Luka Hati Mak Ningrum.

Luka Hati Mak Ningrum.

Bab 1

"Siapa kamu?" Tanyaku sedikit meninggi ketika baru pulang dari kota S. Tiba di rumah Emak, yang membuka pintu bukan beliau, melainkan anak remaja. Apa lagi rumah emak berantakan sekali, sepertinya tidak pernah disapu. Pikiranku menjadi tidak tenang bahwa terjadi apa-apa dengan Emak.

Emak orang yang selalu menjaga kebersihan, tidak mungkin jika Emak membiarkan asbak di atas meja sampai penuh dengan puntung rokok, dari luar pun sangat terlihat. Aku menoleh meja di teras tampak berdebu, lantai pun terasa kresil di injak karena aku melepas alas kaki.

"Saya Jesinta, anak pak Agus." Jawab gadis itu. Aku tidak ambil pusing, anak pak Agus berarti anak tiri emak. Wajar jika ia tinggal bersama bapaknya.

"Lalu kemana Mbok Sri?" Tanyaku. Sebelum aku pergi, sengaja mencari ART untuk membantu Emak, tidak mungkin jika beliu masih disini rumah dibiarkan berantakan.

"Oh, Mbok pulang kampung, katanya anaknya sakit." Jawab Jesinta benar atau tidak, entahlah.

"Kamu siapa?" Gadis itu balik bertanya. Kami memang tidak saling mengenal sebab saat Emak dan pak Agus menikah, pak Agus tidak mengundang maupun memperkenalkan anaknya kepada Emak apa lagi aku.

"Aku Gayatri, anak Ningrum, pemilik rumah ini," Jawabku bukan sombong, karena menekan kata, pemilik rumah ini. Namun aku hanya ingin ia tahu bahwa aku pulang ke rumah sendiri, bukan bertamu.

"Lalu kemana Emak?" Tanyaku, seraya masuk ke dalam. Karena gadis itu tidak juga menyuruhku masuk. Padahal aku sudah kangen dengan Emak. Namun begitu masuk, betapa terkejutnya aku, seorang wanita paruh baya keluar dari kamar emak.

Deg

"Kemana Emak?" Aku bertanya untuk yang kedua kali, menoleh gadis yang bernama Jesinta itu. Mengapa kamar emak di tempati wanita lain.

"Emak ikut Ayah yang sedang mengerjakan proyek di luar kota." Jawab gadis itu. Aku percaya saja, karena pak Agus dan emak memang selalu bekerja berdua. Emak bagian memasak sedangkan pak Agus mengawasi tenaga proyek.

"Lalu Anda siapa? Kenapa keluar dari kamar Emak?" Aku masih bertanya wajar saja, tidak mau berpikiran buruk.

"Oh, itu Ibu saya Ratri, karena aku takut sendirian di rumah ini, makanya minta di temani Ibu selama Emak dan Ayah belum kembali. Tetapi karena kamu sudah disini, nanti Ibu aku suruh pulang kok," Jawabnya.

Karena lelah aku tidak menghiraukan wanita paruh baya itu, karena beliau tidak menyapaku. Segera menarik koper menuju kamar yang sudah 6 bulan tidak aku tiduri.

Aku membuka pintu kamar memindai sekeliling, tidak berbeda jauh dengan di bawah tadi. Kamarku acak kadul. Tercium dari aroma parfum seperti parfum yang di pakai Jesinta. Sudah pasti gadis itu tidur di kamarku. Lancang sekali mereka sudah memakai kamarku dan kamar ibu. Mending dirapikan rasanya ingin ngomel.

"Astagfirrullah..." Aku hanya bisa istighfar dari mana aku harus memulai membersihkan rumah ini. Segera aku ke kamar mandi setelah menyalakan lampu. Kamar mandi yang sebelum aku tinggalkan kinclong, kini berlumut jika tidak hati-hati bisa-bisa jatuh terpleset.

Aku kembali ke bawah, tapi tidak menemukan kedua wanita itu, maksud aku ingin mencari sapu. Yang penting aku membersihkan kamar dulu agar bisa merebahkan diri memulihkan tenaga setelah perjalanan.

Aku ingat di belakang rumah dulu biasa Mbok Sri menyimpan sapu. Aku membuka pintu belakang, disisni pun daun-daun kering berserakan entah berapa bulan tidak di sapu. Tampak benda yang ku cari bersandar di tembok rupanya ijuknya tinggal separuh karena rontok.

Lumayan lah, daripada tidak ada, besok baru aku akan membeli sapu, pelan, sabun dan lain sebagainya. Aku kembali ke kamar mulai merapikan kamar, tetapi yang penting menyikat kamar mandi dulu agar tidak licin. Dengan peralatan lidi yang sudah tinggal tunggak lumayan bisa untuk membersihkan lumut.

