Bab 14

Aku kesal sekali setelah melihat wajahku selesai dipoles dan ternyata penampilanku seperti wanita murahan. Wanita yang merias pun akhirnya keluar aku merasa lega. Namun, dadaku lebih sesak kala tergantikan oleh pria bertubuh gendut.

"Siapa Anda?!" Tanyaku ketus. Menatap pria berwajah mesum itu, aku baru sadar ternyata aku akan di jadikan pemuas nafsu oleh para pria hidung belang.

"Hahaha... jangan galak-galak cantik, karena kita akan menghabiskan malam bersama." Ujarnya membuat aku jijik.

Pria itu mendekat hendak memegang tanganku. Segera ku tepis kasar, lalu aku mundur. Sebisa mungkin menghindar, lebih baik aku mati saja daripada melayani pria-pria be*j**t seperti ini.

"Hehehe... jangan munafik cantik, kalau kamu bisa memuaskan saya, jangan khawatir, uang tips dari saya pasti banyak," Ujarnya menyebalkan.

Pria itu berhasil menangkap aku, sekuat tenaga aku memberontak. Namun, kepala ini berputar-putar dan akhirnya aku tersungkur. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.

"Mbak, Mbak" Suara wanita terasa menepuk-nepuk pipiku, aku membuka mata mengamati wajah wanita cantik tetapi bukan yang merias tadi.

"Saya tidak di apa-apain sama pria tadi kan Mbak?" Tanyaku sambil merasakan organ bawah tidak terasa apa-apa, itu artinya sampai detik ini aku aman.

"Saya nggak tahu Mbak," Jawab wanita itu.

Aku masih tergeletak di lantai kemudian bangun, ingat pria mesum tadi bergidik ngeri. Aku takut jika sampai nanti balik lagi.

Alhamdulillah... aku tidak merasakan apa-apa selain mataku berkunang-kunang. Aku bersyukur entah bagaimana nasip berikutnya setidaknya Allah masih melindungi aku malam ini.

"Mbak baru saja pingsan, Mbak sakit?" Tanya wanita itu.

"Dek, tolong belikan saya nasi, saya kelaparan," Ucapku lalu merarik tali tas kecil, ambil uang 15 rb hasil berjualan nasi uduk tadi pagi memberikan kepada wanita itu.

"Oh... jadi Mbak Ningrum pingsan karena lapar?" Tanya wanita itu, belum aku jawab ia keluar meninggalkan uang 15 ribu masih tergeletak di lantai.

Tidak lama kemudian, wanita itu kembali membawa nasi bungkus. "Ini, Mbak Ningrum makan dulu." Ia berikan nasi bungkus.

"Ini Dek, uangnya ambil." Kataku mendekatkan uang 10 dan 5 ribu.

"Simpan saja uang Mbak," Wanita itu lalu keluar. Masa bodoh makanan ini sumbernya darimana, yang penting aku bisa makan untuk memulihkan tubuhku.

Aku makan sampai habis, lalu membuang bungkus ke tempat sampah.

"Saya minta ganti rugi, ternyata wanita yang Anda sediakan tadi penyakitan, masa belum di apa-apain sudah pingsan." Suara pria tadi tertangkap telingaku.

"Baik Tuan, kami tidak akan mengecewakan pelanggan saya. Saya ada yang masih segel masuk saja ke kamar atas," Jawab seorang wanita.

Aku menangis sesegukan bagaimana jika tidak bisa keluar dari tempat ini? Aku tidak mau menjadi kupu-kupu malam. Disisa hidupku akan aku gunakan untuk berbuat yang lebih baik.

Segera aku ke kamar mandi membersihkan wajah, hingga muke up tidak ada sisa. Aku segera ganti baju milik Mas Agus yang aku kenakan sore tadi.

Aku hendak tidur, namun pikiran aku kemana-mana. Malam ini aku aman tetapi bagaimana dengan besok. Andai saja aku punya handphone tentu bisa menghubungi Ratri agar minta tolong orang agar membebaskan aku. Kepalaku benar-benar pusing dan akhirnya tidur juga.

Kesokan harinya dengan badan lesu, aku keluar dari kamar berjalan mendekati pintu depan. Siapa tahu nasib baik bersamaku dan bisa keluar dari rumah laknat ini.

Aku menyingkap gorden sedikit tampak di luar penjagaan terlalu ketat. Untuk apa diluar dijaga sampai begitu. Tidak mungkin jika di rumah ini hanya ada aku. Jangan-jangan ada wanita-wanita lain yang mengalami nasib seperti aku.

