Malam tergantikan pagi dalam keadaan sakit kepala hebat mungkin karena semalaman tidak tidur, aku memaksakan diri untuk ke dapur.
Tiba di dapur hanya bisa terpaku di depan wastafel, menatap cucian piring yang sudah menumpuk entah kapan penghuni rumah ini memakainya. Padahal sebelum ke kamar tadi malam wastavel ini sudah dalam keadaan bersih.
"Astagfirrullah..." Setelah mengucap istighfar perasaan ini sedikit lega kemudian aku mencuci piring.
Selesai mencuci piring aku ambil air hangat dari dispenser. Melungguhkan bokong di kursi meja makan, kemudian meminum sedikit demi sedikit.
Tak tak tak.
Terdengar langkah kaki menuruni tangga aku menoleh. Ternyata Arin orangnya. Sambil membopong setumpuk pakaian.
"Heh! Enak sekali kamu duduk di kursi meja makan! Bukan disitu tempat kamu!" Hardik Arin.
"Memang seharusnnya yang pantas saya duduki di rumah ini dimana Nyonya?" Tanyaku, seperti orang bodoh. Namun aku sama sekali tidak berdiri.
"Heemm... enak saja kamu! Sekarang belum waktunya kamu duduk. Tugas kamu masih banyak. Bahkan belum satupun yang kamu kerjakan!" Ketusnya.
"Oh iya, mungkin Mas Agus belum memberi tahu apa tugas kamu sebagai ART. Sekarang saya yang akan memberi kamu tugas. Yang pertama-tama kamu kerjakan di rumah ini ketika bangun pagi adalah membuat sarapan. Selesai membuat sarapan, membersihkan seluruh rumah, kemudian mencuci pakaian dan ketika sudah kering kamu harus strika." Perintah Arin tidak punya perasaan.
"Nih, baju yang harus kamu cuci, ini baru punya saya. Nanti ambil baju kotor di kamar Jesinta, dan juga di kamar Mas Agus." Perintah Arin kemudian melempar pakaian yang ia bawa ke wajahku.
Glek!
Seketika aku berdiri hingga kursi yang aku duduki bergeser menimbulkan bunyi.
"Tetapi Anda harus tahu, jika saya bukan art seperti yang Anda katakan! Saya istri Mas Agus," Jawabku membela diri. Lalu aku lempar kembali baju kotor ke badanya.
"Hahaha... istri Mas Agus?! Hahaha... mendengar saja saya sudah tertawa geli. Mas Agus tidak akan menikah dengan wanita semacam kamu. Kamu pasti hanya mengaku-ngaku agar mendapat harta dari Mas Agus. Jangan mimpi, Mas Agus tidak berselera dengan wanita macam kamu!" Katanya sinis penuh penghinaan.
Aku lebih baik diam, biar saja Arin puas menghina aku. Aku pun akhirnya melenggang pergi, tidak perduli dengan teriakannya yang memekakkan telinga.
Aku ke kamar, duduk di lantai bersandar ranjang tempat ini favorit aku selama dua hari di rumah ini. Aku menangis sesegukan memeluk lutut. "Ratri anakku... Emak kangen sayang..." Aku bergumam.
Mungkin Ratri kontak batin denganku, nyatanya saat ini juga handphone aku berbunyi. Segera aku angkat sebisa mungkin agar anakku tidak curiga jika aku disini sedang menangis. Aku tidak ingin membuat konsentrasinya mengurus perusahaan yang di amanahkan papanya menurun gara-gara memikirkan aku.
Ini demi masa depanya, semoga anak aku sukses.
"Mak sekarang dimana? Nggak lagi diluar kota kan?" Tanya Ratri.
"Nggak... Pak Agus kebetulan lagi dapat kerjaan di Jakarta sayang." Kali ini aku tidak bohong.
"Oh... Mak pasti lagi bikin sarapan kan," Tebak anakku.
"Iya sayang... Mak lagi masak nasi goreng," Jawabku asal.
"Ya sudah Mak, nanti malam aku telepon lagi ya. Mak sarapan yang bergizi biar sehat," Pesan Ratri sebelum akhirnya memutus sambungan telepon.
Aku tidak ingin begini terus, aku harus kuat dan melawan Arin. Aku tidak mau harga diriku di injak-injak begini.
Ceklak
Pintu di buka itu pasti Mas Agus, terdengar langkahnya aku tidak mau menatapnya. Aku kesal kenapa dia tidak mau menceritakan jika aku ini istri nya kepada Arin.
"Rum... Maaf." Ujarnya berjongkok di depanku, memegang lutut. Aku mendiamkan Mas Agus, lalu beranjak ambil baju di koper yang belum aku bereskan. Lagi pula aku tidak berniat membereskan. Biar saja pakaian ini di koper, jika masih terus begini lebih baik aku nekat pulang, walaupun tanpa Mas Agus.
"Rum, aku tidak bermaksud membentak kamu," Ucapnya mengulangi.
Aku tetap tidak menjawab, kemudian ke kamar mandi meninggalkan dirinya. Biar saja lebih baik mandi agar Mas Agus instrospeksi diri, jika di diamkan itu tidak enak.
Keluar dari kamar mandi Mas Agus sudah selesai mandi. Entah dia mandi dimana karena kamar mandi di rumah ini ada 4.
"Rum, kamu tidak memasak." Ujarnya seenaknya.
"Aku tidak akan mau memasak selama masih tinggal di rumah ini!" Tegasku.
