," jawab Gibran yang masih berada di atas motor.
"Mama harap hubungan kamu sama Arum bisa berjalan dengan lancar ya. Mama percaya kamu setia sama Arum tapi Mama juga gak bisa membenarkan apa yang sudah kamu lakukan. Tapi Mama harap kamu bisa menyakinkan Arum kalau kamu memang laki laki yang tepat untuk dia," ucap Mama pada Gibran.
Walau bagaimanapun Mama Tiya sudah menganggap Gibran sebagai putranya sendiri. Karena memang Gibran dan Arum sudah sedekat itu. Dan kedua orang tuanya juga sudah saling tahu.
"Iya Ma. Gibran akan membuat kepercayaan Arum kembali pada Gibran," ucapnya dengan sungguh sungguh.
"Ayo masuk dulu, kita sarapan bareng sama Papa Sandi," ajak Mama Tiya pada Gibran.
"Nanti aja Ma, Gibran harus bicara dulu sama Arum. Gibran duluan ya Ma."
"Iya hati hati ya."
Setelah pamit pada mama Tiya Gibran langsung memakai helm full face nya dan menjalankan motor sport itu meninggalkan area rumah milik orang tua Arum.
Mama Tiya pun langsung masuk dan menemani sang suami sarapan. Mama Tiya yang melihat suaminya sedang fokus pada ponsel itu langsung merebut ponsel itu dan duduk dipangkuan Papa Sandi.
"Makan itu makan, Papa sayang jangan main hp terus," ucap Mama Tiya menatap ponsel sang suami yang menunjukkan laman grup WhatsApp.
"Maunya makan kamu, Ma," jawab Papa Sandi mengelus punggung sang istri yang ternyata tak memakai bra.
Tangan Papa Sandi masuk ke dalam baju itu dan meremat sebentar buah da** itu.
"Mulai goda Papa ya, Papa ada meeting jam 10 nanti kalau Mama mau main sebentar juga bisa, ayo," ucap Papa langsung menggendong sang istri ala koala menuju kamar meninggalkan makanan yang sudah tersedia di meja makan.
Tak lupa kecupan kecupan di bibir Mama Tiya selalu di layangkan oleh Papa Sandi. Tak peduli umur mereka yang sudah masuk kepala 4. Yah tahun ini Papa Sandi berusia 45 sedangkan Mama Tiya berusia 43 tahun tapi mereka sudah mempunyai 2 anak dan akan mendapat cucu karena menantu mereka sedang hamil saat ini.
Dan terjadilah adegan maju mundur cantik antara Mama Tiya dan Papa Sandi hingga kedua paruh baya ini sampai puncaknya.
****
Meninggalkan area rumah Arum, Gibran menjalankan motornya menuju sekolah Arum. Ada misi yang harus ia tuntaskan hari ini.
Tapi ia tak sengaja melihat mobil yang biasa digunakan Arum ada di pinggir jalan dengan sebuah motor yang terparkir di sebelahnya. Kemudian tak lama Gibran juga melihat Arum mengikuti laki laki untuk naik ke atas motor itu.
"Sial, siapa laki laki itu?" tanya Gibran dengan gelora cemburu yang menggebu gebu.
Gibran tak bisa terus melihat pemandangan seperti ini. Tapi ia juga tak mau membuat Arum semakin marah padanya.
Saat ingin menghampiri kedua orang itu, Gibran kalah cepat. Motor sport yang hampir mirip miliknya itu sudah melaju dengan kecepatan penuh meninggalkan mobil itu di pinggir jalan.
Dalam perjalanan Gibran terus saja mengumpat menatap punggung sang kekasih yang sedang berboncengan dengan laki laki itu.
Hingga akhirnya mereka sampai di sekolah, Gibran yang melihat kekasihnya turun itu langsung berjalan cepat menuju sang kekasih kemudian menahan tangannya.
Kedatangan Gibran ke sekolah itu membuat banyak desas desus muncul begitu saja disana. Mungkin anak kelas tiga sudah tahu tapi anak anak kelas 10 11 belum ada yang tahu tentang Gibran.
"Sayang."
"Kita udah putus kan," ucap Arum yang tak tahu jika Gibran membuntutinya tadi.
"Enggak, aku gak mau putus. Lagian aku cuma mau bilang, selamat belajar dan jangan jalan lagi sama cowok lain. Aku gak suka," ucap Gibran yang tetap tersenyum.
"Mobil aku mogok, Gibran dan aku juga bareng sama Vito karena memang searah dan dia anak baru," ucap Arum tanpa sadar menjelaskan hal yang baru saja terjadi.
Seakan Arum tak ingin Gibran salah paham, harusnya kan Arum tak perlu menjelaskan apapun.
Mendengar penjelasan Arum tanpa sadar Gibran tersenyum dengan sangat manis. Laki laki itu merasa jika Arum sedang menjelaskan jika ia tak selingkuh mungkin begitu.
"Hmm, oke kalau gitu. Kamu belajar yang rajin ya, nanti siang aku jemput."
"Gak usah aku minta jemput pak Somat aja."
Setalah mengucapkan itu Arum langsung mengajak laki laki yang notabene adalah anak baru sekaligus sahabat SMP Arum dan Yanti.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments