Bab 4

Aku berkemas hanya membawa sedikit pakaian. Toh, aku pindah tidak jauh dari sini, jika ada kekurangan pakaian tinggal ambil ke rumah.

"Sudah siap?" Tanya Mas Agus. Ia masuk ke dalam kamar, menunggu aku memasukan pakaian ke dalam koper.

"Sudah..." Jawabku.

Mas Agus menarik koper milikku keluar. Aku mengikuti dari belakang, lalu mengunci pintu. Kemudian berhenti sejenak menatap rumahku dari halaman. Entah mengapa kali ini aku rasanya tidak ingin meninggalkan rumah ini. Padahal jika aku keluar kota perasaan aku biasa saja.

"Ningrum... ayo" Ujar Mas Agus, ternyata sudah menunggu di atas motor miliknya.

"Iya Mas." Aku percepat langkahku membonceng motor sementara koperku ia simpan di depan.

Mas Agus melajukan motornya hingga kami tiba di depan rumah berlantai dua dan berpagar tinggi. Rumahnya sama besarnya seperti rumahku. Hanya bedanya, jalanan di depan rumah ini luasnya 3 kali lebih luas dari gang sempit. Sudah pasti, jika dijual nilainya lebih tinggi.

"Rumah siapa Mas?" Tanyaku. Ketika Mas Agus sudah turun dari motor.

"Rumah kita" Jawabnya singkat tanpa menatapku. Ia mendorong pagar menyuruhku masuk lalu menutupnya kembali.

Tiba di dalam pagar, aku memindai sekeliling. Rumah Mas Agus ada garasi juga, tetapi tidak ada mobil nya..

"Ayo masuk." Titahnya, sambil berjalan masih menarik koper.

Teng tong teng tong.

Aku perhatikan Mas Agus memencet bel. Itu artinya di dalam rumah ini ada penghuninya. Lalu siapakah Dia. Anaknya, ART, atau siapa? Hatiku bergemuruh banyak sekali pertanyaan. Namun aku takut mengungkapkan kepada Mas Agus.

Ceklak.

Ternyata anak remaja yang membuka pintu seketika melengos kesal seperti malas menatapku.

"Rum... kenalkan, ini Jesinta anakku." Mas Agus memperkenalkan, ternyata benar gadis ini putrinya.

"Jesi, ayo salim Mak Ningrum." Titah Mas Agus.

Entah hanya perasaan aku saja atau memang benar. Jesi menyalami aku, tetapi tidak ikhlas. Namun aku menyambut uluran tangan Jesi sambil tersenyum.

"Ayo Rum, aku tunjukkan kamar kita." Kata Mas Agus, melanjutkan langkahnya menarik koper menuju kamar di lantai bawah sebelah kiri. Sementara Jesi dengan suara sandalnya yang berisik naik tangga ke lantai atas.

Di dalam kamar aku masih berdiri terasa tidak betah padahal belum tinggal. Walaupùn kamar ini lebih luas dari kamar di rumah aku.

"Rum, baju kamu nanti disusun di lemari ini ya," Titahnya.

"Iya Mas." Jawabku menatap Mas Agus yang sedang ke kamar mandi.

Aku duduk di lantai bersandar ranjang. Kamar ini memang besar, tetapi rasanya tidak mempunyai ruh. Mungkin ini yang membuat perasaan aku sudah tidak nyaman.

Tetapi ya sudahlah, aku seorang istri harus mendampingi suamiku, kemanapun Mas Agus pergi.

Meskipun jika di suruh memlih, lebih betah ketika aku bersama Mas Agus menginap di proyek, walaupun kadang hanya beralas tikar.

"Rum... kok kamu melamun?" Tanya Mas Agus mengejutkan aku.

"Mas, putri Mas Agus sepertinya tidak suka dengan kehadiran aku." Kataku Jujur.

"Tidak... dia pasti suka sama kamu, karena kamu belum mengenalnya." Jawab Mas Agus. Aku tidak lagi menimpali.

Hari ini aku tinggal di rumah Mas Agus menjalani peranku sebagai istri seperti biasanya. Namun baru tinggal di rumah ini sehari suasananya tampak kaku.

Mas Agus yang biasanya senang menggoda aku dengan kekonyolan kini yang ada hanya diam. Dan entah beberapa jam dia di kamar anaknya . Mungkin mereka sedang berbicara antara bapak dan anak. Aku mengerti, tidak bedanya seperti aku dengan Ratri. Hingga ketika makan malam pun kami saling diam. Terlebih anaknya tampak cuek sama sekali tidak menyapaku.

