Setelah adzan maghrib, di rumah Mas Agus sangat mencekam. Jesinta anak tiriku sejak pagi tidak pernah keluar dari kamar. Wanita paruh baya itupun entah sedang melakukan apa di dalam kamar. Mungin sedang mencukur alis, atau mewarnai rambut, dan kuku, aku tidak tahu.
Jika kami bisa berkumpul alangkah baiknya melaksakan shalat berjamaah. Tetapi sepertinya untuk melakukan semua itu di rumah ini hanya mimpi.
Sementara Mas Agus jika biasanya jam 5 sore sudah datang, tetapi kini belum terlihat batang hidungnya.
Lebih baik aku ambil air wudhu shalat magrib sendiri. Hanya kepada sang pencipta aku mengadu dan memohon agar rumah tangga aku baik-baik saja.
"Pembantu..." Lagi-lagi wanita itu memanggil aku berteriak-teriak. Padahal aku belum selesai berdoa. Tanpa membuka mukena dulu aku segera keluar dari kamar.
"Kenapa kamu memakai pakaian seperti itu?!" Tanya wanita itu menatapku tidak suka. Ketika aku sudah menghampiri dan bertanya mengapa memanggilku.
"Baru selesai shalat, tapi Nyonya memanggil saya terlalu keras, jadi saya terburu-buru." Jawabku menyindir. Biar saja aku memanggil nyonya. Toh, hanya panggilan tidak ada salahnya.
Wanita itu melengos kesal. Kini Dia sudah mengganti pakaian bukan yang ia pakai sore tadi. Atasan yang hanya menutup buah jambu, rok mini se lutut, sepatu hig heel menyempurnakan penampilan nya. Tidak heran jika Mas Agus memilih wanita ini. Belum lagi aroma parfum mahal memenuhi indra penciuman aku.
"Buka garasi, sama pagar! saya mau berangkat kerja!" Perintah nya sambil melenggang ke teras rumah.
Tidak aku jawab. Toh, tidak ada gunanya juga, bisa-bisa justeru aku di damprat.
"Jam tujuh nanti suruh Jesinta makan, jangan biarkan dia kelaparan," Ujarnya sinis, kemudian menjalankan mobil mewahnya.
Aneh sekali wanita itu, mengapa bukan dirinya sendiri yang menyuruh anaknya makan. Lagi pula kerja apa malam-malam begini dengan pakaian seperti itu pula. Ah masa bodoh, untuk apa aku memikirkan dia.
Aku melipat mukena menyimpan di kamar, kemudian duduk di teras menunggu Mas Agus tiba.
Benar saja, selama sepuluh menit aku menunggu suara motor Mas Agus terdengar. Awalnya aku akan membuka pagar, tetapi Mas Agus sudah membukanya sendiri.
"Tumben sampai malam Mas?" Tanyaku ketika Mas Agus mendorong motor. Namun bukan ia letakan di garasi melainkan di halaman. Aneh jika dipikir, wanita tadi menggunakan mobil mewah. Sementara Mas Agus hanya menggunakan motor yang sudah keluaran lama.
"Macet Rum." Jawabnya singkat. Seraya menggerakkan leher ke kanan ke kiri dan berbunyi krutuk-krutuk.
"Dimasakin air Mas," Tanyaku perhatikan, agar Mas Agus mandi dengan air hangat. Ketika kami masuk bersama Mas Agus tampak lelah. Mandi dengan air hangat tentu melancarkan peredaran darah.
"Tidak usah Rum, sudah gerah begini, kalau mandi air hangat setelah mandi nanti gerah lagi." Sahutnya.
Tadi siang Jesinta makan tidak Rum?"
"Tidak mau keluar Mas, padahal sudah aku ketuk-ketuk pintunya."
"Lain kali di bujuk ya Rum, pastikan anak itu makan sehari tiga kali,"
Mendengar perintah Mas Agus mengapa aku menjadi kesal. Memang Jesinta anak tk yang harus diberi perhatian khusus.
"Ya sudah... Mas mandi dulu. Aku siapkan makan malam." Jawabku mengalihkan. Tidak mau membahas anaknya. Bukannya aku tidak sayang karena Jesinta anak tiriku. Tetapi Jesi bukan anak kecil yang harus di suapi.
Aku meninggalakan Mas Agus menghangatkan sop ayam yang sudah keburu dingin lagi.
Tok tok tok.
Selesai menghangatkan sup, aku ke lantai atas mengetuk kamar Jesi. Rupanya ia sudah tahu jika aku akan menyuruhnya makan. Tanpa memperdulikan keberadaanku, Jesi berjalan mendahului aku.
Aku hanya menarik napas panjang, di rumah ini serasa di kucilkan. Tetepi masa bodoh jika bukan Mas Agus yang menyakiti aku tidak akan perduli.
Tiba di meja makan, Mas Agus sudah menunggu tampak berbincang-bincang dengan putri nya. Tetapi begitu aku tiba kedua manusia berbeda usia itu langsung diam.
Aku meladeni Mas Agus seperti biasa, jika aku memasak sop. Sop khusus untuk Mas Agus, di tuang ke dalam mangkuk terpisah.
Selesai makan, masing-masing ke kamar. Sementara aku membereskan meja makan dan mencuci piring. Hingga rapi semua baru kemudian menyusul Mas Agus ke kamar. Ternyata Mas Agus sudah tiduran di kasur.
"Shalat isya dulu Mas, jangan ketiduran," Ucapku.
"Biar turun dulu nasinya," Jawabnya, seraya terpejam. Satu tangan ia letakkan di dahi.
Sementara aku memilih duduk di pinggir ranjang. Jika perut kenyang langsung tidur asam lambung aku suka naik.
Di dalam kamar kami saling diam hingga 10 menit kemudian, aku menarik napas berat. Menata hatiku sebelum bertanya tentang siapa wanita tadi. Namun rasanya lidahku kelu.
"Mas"
"Heemm..."
"Mulai besok, aku ikut bekerja lagi ya," Pintaku. Sebelum membahas wanita tadi aku ingin ikut kerja. Dengan begitu aku tidak akan bertemu wanita itu ketika siang hari.
"Jangan aneh-aneh deh!" Jawabnya ketus.
"Kok aneh sih, aku bekerja sama kamu bukan yang pertama kali kok, terus kenapa Mas sekarang jadi marah-marah!" Aku pun tersulut emosi.
"Bukan begitu Rum, aku mau kamu lebih baik mengurus rumah. Mulai sekarang aku yang cari duit. Tolong dekati Jesinta ajak ngobrol, dia itu kesepian."
"Lalu siapa wanita yang berada di rumah ini, selain Jesinta Mas?" Pancingku.
"Arin maksudnya?" Tanya Mas Agus, kali ini menatapku. Pergelangan tangan pun sudah ia turunkan
"Nggak tahu siapa namanya, yang ingin aku tahu, apa hubungannya sama Mas Agus?" Cecarku.
"Dia itu mantan istri aku Rum, namanya Arinta." Jawabnya enteng. Seketika aku mendelik gusar.
"Mantan istri?! Terus... kenapa kalian masih tinggal satu rumah Mas?!" Ketus aku.
"Lalu salahnya dimana Rum? Aku hanya ingin anakku Jesinta tidak kurang kasih sayang, apa salah?!" Hardik Mas Agus, menatapku tajam dan emosi.
"Okay! Tidak ada masalah bagimu Mas! Tetapi aku tidak mau tinggal disini bersama mantan istri kamu! Aku mau pulang!" Sarkas ku tidak mau kalah.
Malam ini aku bertengkar hebat. Mengapa Mas Agus harus mengajakku tinggal di rumah ini. Padahal masih ada mantan istri. Entah benar mantan istri atau mereka masih sah hubungan suami istri hanya mereka yang tahu.
"Saat ini kamu istriku Rum! Kamu harus menurut apa aturanku!"
BRAK!
Mas Agus membanting pintu lalu keluar dari kamar. Aku menangis kencang, masa bodoh ada yang mendengar. Hanya dengan menangis mungkin bisa sedikit mengurangi rasa sakit hatiku ini.
Mana ada mantan istri tinggal satu rumah. Apa Mas Agus sama sekali tidak punya perasaan. Dasar laki-laki egois tidak bisa menjaga perasaan aku.
"Krring... krinng.."
Handphone aku berdering setelah ku lihat adalah Ratri putriku . Andai kami tidak berjauhan, mungkin nasip aku tidak seperti ini.
Segera aku hapus air mata ku, lalu mengangkat telepon. Seperti hari-hari sebelumya, Gayatri menanyakan tentang kesehatan aku.
"Mak kenapa, kok suaranya serak?" Tanya Gayatri rupanya curiga.
"Tidak apa-apa sayang, Mak baru bangun tidur soalnya," Jawabku berbohong.
"Oh, ya sudah Mak, pasti Mak capek baru pulang kerja." Ratri pun menutup telepon.
Malam semakin larut aku sama sekali tidak bisa tidur. Menunggu Mas Agus belum juga pulang. Entah kemana perginya.
Aku hanya bisa merenung, mengapa pernikahan aku yang begitu manis berubah hanya dengan hitungan hari. Aku kembali menangis hanya bisa mengadu dengan kertas. Menggoreskan tinta yang memenuhi buku saat senang maupun sedih seperti sekarang.
...BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
LENY
DASAR LAKI2 LAKNAT KAMU AGUS
2025-04-08
0
neng ade
belum jelas ada sebenar nya di keluarga Agus
2024-10-29
1
himawatidewi satyawira
wah makhluk mblegedes ini blm pernah disleding
2024-09-18
1