Alhamdulilah baru pertama kali jualan daganganku langsung habis. Allah mempermudah rezeki aku. Aku hendak mengangkat meja dan mengembalikan ketempatnya. Tetapi kedatangan dua ojek berhenti di depan rumah menghentikan kegiatanku.
"Jesi" Sapaku tersenyum menatapnya. Lalu tatapanku beralih ke satu motor lagi, ternyata Arin turun juga dari ojek. Untuk apa Arin datang kemari. Yang membuat aku bingung tau darimana alamat rumahku. Ini pasti Mas Agus yang memberi tahu. Keterlaluan Mas Agus, mengapa bukan dirinya sendiri yang datang justeru memperalat istri dan anaknya.
"Mak" Panggil Jesi. Dia sepertinya ingin memeluk aku tetapi menoleh ke belakang mungkin takut kepada Arin.
"Kamu apa kabar Jesi?"
"Baik Mak"
"Jesi, bukankah kamu tadi ingin ke toilet?" Tanya Arin.
"Oh iya Mak, aku numpang toilet ya"
"Silahkan Jesi" Jawabku. Membiarkan Jesi masuk ke rumah setelah aku beri ancer-cancer kamar mandi. Untung saja kamar mandi sudah aku sikat bersih. Sebenarnya sebelum pindah ke rumah Mas Agus. Aku ada asisten Sriati namanya. Tetapi karena rumah ini kosong, Mbok Sri pulang kampung untuk sementara waktu.
"Rum, kami kesini ingin memberi tahu kamu. Mas Agus kecelakaan." Tutur Arin. Kali ini wanita ini bicara lembut sampai aku kaget jika yang sedang bicara ini adalah Arin.
Prannnkk!!
"Apa? Mas Agus kecelakaan?" Karena terkejut tumpukan piring yang aku pegang jatuh berantakan.
"Iya Rum, saat ini Mas Agus dirawat di ruang ICU." Arin menangis sesegukan. "Motor yang di kendarai ringsek karena tabrakan. Sesaat sebelum pingsan, Mas Agus menyebut-nyebut nama kamu." Arin kembali sesegukan.
"Astagfirrullah..." Air mataku tidak bisa aku tahan, mengapa nasib suamiku begitu tragis. Aku masih mencintai Mas Agus, jika bukan karena Mas Agus menyakiti hati aku. Mungkin saat ini aku masih bersamanya senang maupun susah. Aku hanya bisa berdoa semoga Mas Agus baik-baik saja. Sungguh aku sedih sekali. Mengapa Mas Agus kecelakan setelah kepergian aku.
"Kenapa Mas Agus bisa tabrakan?" Tanyaku, karena selama ini Mas Agus bukan pria ugal-ugalan ketika membawa motor.
"Setelah kamu pergi, Mas Agus selalu murung. Mungkin Dia melamun saat sedang mengendarai motor." Tutur Arin.
"Sekarang, Mas Agus dirawat di rumah sakit mana?" Tanyaku tidak sabar.
"Di rumah sakit xxx" Jawab Arin dengan suara serak.
"Kalau begitu sekarang juga saya mau menjenguk Mas Agus," Aku mengusap air mataku, kemudian memasukan barang-barang ke dapur.
"Saya mau berangkat sekarang, tetapi kenapa Jesi lama sekali di kamar mandi." Aku tidak sabar ingin tahu keadaan Mas Agus.
"Rum, boleh tidak saya beristirahat disini sebentar? Semalaman saya tidak tidur Rum, karena menunggui Mas Agus." Kata Arin memelas, lalu meminjam kunci rumah.
Tanpa curiga aku memberikan kunci rumah kepada Arin. Saat ini yang ada dalam pikiranku hanya Mas Agus.
"Terimakasih Rum, Mas Agus di rawat di ruang ICU nomer satu."
"Ya sudah, saya berangkat dulu." Pamitku. Lalu berpesan agar menitipkan kunci kepada bu Hendro. Memang biasa begitu ketika aku maupun Ratri pergi, kami selalu menitipkan kunci kepada beliau.
Setelah Arin menunjukan alamat rumah sakit. Tanpa buang waktu lagi. Aku pergi tidak membawa apapun selain uang hasil jualan aku pagi ini.
Ratri PoV.
"Emaaaakkkk..."
Ingin rasanya aku menjerit sekencang-kencang nya jika tidak ingin semua tetangga datang ke rumahku. Aku hanya bisa menangis lirih memeluk buku. Ternyata beginilah nasib Emak selama aku tidak ada di rumah. Selama ini Mak Ningrum terluka hatinya dan beliu rasakan sendiri tidak mau berbagi kepadaku maupun Gendis.