"Sejak kapan kamu menjadi istri pembangkang Rum!" Ucapnya kesal.
"Sejak tinggal di rumah ini. Jika Mas tidak mau pindah ke rumahku. Atau setidaknya mengajak aku pergi dari sini, aku akan melawan. Karena aku mau menikah sama kamu bukan berarti mau menjadi pembantu di rumah ini." Tegasku.
"Apa maksudnya Rum?!" Bentak Mas Agus. rupanya tersinggung dengan ucapan aku.
"Jangan pura-pura tidak tahu Mas, Mas tidak mau cerita dengan istri tuamu, jika aku ini istrimu hinga istri tuamu menyuruh ini itu karena Dia menganggap aku art di rumah ini."
"Sudah aku katakan, Arin bukan lagi istriku dan kamu harus tahu Rum, seburuk-buruknya Arin tidak mungkin seperti itu." Ucapnya membela Arin.
"Terserah, sekarang mau percaya atau tidak itu hak kamu Mas. Aku mau menjadi istri kamu seperti yang sudah kita jalani selama tiga bulan ini. Tetapi hanya ada aku, kamu, jika Mas mau mengajak anak Mas. Aku bersedia menjadi Mak sambung Jesinta. Kita besarkan sama-sama, tapi jika Mas masih ingin tinggal bersama mantan istri kamu. Lebih baik aku minta cerai." Aku memberi penawaran.
"Kamu keras kepala Rum!" Bentak Mas Agus sangat marah kemudian berlalu keluar kamar.
Aku hanya bisa menarik napas berat, sampai kapan aku akan bertahan. Selama menikah dengan Mas Agus, aku belum pernah bertengkar. Tetapi mengapa kini sikapnya berubah menjadi 180 derajat.
"Yur sayuuurr..." Teriak tukang sayur di luar rumah. Saat ini sudah jam tujuh pagi, aku segera membuka pintu kamar, di luar tampak sepi. Kasihan juga Mas Agus tidak aku buatkan sarapan, mungkin saat ini Mas Agus sudah berangkat. Mudah-mudahan aman tidak ada Arin, aku capek bertengkar lagi. Aku segera keluar rumah menghampiri tukang sayur.
"Tunggu Mbak Yu" Panggilku dari dalam pagar.
"Mau cari apa Bu. Daging, Ayam, atau ikan? Sayur nya juga segar-segar," Kata Mbak sayur menunjukkan barang yang ia sebut.
Aku hanya tersenyum lalu membeli sayuran ke sukaan Mas Agus. Mulai sekarang aku tidak mau ambil dari kulkas. Pasti sayuran di kulkas itu milik Arin.
Hari ini aku memasak sederhana saja, sayur bayam, goreng tempe, dan ayam. Tentu aku memikirkan Jesi.
"Jesi... kamu sudah sarapan belum Nak?" Tanyaku lembut, seperti biasa aku menghampiri dia ke kamar. Setelah Jesi membuka pintu ia menggeleng.
Aku merasa lega, dengan menggeleng itu artinya Jesi merespon pertanyaan aku.
"Kita sarapan yuk," Ajakku. Ia tidak menjawab seperti biasa anak itu menuruni tangga lebih dulu. Ketika tiba di meja makan dia makan dengan lahap. Kami makan dalam diam, aku hanya makan sedikit rasanya tidak berselera.
"Kalau Mama lagi marah diamkan saja." Ujarnya tiba-tiba setelah selesai makan ia kembali ke atas. Aku menatap langkahnya, sepertinya Jesi anak baik, tetapi kenapa angkuh sekali.
Selesai sarapan aku membereskan seluruh rumah, selain kamar Arin. Entah wanita itu ada di dalam atau tidak entahlah. Aku juga mencuci pakaian, tetapi hanya pakaianku, Mas Agus, dan Jesi. Tidak perduli dengan pakaian wanita itu.
*********
Hari demi hari percekcokan aku dengan Arin terus terjadi. Tetapi anehnya Mas Agus tidak memihak aku, walaupun tidak juga membela Arin. Kehidupan rumah tanggaku seperti di neraka saja.
Plak!
Puncaknya pagi ini Arin mulai main tangan karena aku selalu menolak perintahnya untuk mencuci pakaian miliknya.
"Jangan kasar" Ucapku berdiri berhadapan.
Ia mengatai aku seperti benalu numpang makan tidak mau modal. Padahal selama satu bulan tinggal di rumah ini untuk keperluanku pakai uang sendiri justeru malah memberi makan Jesi tiap hari. Mas Agus pun sudah tidak mau memberi uang belanja aku lagi.
"Berhenti!" Bentak Mas Agus. Ia sudah mau berangkat kerja.
"Ajari istri kamu ini." Jawab Arin.
Prak!
Arin melempar handphone aku yang tergeletak di atas meja, karena baru saja terima telepon dari Gendis, menanyakan keadaan aku. Aku hanya bisa memandangi handphone yang sudah hancur di lantai.
...Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
neng ade
jahat amat tuh si Aron. lagian kenapa sih ga cerita aja sm Ratri atau Gendis
2024-10-29
0
himawatidewi satyawira
plng aja mak...
2024-09-18
1
mom mimu
gak ngerti sama jalan pikirannya Buna, eh maksudnya pak Agus 😅✌🏻 hadeuhhh bunnn, aku Ki kesel banget ya bacanya , bener2 sukses bejek2 perasaan nih 👍🏻
2023-05-19
1