Bab 7

Aku meninggalkan Mas Agus masuk ke dalam kamar ketika nyata-nyata Mas Agus memihak Arin, hatiku sakit sekali. Air bening pun bercucuran. Di luar tadi mungkin aku bisa pura-pura tegar, karena aku tidak ingin terlihat lemah di depan Arin. Namun, sejujurnya hatiku hancur. Pernikahan aku kini sudah di ujung tanduk.

Jika ingat dulu bagaimana bujuk rayu Mas Agus ketika ingin mendapatkan aku sungguh membuat hatiku meleleh. Tetapi semua hanya palsu. Aku hapus air mata ini dengan punggung tangan segera aku ambil koper yang sudah ada bajunya. Selama satu bulan di rumah ini aku sengaja tidak membereskan pakaian ini ke dalam lemari.

"Mau kemana kamu Rum?!" Bentak Mas Agus menghadang langkahku, rupanya menyusulku ke kamar.

"Minggir! Aku mau pulang, tempatku bukan disini. Ini rumah kamu dengan Arin. Aku tidak ingin di sebut benalu oleh Arin. Karena aku masih punya harga diri." Tegasku.

"Kamu berani melawan suami kamu Rum?!" Mas Agus mencengkeram tanganku. Sekuat tenaga aku hempas tanganya.

"Apa Mas bilang?! Suami?!" Aku tersenyum miring.

"Tidak ada suami yang membiarkan istrinya di hina orang lain! Tetapi sang suami hanya menjadi penonton" Aku kembali menangis.

"Tidak ada suami yang membiarkan istrinya menjadi babu. Dan membiarkan harga diri nya di injak-injak oleh orang lain," Aku keluarkan uneg-uneg sambil terus menangis.

"Tidak ada orang yang memperlakukan kamu seperti itu Rum!" Elak Mas Agus, sungguh membuat aku marah hingga sampai puncaknya, padahal baru saja Arin menghinaku habis-habisan, tetapi Mas Agus tidak ada sedikitpun rasa iba kepadaku.

"DIAM... JANGAN MEMOTONG!" Teriakku seperti di hutan, tetapi aku tidak perduli lagi.

"Tidak ada suami yang tega menyakiti istrinya, mengajaknya tinggal satu atap dengan istri pertama."

Aku tunjuk dadanya dengan telunjuk dengan air mataku berderai. Mas Agus kali ini tidak berkutik, entah menyesal atau tidak. Entahlah.

"Sekarang Mas tinggal memilih, pergi bersamaku dan kita hidup selayaknya suami istri seperti dulu. Atau... Mas Agus tetap akan tinggal disini bersama Arin, aku akan mundur."

"Cepat ceraikan aku, jika tidak, aku yang akan menggugat kamu,"

Aku menutup pembicaraan. Menabrak lengan Mas Agus yang menghalangi jalan di depan pintu.

Di luar pintu rupanya Jesinta mendengar pertengkaran kami. Aku berhenti sejenak menatapnya. Hanya dia yang masih menganggap aku di rumah ini. Di balik jiwanya yang angkuh masih ada sedikit kebaikan di hati nya. Aku pun melanjutkan perjalanan tanpa pamit denganya.

"Emaaakk..." Panggil Jesi, menghentikan langkahku.

"Mak jangan pergi." Ucapnya menahan lenganku. Sementara Mas Agus berdiri mematung menatap kami.

"Jesinta... Mak harus pergi Nak. Mak orang susah tempat Emak bukan disini," Ucapku, tidak menoleh lagi. Aku membuka pintu luar menarik koper menuju pintu gerbang.

"Maaakk..." Panggil Jesi rupanya anak itu mengejarku di ikuti Mas Agus.

Aku tersenyum menatap Jesi, lalu beralih menatap pria di sebelahnya hatiku sedih dan kecewa. Lalu membuang wajahku. Nyatanya Mas Agus sudah tidak ada niat menahan aku lagi. Mungkin perasaannya terhadapku sudah hilang.

"Mbak Rum ya?" Tanya ojek baru saja tiba..

"Iya Bang,"

Aku melambaikan tangan kepada Jesi, ketika sudah di atas motor.

Tiba di rumah, aku segera mengunci pintu masuk ke dalam kamar. Tidak ingin di lihat oleh para tetangga dalam keadaan mata bengkak seperti ini.

Walaupun bagaimana aku tidak mau menceritakan kisah hidupku yang banyak sekali drama. Seharian ini waktunya aku habiskan untuk tidur bahkan melewatkan makan siang.

Pagi hari nya, setelah membersihkan rumah aku membuka garasi mengeluarkan motor. Berangkat ke warung pak Waluyo membeli telur dan sayuran untuk stok kulkas.

Alhamdulillah selama menjadi istri Mas Agus, aku selalu ikut bekerja. Hingga tabungan aku lumayan banyak. Walaupun Mas Agus tidak lagi memberi nafkah. Toh, masih bisa mencukupi kebutuhan hidup aku hingga beberapa bulan kedepan sebelum mendapat pekerjaan.

Sebenarnya tidak bekerja pun uang yang di kirim Ratri setiap bulan lebih dari cukup. Namun, aku tidak akan menggunakan uang itu jika tidak terdesak.