Kenapa Emak tidak diijinkan untuk bahagia walau sedikit. Terlebih yang membuat aku bingung, kemana Emak selama dua bulan ini. Inilah tugas aku untuk memecahkan misteri kemana Arin menyuruh Emak pergi ketika itu. Benarkah pak Agus kecelakaan seperti yang Arin katakan.
Ini semua gara-gara pak Agus, jika terjadi apa-apa dengan Emak, aku akan menuntutnya. Dasar pria tidak punya pendirian. Jika dia tidak mau tinggal di rumah ini, seharusnya pak Agus berpikir cerdas mengajak Emak kontrak rumah. Bukan malah mengajak Emak tinggal bersama Arin.
Berarti yang dikatakan Jesi, bahwa Emak kerja bersama pak Agus ke luar kota hanya bohong belaka. Lalu kemana perginya Emak. Apakah benar Emak ke rumah sakit ketika itu, atau Arin hanya menjebak Emak. Aku benar-benar marah, tetapi kepada siapa untuk meluapkan emosi, karena Jesi dan Arin belum juga kembali. Atau memang sengaja mereka lari karena takut kehadiran aku? Awas saja kalian, kalau sampai aku menemukan Emak bukan dengan keadaan baik.
Aku sebaiknya menunda beres-beres dulu, ingin segera mencari Emak yang paling penting. Aku mencatat tanggal di buku Emak, kapan awal pak Agus masuk ke rumah sakit. Jika yang di katakan wanita bernama Arin itu benar. Bahwa pak Agus masuk ke rumah sakit, berarti sudah dua bulan yang lalu kejadian pak Agus kecelakaan. Secara logika tentu beliau sudah sembuh.
Kecuali memang pak Agus koma, lumpuh, atau cedera parah, bisa jadi kemungkinan masih di rumah sakit.
Apa benar Emak selama itu menunggui Pak Agus yang sedang koma. Jika benar, mengapa Emak sama sekali tidak pulang ke rumah ini.
Kepalaku pusing memikirkan keberadaan Emak. Aku ambil handphone segera menghubungi Gendis. Hanya Dia yang bisa aku ajak membahas masalah ini.
"Assalamualaikum..." Jawab Gendis di seberang.
"Waalaikumsalam... kamu apa kabar, Gendis?" Sebelum bicara ke inti aku ngobrol tentang kami. Gendis juga mengabarkan bahwa ia dan keluarga sehat di luar negeri.
"Ndis... ada yang ingin aku bicarakan. Hiks hiks hiks," Belum lanjut bicara aku sudah menangis.
"Ratri, ada apa?" Tanya Gendis terdengar panik dari suaranya.
"Emak hilang Ndis." Kataku. Tidak mampu untuk menjelaskan.
"Hilang bagaimana? Coba ceritakan Ratri, nanti aku akan mengajak Mas Bima pulang ke Indonesia." Cecar Gendis.
Aku menceritakan semua kepada Gendis, ketika tiga bulan ini tidak bisa menghubungi Emak. Menceritakan jika ada dua wanita yang tinggal di rumah Emak. Dan yang terakhir menceritakan ketika aku menemukan buka Emak dan membaca hingga selesai.
"Astagfirrullah... terus Emak kemana Ratri?" Terdengar isak tangis Gendis saudara satu papa lain mama itu aku merasa bersalah, karena sudah membuat dia sedih. Tetapi walaupun bagaimana Gendis juga harus tahu. Kasih sayang Gendis kepada Emak sama besarnya dengan rasa sayangku kepada Emak.
"Maaf Ndis, aku sudah membuat kamu sedih." Ujarku.
"Nggak apa-apa Ratri, sebaiknya kamu temui Papa, sama, Mama, barang kali beliu tahu," Saran Gendis, kemudian menutup pembicaraan.
Aku menyimpulkan jika yang dikatakan Arin dua bulan yang lalu itu tidak benar. Tetapi tidak ada salahnya aku mengecek ke rumah sakit dulu. Apa benar di tangal ini ada pasien tabrakan yang bernama Agus.
Apa sebenarnya yang di rencanakan Arin ketika itu. Dan mengapa pula mereka tinggal di rumah Emak. Apakah mereka jatuh bangkrut sehingga memanfaatkan Emak.
Aku seharusnya tidak boleh berburuk sangka, tetapi semua ini seperti direncanakan oleh Arin.
Aku keluar rumah mengunci pintu, biar saja kedua wanita itu tidak bisa masuk. Aku tidak perduli lagi. Setelah memesan ojek menunggu hanya lima menit ojek pun datang.
Untuk memudahkan pencarian sebaiknya aku ke dealer dulu membeli motor. Jika aku kesana kemari mencari Emak tentu lebih cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
neng ade
ayo selidiki terus Ratri harus bisa ungkap semua yg terjadi sm emak
2024-10-29
1
Rahma AR
semangat
2023-06-11
0
🤗🤗
seru bun
2023-05-26
0