Terpaksa aku menggunakan sabun mandi cair yang aku ambil dari koper untuk membersihkan lantai dan tembok kamar mandi menggunakan sikat gigi yang sudah tidak terpakai.

Selama tiga puluh menit akhinya kamar mandi lumayan bersih. Aku pindah ke kamar. Di samping ranjang tampak ada dua tumpukan kardus besar-besar, entah apa isinya mungkin barang-barang milik Jesi. Aku tidak menyentuh benda tersebut lanjut tujuan awal membersihkan kamar. Menyapu setelah bersih, membuka lemari pakaian di laci paling bawah biasanya Mbok Sri dulu menyimpan seprai.

Ternyata benar, segera aku ganti seprai, baru lanjut mengepel. Setelah kinclong aku ganti pakaian. Namun bukan ambil dari lemari melainkan, ambil kaos dari koper dan celana pendek.

"Alhamdulilah..." Aku merebahkan tubuhnya di kasur rasanya nyaman sekali. Ah, andai saja ada Emak pasti sudah aku peluk beliu, aku kangen sekali.

Aku tinggal di kota S, mengurus perusahaan milik papa Daniswara, beliau adalah ayah biologis aku. Papa sebenarnya tinggal di Jakarta bersama istri sahnya yang bernama Banuwati.

Singkat cerita Emak Ningrum, korban perkosaaan yang di lakukan papa Daniswara ketika remaja dulu, saat Emak bekerja di rumah beliau sebagai ART. Saat itu papa sedang mabuk. Akhinya Emak mengandung aku. Tetapi aku rasa tidak perlu aku mengingat luka itu.

Ternyata perkosaan itu membuat Emak trauma hingga tidak mau menikah dengan pria manapun. Hingga 8 bulan yang lalu Emak mau dinikahi duda yang bernama Agus.

Sepertinya pria itu baik, makanya aku megijinkan Emak menikah dengan beliu. Selama dua bulan aku tinggal bersama. Saat aku wisuda pun bukan papa Daniswara yang menghadiri undangan, melainkan pak Agus bersama Emak.

Aku senang melihat Emak kembali ceria, makanya aku menerima tawaran papa. Perusahaan papa yang di kota S sudah di serahkan kepadaku.

Selama 3 bulan aku dengan Mak Ningrum selalu komunikasi jarak jauh. Setiap pagi sebelum ke kantor, dan malam ketika pulang kantor aku selalu telepon, mendengar suara nya pun sudah mengobati rasa kangen. Namun tiga bulan terakhir, Emak sulit sekali aku hubungi.

Itulah yang membuat aku tidak tenang, segera ingin ke Jakarta hati aku tergerak ingin bertemu Emak. Toh aku bisa kerja online dari sini. Tetapi ternyata ketika tiba disini, Emak entah kemana.

Nanti aku akan minta nomor handphone pak Agus kepada Jesi, jika memang Emak bersama beliau tentu bisa ngobrol dengan Emak.

Sebaiknya aku tidur sebentar, menjelang dzuhur nanti bangun. Capek juga rasanya, jam 9 pagi aku tiba di bandara Jakarta, perjalanan tidak sampai satu jam sih, dari kota S. Tidak membuang waktu lagi aku segera keluar mencari taksi.

"Taksi" Panggilku sambil melambai. Taksi pun menepi dimana aku menunggu.

"Kemana Neng?" Tanya Supir taksi.

"Perkampungan ××× gang sempit," Jawabku. Tetapi jalanan macet jam 10 baru tiba di gang. Mencari ojek mangkal tidak ada terpaksa aku jalan kaki untuk tiba sampai disini. Toh, sampai di rumah nanti aku akan istirahat. Pikirku, tetapi nyatanya aku justeru beres-beres.

"Allah hu akbar-Allah hu akbar"

Mendengar adzan dzuhur aku segera bangun lumayan tidur 30 menit. Segera aku ambil air wudhu, kemudian membuka lemari hendak mengambil mukena.

Namun, betapa terkejutnya aku, semua pakaian aku tidak ada. Di ganti pakaian orang lain. Siapa lagi jika bukan punya Jesinta. Seketika aku menoleh kardus membuka ikatan rapia. Ternyata kardus itu untuk menyimpan barang-barang aku.

Aku segera ke bawah, akan aku buat perhitungan apa maunya mereka. Dasar benalu!

...BERSAMBUNG....

Terpopuler

Comments

neng ade

neng ade

hadir thor ..

2024-10-29

0

Erina Munir

Erina Munir

wahhh...gawat nih

2024-01-16

0

Vivoy22 Vivo

Vivoy22 Vivo

saya suka judulnya 👍

2023-07-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!