Ke esokan harinya, Mas Agus berkerja seperti biasa. Rasanya aku ingin sekali ikut karena merasa tidak nyaman hanya di rumah bersama anak diriku. Namun Mas Agus melarang.

Sore harinya menjelang Mas Agus pulang, aku menyiapkan makan malam seperti biasa ketika di rumahku.

Tin tin tiiin...

Mendengar klakson mobil di depan pagar, aku mematikan kompor. Mengintip dari jendela siapa gerangan yang datang. Tampak wanita cantik turun dari mobil.

"Jesinta...." Wanita itu berteriak kencang seperti toak. Aku menatap ke lantai atas dimana kamar Jesinta. Tetapi rupanya anak itu tidak ada tanda-tanda keluar kamar.

"Jesinta..." Wanita itu berteriak kembaili. Bagusnya di sekitar rumah ini rata-rata berpagar tinggi mungkin tidak mendengar.

Aku pun akhirnya membuka pintu menemui wanita itu.

"Heh! Kamu budek ya?! Orang teriak-teriak dari tadi kok tidak keluar!" ketus Wanita itu. "Kamu pasti pembantu baru kan?! Kerja yang bagus, jangan seperti ART yang kemarin baru saya pecat karena tidak becus bekerja." Omel wanita itu.

"Mbak ini siapa?" Tanyaku. Jika di perhatikan wanita ini usianya lebih tua di atas aku, mungkin sepantar dengan Mas Agus.

"Saya pemilik rumah ini, jangan panggil saya Mbak, tapi panggil saya Nyonya. Kali ini saya maklumi karena kamu pembantu baru. Wajar jika belum tahu siapa saya." Tuturnya panjang lebar.

Deg

Aku menatap lekat wajah wanita itu terkejut. Bukan karena ia menyebut aku pembantu karena perkerjaan pembantu bukan hal yang buruk. Tetapi yang membuat aku syok adalah ia mengatakan pemilik rumah ini.

Apakah dia istri Mas Agus? Aku bertanya-tanya dalam hati. Tiba-tiba dadaku terasa sesak.

"Kamu kenapa menatap saya seperti itu? Terkesima ya, dengan kecantikan saya?" Tanyanya.

Memang wanita ini sepertinya baru dari salon, aku lihat dari tampilan wajahnya dan tatanan rambut menambah kecantikannya tampak sempurna.

"Cepat buka pagar dan garasi. Saya mau masuk." Perintahnya.

Terpaksa aku melakukan perintahnya, tidak mau berpikiran buruk dulu, entah siapa wanita ini. Nanti akan aku tanyakan kepada Mas Agus.

Setelah aku membuka pagar, dan garasi, wanita itu membawa mobilnya masuk. Lalu aku tutup kembali.

Segera aku kembail ke dapur, melanjutkan memasak.

"Ini buah dicuci, kalau sudah bersih antar ke kamar," Perintahnya tidak ada sopan santun. Minta tolong atau apapun itu. Lagi-lagi aku menuruti perintahnya mencuci buah kemudian mengantarkan ke kamar di lantai atas.

Tok tok tok.

"Masuk, tidak di kunci" Terdengar perintah dari kamar.

Aku membuka pintu. "Ini buahnya Nyonya."

"Taruh di atas meja." Perintahnya, seraya mamatut diri di depan cermin. Rupanya masih belum puas wanita itu mempercantik diri.

Aku letakan buah di atas meja sofa, tanpa menjawab. Keluar kamar pun tanpa permisi. Kepalaku pusing memikirkan bagaimana jika wanita di dalam tadi istri Mas Agus.

Jika memang benar dia Istrinya, lalu untuk apa Mas Agus menikahi aku. Aku menjadi tidak sabar, Mas Agus segera pulang lalu menanyakan siapa wanita itu.

Jika memang masih memiliki istri, mengapa Mas Agus tidak jujur dan mengapa juga menikahi aku. Jika prasangka aku benar, aku memilih mundur saja lebih baik tidak mempunyai suami daripada hidup dimadu.

"Ya Allah... mungkin ini karma atas perbuatan aku dulu.

...Bersambung....

Terpopuler

Comments

LENY

LENY

KELAKUAN JESI PERSIS KAYAK RATRI DULU KASIHAN NINGRUM DIA KAN SDH BERUBAH BAIK DAN BERTOBAT

2025-04-08

0

neng ade

neng ade

masih penasaran thor

2024-10-29

0

Rahma AR

Rahma AR

like

2023-06-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!