"Mbak Ningrum, baru kelihatan. Pasti ikut Pak Agus ke luar kota ya." Kata bu Hendro ketika aku tiba di warung.

"Benar Bu." Jawabku tersenyum. Sudah pasti para tetangga tidak tahu jika kepergianku selama sebulan ke rumah neraka itu. Karena aku sudah biasa jarang di rumah, jadi mereka tahunya aku bekerja sama Mas Agus.

"Mbak Ningrum kok kurusan sih?" Bu Hendro memandangi tubuhku dari atas sampai bawah.

"Hehehe... iya Bu Hendro, pekerjaan kemarin cukup menguras tenaga." Jawabku, tidak seluruhnya berbohong. Karena membebersikan rumah Mas Agus sangat melelahkan.

Mengingat Mas Agus, pagi ini sudah sarapan belum ya. Walaupun sudah disakiti, aku tentu masih memikirkan. Biar bagaimana Mas Agus tetap suamiku. Sungguh tidak dibenarkan juga sebenarnya aku meninggalkan dia begitu saja. Tetapi apa salah jika aku menghindar ketika suamiku menyakiti hatiku.

"Mbak Ningrum sudah selesai belum?" Bu Hendro mendekati aku sambil membawa belanjaan.

"Tinggal di hitung Bu, tunggu ya, nanti kita pulang bareng saja." Aku menawarkan.

"Tapi apa nggak repot Mbak?" Bu Hendro tampak ragu-ragu. Mungkin ia pikir bawaan aku banyak.

"Nggak apa-apa Bu, tunggu sebentar," Jawabku meyakinkan.

Aku segera melanjutkan memilih sayuran, setelah dihitung kemudian mengajak bu Hendro berboncengan pulang.

"Mbak Rum kapan berangkat lagi?" Tanya Bu Hendro ketika kami sudah tiba di depan rumah.

"kayaknya lama Bu, soalnya Mas Agus kerjanya jauh. Malah saya mau mencari pekerjaan disini dulu," Kilahku.

"Daripada Mbak Ningrum mencari kerja, mendingan jualan sarapan pagi. Mbak Rum kan masakannya enak. Lagian di gang kita ini belum ada yang jualan sarapan loh." Saran bu Hendro.

"Benar juga ya Bu," Aku tersenyum, menatap bu Hendro hingga masuk ke rumah.

Aku pikir bagus juga saran bu Hendro. Kenapa juga aku tidak jualan lontong sayur, nasi uduk, dan juga gorengan. Lagian para tetangga aku jarang yang jajan keluar. Apa lagi warung pak Waluyo selalu ramai dan rata-rata pembelinya lewat di depanku.

Tiga hari kemudian, aku bangun lebih pagi dari biasanya. Memasak sarapan pagi seperti yang sudah aku rencanakan. Aku memasak tidak terlalu banyak dulu. Tahab coba-coba, jika besok laris baru menambah masakan lagi.

Setelah matang aku meletakkan meja di pinggir gang. Kebetulan di tempat ini sudah ada pagar yang biasa untuk nongkrong. Tidak perlu repot mencari kursi. Tidak lupa aku menyediakan kopi seduh dan teh manis untuk teman gorengan.

Aku berniat ambil handphone untuk pasang status promosi di wa agar para tetangga mengetahui jika aku sudah jualan. Tetapi aku baru ingat bahwa hp aku sudah pecah seminggu yang lalu.

"Mbak Ningrum sudah mulai jualan ya?" Bu Hendro menghampiri.

"Sudah Bu, silahkan di cicipi," Ucapku.

"Kalau gitu saya mau lontong sayur nya empat bungkus ya Mbak." Ucap bu Hendro membuka penutup sayur yang masih ngebul.

Aku segera menyiapkan empat bungkus. "Ini Bu, yang satu bungkus bonus, karena Ibu pelanggan pertama," Kataku.

"Terimakasih Mbak Rum, saya promosikan ke tetangga ya," Kata bu Hendro kemudian mengetik di hp.

"Oh gitu ya, terimakasih Bu. Hp saya lagi rusak jadi belum bisa promosi," Aku beralasan. Jika sudah ada waktu senggang aku akan membeli handphone agar aku bisa komunikasi dengan putriku. Sudah seminggu ini kami tidak lagi berkomunikasi.

Alhamdulillah, benar saja, hanya dalam waktu satu jam dagangan aku langsung habis.

Dut dut dut.

Aku menatap kedepan kala dua motor berhenti di depanku. Betapa terkejutnya aku ketika melihat siapa yang datang.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

neng ade

neng ade

Alhamdulillah udah bisa jualan .. fokus aja sekarang mah sm kehidupan sendiri dulu ga usah mikirin si Agus .. eh .. tapi siapa tuh tang datang .. pasti Agus dan Jessi

2024-10-29

1

himawatidewi satyawira

himawatidewi satyawira

syukurlah udh sampe di rmh

2024-09-18

1

himawatidewi satyawira

himawatidewi satyawira

lambemu guuus pengen tak kruwes ma cabe

2024-09-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!