Happy reading
Puk
"Eh."
"Terpesona ya?" tanya Gibran dengan percaya dirinya.
"Biasa aja, tumben ganti warna?" tanya Arum melupakan jika dirinya belum mau berdekatan dengan Gibran.
"Buat kamu sayang, aku mau jadi laki baik baik dengan mengubah lagi rambutku menjadi hitam, emm sebenarnya bukan hitam lebih ke biru tua. Cuma kalau di tempat teduh hitam jadinya," jawab Gibran yang tahu jika mewarnai rambut jadi hitam itu tidak diperbolehkan.
"Jadi kamu gak ikhlas warnai rambut hah?" tanya Arum yang sudah merubah logatnya jadi ketus.
Arum ingin Gibran itu sadar jika mewarnai rambut itu juga ada efeknya, dan juga jika ingin ganti hitam itu harus ikhlas dari hati. Bukan cuma gara gara dirinya.
"Ikhlas kok sayang, udah ya jangan ngambek lagi. Ayo ke kantin, aku udah laper banget. Kangen juga sama Baksonya mang Diman," ajak Gibran yang tak mau Arum kembali marah padanya dan membahas rambutnya yang sudah bagus ini.
Mereka pun akhirnya berjalan beriringan menuju kantin, melewati para siswi yang ada disana menatap mereka dengan iri.
Gibran dan Arum di depan sedangkan Vito dan Yanti di belakang mereka dengan tangan yang saling bergandengan. Tidak ada yang bisa menegur mereka karena Arum dan Yanti adalah kesayangan para guru dan juga kepala sekolah ada paman Arum dari pihak ayah.
"Gimana penampilan aku saat ini? Makin ganteng atau gimana?" tanya Gibran dengan percaya diri.
Bagaimana tidak sejak dari kampus, salon, sampai sekolah Arum ia selalu jadi buah bibir karena ketampanannya. Apalagi rambutnya kini sudah ganti.
"Biasa aja."
Krekk
Pertahanan senyum Gibran runtuh juga, jangan lupakan hatinya juga sedikit retak saat pacarnya sendiri mengatakan penampilannya ini biasa aja.
"Sayang," rengek Gibran yang membuat Arum menahan senyumnya.
"Hmmm."
"Aku ganteng kan?" tanyanya dengan manja.
Kini berubah Vito dan Yanti yang mual mendengar ucapan manja dari Gibran. Secara Gibran itu tinggi, putih, ganteng tak cocok jika harus manja seperti itu.
"Ya."
Senyum Gibran kini kembali muncul kemudian dengan gerakan cepat Gibran mengecup pipi Arum. Hingga membuat gadis itu malu, biasanya Gibran mengecupnya atau menciumnya di rumah tapi kenapa ini malah di tempat umum sih. Banyak yang melihat ke arah mereka kan Arum jadi malu.
"Gibran ih malu," ucap Arum dengan wajah merahnya.
"Santai aja kali Rum. Gue sama Yanti juga udah mulai biasa kalau di luar," ucap Vito yang mendapat hadiah cubitan maut dari Yanti.
"Sembarangan, gue gak kayak gitu ya," ucap Yanti tak terima.
Yanti dan Arum berlalu mendahului para laki laki, jika terus bersama mereka bisa bisa mereka habis menjadi cacian siswa siswa disana.
"Lu yang tadi pagi kan?" tanya Gibran dengan raut wajah yang sudah tak seceria tadi.
Vito yang mendengar itu langsung menatap Gibran, ternyata benar. Laki laki yang notabene adalah pacar Arum itu berbeda dari cowok cowok yang mendekati Arum.
"Hmm."
"Gue minta jangan pernah lagi dekati Arum, karena dia cewek gue," titah Gibran dengan wajah dinginnya tapi Vito tak terkejut lagi dengan aura yang dikeluarkan oleh Gibran.
"Santai aja kali. Gue, Arum sama Yanti itu udah sahabatan dari SMP. Dan Yanti itu pacar gue, sedangkan Arum gue udah anggap dia sebagai adik gue sendiri. Dia anak yang baik, tak sepantasnya lu sakiti dia sampai masuk rumah sakit," ucap Vito dengan santainya.
Gibran terdiam sebentar kemudian kembali menatap laki laki yang katanya sahabat Arum itu.
"Gue gak bisa jauhi Arum gitu aja, karena gue kesini juga buat jagain pacar dan sahabat gue," tambah Vito yang membuat Gibran sedikit tak nyaman. Kenapa menjaga?
"Gue minta maaf, tapi gue janji gak akan ulangi kesalahan gue untuk kedua kalinya," ucap Gibran yang masih mempertahankan wajah datarnya seraya menatap tajam Vito.
"Gue bisa pegang janji lu, karena lu sama Arum juga udah jalan 2 tahun ini. Bukan waktu yang sebentar untuk kalian saling mengenal. Gue cuma mau yang terbaik buat sahabat gue," ucapnya menepuk pundak Gibran seraya berlalu menuju kantin.
Gibran hanya mengangguk dalam diamnya kemudian berjalan menuju kantin. Rasa lapar karena sejak pagi belum makan itu membuat Gibran ingin segera sampai di kantin.
Sesampainya di kantin, Gibran dan Vito mencari keberadaan Arum dan Yanti. Ternyata dua gadis itu berada di pojokan dengan makanan di depan mereka.
Ternyata Arum dan Yanti sudah memesan juga untuk pacar mereka. Hingga saat Vito dan Gibran ada belum sampai kantin, makanan sudah ada di atas meja.
"Sayang bakso aku kayak biasanya kan?" tanya Gibran dan dianggukkan oleh Arum. Gadis itu menuangkan sambal di mangkuk baksonya.
"Iya."
Mungkin sudah menjadi kebiasaan, Arum menuangkan sambal, saos dan kecap ke dalam mangkuk bakso Gibran tanpa sadar. Hingga membuat Gibran tersenyum, kebiasaan kecil yang tak akan hilang begitu saja dari Arum.
Mereka menikmati makanan itu dengan tenang, sesekali Yanti dan Vito saling suap suapan. Mie ayam dan bakso yang di pesan mereka.
"Yank, mau juga disuapin."
"Manja banget sih, tangan kamu kan gak kenapa napa," walaupun ngomel tapi Arum tetap mengambil garpu yang ada di mangkuk itu dan menjadikan bakso itu kecil kecil. Kemudian Arum menyuapkan bakso itu pada Gibran.
"Makasih sayang, jadi gak iri kalau gini."
Para siswa dan siswi yang melihat tingkah dua pasangan itu sedang bermesraan. Banyak yang iri akan hal itu. Tapi juga banyak yang tak suka, contohnya Aldo. Laki laki yang menyukai Arum itu tampak mengepalkan tangannya di bawah meja.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Sri Wahyuni
wah kayaknya Arum bisa memaafkan Gibran 😘😘😘
awas aja gibran kalo sampai kamu menyakiti arum sekali lagi , pasti tiada maaf bagimu 😡😡😡
2023-06-04
2