Sejak kemarin rumah ini sudah bersih, lalu siapa yang membersihkan? Padahal tadi malam terdengar orang ramai sekali. Aku tahu jika pemilik rumah ini adalah Arin tidak mungkin Dia mau bersih-bersih.

Oh iya, aku seketika ingat Arin yang mempunyai bisnis haram ini pasti dia, lalu kemana Mas Agus? Apakah Agus di bawa pulang ke rumah aku lalu Arin dan Jesinta saat ini tinggal di rumah.

Aku mengedarkan pandangan selagi tidak ada orang di rumah ini, lebih baik memasak. Siapa tahu di kulkas ada sesuatu yang bisa aku masak. Bagaimana pun juga aku harus kuat agar bisa melawan orang-orang yang akan mengoyak harga diriku.

Alhamdulillah... telur yang aku beli seminggu yang lalu sebelum pergi masih tersusun di kulkas. Aku membuka tempat beras yang aku beli pun masih utuh. Berarti Arin tidak pernah memasak.

Aku memasak nasi dengan penanak kemudian menggoreng telur bagi aku sudah cukup. Sambil menunggu nasi matang aku berkeliling memeriksa tiap kamar di atas ada tiga kamar. Yakni kamar Arin, Jesinta, dan satu lagi kamar tamu. Aku yakin tiga kamar ini digunakan para pria dan wanita untuk bersenang-bersenang.

Aku masuk ke kamar tamu, ketika tinggal di rumah ini aku selalu membersihkan. Tatapan mataku tertuju ke arah pintu yang menuju ballroom. Aku membuka pintu tersebut siapa tahu ada jalan agar aku bisa keluar.

Aku terkejut ternyata di ballroom ada tangga yang terhubung ke rumah sebelah. Hatiku tergerak untuk menuruni tangga. Aku tidak memikirkan apapun selain mencari jalan agar bisa pulang.

Ternyata rumah ini tidak berbeda dengan rumah Mas Agus. Yakni di lantai atas ada tiga kamar dan di bawah dua kamar.

"Hiks hiks hiks" Terdengar tangis dari salah satu kamar aku berniat mengetuk pintu kamar tersebut.

"Siapa Kamu?!" Bentak pria mungkin yang menjaga rumah ini.

"Tidak-tidak, saya tukang bersih-bersih di kamar sebelah." Cepat-cepat aku pergi menapaki tangga dan mengunci pintu ballroom. Walaupun aku masih penasaran dengan tangisan wanita tadi besok lagi jika sekiranya aman aku akan kembali.

"Darimana kamu?!" Pria bokeng tiba-tiba sudah berada di bawah tangga. Sial benar darimana munculnya pria menjijikan itu.

Aku tidak menjawab melewati dia begitu saja.

"Heh! Di rumah ini sepi, hanya ada kita berdua, marilah kita manfaatkan waktu ini, untuk kita bersenang-senang." Ujarnya sambil maju mendekat. Aku segera berlari ke dapur ambil pisau.

"Anda berani macam-macam, saya tidak segan-segan menancapkan pisau ini ke tubuh Anda!" Ancamku. Pria itupun lantas menjauh ke ruang tamu.

Aku segera membawa pisau ke kamar, lumayan juga dengan pisau ini akan aku gunakan untuk mengancam para pria yang akan berbuat macam-macam. Sial memang jika saja kunci kamar tidak ada yang menyimpan setidaknya aku bisa tenang sedikit, kala sedang tidur.

Malam harinya seperti tadi malam aku di dandani. Kali ini aku tidak takut seperti kemarin. Aku hanya bisa berdoa dan berusaha melawan para pria yang akan menyentuh tubuhku.

Benar saja, kali ini yang datang pria bertubuh kekar. Fostur tubuhnya seperti pak Agus.

"Kamu sudah siap cantik?" Tanya pria itu.

"Tuan, tolong saya, saya bukan wanita penghibur seperti yang Anda kira. Jika saya berada di rumah ini hanya karena korban penculikan." Pintaku memelas.

Pria itu hanya diam menatap aku lekat.

"Saya punya suami Tuan, saya tidak mau mengkhianati suami saya," Tegasku.

"Saya tidak mau tahu, saya sudah membayar kamu mahal, jika kamu mau protes. Protes saja kepada pemilik usaha ini," Pria itu mendekati aku.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

neng ade

neng ade

kasihan mak Ningrum

2024-10-29

1

Nur Hidayah

Nur Hidayah

Mak Ningrum😢

2023-05-27

1

mom mimu

mom mimu

lari makkk... kabur... jangan biarkan pia hidung belang itu menyentuhmu...

2023-05-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!