Bab 10

Selesai beres-beres rumah, sebagai ucapan terimakasihku kepada Arga. Aku mengajak Arga makan diluar. Namun rupanya justeru dia yang membayar.

"Mas Arga ini ada-ada saja deh, kan aku yang mau traktir, kok malah dibayar." Tolakku.

"Tidak usah dibahas Tri, saya tahu Kok, harga makanan ini bagi kamu tidak seberapa" Ujar Arga.

"Kok Mas Arga bicara begitu sih." Aku cemberut, rupanya ia tersinggung dengan ucapan aku.

"Ya sudahlah, katanya mau pulang? Kok malah topang dagu." Arga terkekeh seraya menarik tanganku agar berdiri. Arga mengantar aku pulang, tetapi kali ini bukan ke rumah Mak Ningrum. Aku memutuskan untuk menginap di rumah papa.

"Sampai besok Tri" Kata Arga setelah kami tiba di rumah papa. Ia membukakan pintu mobil untukku.

"Nggak usah dibukain pintu Mas, aku bukan Papa loh," Tolakku. Arga bukan supir, tentu tidak sepantasnya membukakan pintu untukku.

"Kamu bukan Tuan Daniswara, tetapi kamu putri beliu, jadi bos saya juga." Arga tidak mau kalah.

"Terserah Mas Arga saja. Mas tidak mau masuk dulu," Kataku. Ketika Arga memberikan kunci mobil.

"Tidak usah Tri." Pungkasnya kemudian naik motor, yang ia parkir di rumah papa.

"Bagaimana Ratri, sudah ada titik terang mengenai keberadaan Pak Agus?" Tanya mama ketika aku menyusul mama Banuwati ke dapur.

"Belum Ma, pihak rumah sakit sudah berjanji akan memberi kabar jika sudah menemukan dokumen," Aku menceritakan kepada mama.

"Arga kemana, kok nggak masuk," Mama mengedarkan pandangan.

"Mas Arga langsung pulang Ma, aku suruh masuk nggak mau. Oh iya Ma, Mas Arga sebenarnya tinggal dimana?" Tanyaku ingin tahu.

"Oh... Dia itu tinggal di perumahan tidak jauh dari sini, Ratri. Mama salut sama anak itu. Mandiri banget, rumah yang ia tempati itu boleh Dia beli sendiri." Tutur mama panjang lebar. Aku hanya mengangguk-angguk.

"Kenapa gitu, kok tumben. Kamu menanyakan tentang Arga?" Mama menoleh aku.

"Tidak apa-apa Ma, Mas Arga kan kerja sama Papa sudah lama, tetapi aku belum pernah tahu tempat tinggalnya,"

Aku ngobrol sama mama yang sedang memasak, namun aku tidak diijinkan membantu. Mungkin mama melarang karena melihat aku yang sedang lelah.

"Sebaiknya kamu mandi dulu gih, terus istirahat." Titah mama.

"Baik Ma." Aku pun langsung ke kamar yang sudah lama tidak aku tiduri. Sebelum tinggal di Jawa timur, aku lebih memilih menemani Mak Ningrum kala pak Agus tidak di rumah.

Aku langsung mandi, ganti baju, kemudian merebahkan tubuhku. Sejak pagi aku sama sekali belum istirahat. Alhamdulillah... Begini nikmat rasanya jika badan terlalu lelah dengan merebahkan diri saja sudah terasa nyaman.

Deerrtt... deerrttt...

Baru mau rebahan suara handphone sudah memanggilku.

"Gayatri... kamu dimana?" Tanya Hendri tanpa mengucap salam. Kebiasaan pria ini.

"Saya lagi di Jakarta Kak, untuk melanjukan kesepakatan kerja sama kita kemarin, temui saja Asisten saya," Jawabku. Hendri adalah rekan bisnis aku, dia mempunyai gudang terbesar di beberapa cabang. Di Surabaya, Jakarta dan Yogyakarta. Aku mengenal Hendri awalnya dari Kak Bima dan juga Papa. Hendri lah pembeli produk terbesar di perusahaan kami.

"Memang ada apa Ratri? Kok kamu pulang tiba-tiba, tidak nemberi tahu lagi," Ujarnya.

"Ada urusan keluarga Kak, tapi jangan khawatir, semua sudah kami bicarakan dengan asisten, yang akan menggantikan saya saat rapat besok."

"Baik Ratri, kebetulan saya juga ada bisnis dengan papa kamu. Jangan pulang dulu ya, nanti kita pulang ke Surabaya bersama," Rupanya Hendri ingin ke Jakarta juga.

"Terus bagaimana masalah kelanjutan kontrak kerja sama kita kak"

"Kedatangan aku ke Jakarta, tidak akan mengganggu kerja sama kita," Tegasnya.

Tut.

Dasar... Hendri, memutuskan telepon pun tiba-tiba.

Malam harinya, aku, mama, dan papa selesai makan malam ngobrol membahas masalah Emak. Malam ini pun aku tidur agak nyenyak. Dukungan papa dan mama untuk terus membantu mencari Emak. Aku bisa berpikir sedikit lebih tenang, belum lagi dibantu oleh Arga.

Dua hari kemudian, sekitar jam 8 pagi Arga sudah datang menjemput. Setelah minta ijin papa sama mama kami berangkat ke rumah sakit. Aku sudah mendapat kabar dari pihak rumah sakit bahwa telah menemukan dokumen mengenai pasien bernama Agus.

"Mbak, nama pasien Agus yang Anda cari apakah yang nama lengkapnya Agus Kuat?" Tanya Admin, sambil membaca dokumen.

"Betul Mbak. Tetapi Pak Agus pulang dalam keadaan sembuh kan?" Tanyaku. Aku takut jika pak Agus sampai tidak selamat dan... oh tidak. Aku berharap bapak tiriku saat ini sehat dan hidup bahagia bersama Emak.

"Eeemm... Agus Kuat.

Usia 55 tahun.

Lahir Yogyakarta.

Domisili: Mekarsari blok B nomor 15."

Admin membaca dokumen. Aku lega karena telah menemukan alamat pak Agus. Segera aku mencatat alamat tersebut.

"Beliau di rawat selama satu bulan mengalami patah tulang kaki, dan benturan di kepala, menyembabkan koma. Dan sesuai dalam cacatan ini, Pak Agus sembuh." Admin melanjutkan membaca.

"Alhamdulillah..." Aku meraup wajahku, kemudian pamit kepada pegawai.

"Mas, sekarang kita datangi alamat ini ya," Kataku kepada Arga, ketika kami sudah di dalam mobil.

"Okay..."

Di dalam mobil aku hanya diam dan berdoa, semoga Emak saat ini sedang bersama Pak Agus. Jika pak Agus memperbaiki kesalahan dan kembali hidup rukun dengan Emak seperti dulu. Aku tidak akan lagi mempersoalkan perlakuan pak Agus dan akan memaafkan beliau. Dalam catatan tidak akan mengulangi.

"Tri, memang saat Emak, dan Pak Agus menikah, apakah Tuan Daniswara tidak menyelidiki dulu siapa keluarga Pak Agus?" Tanya Arga melirik aku sekilas lalu kembali menyetir.

"Saat itu kami tidak berpikir sampai kesitu Mas, yang kami tahu, Pak Agus pria baik, beliau tidak hanya menyayangi Emak tetapi juga menganggap aku seperti anak sendiri." Jawabku memang begitu adanya.

"Bukan begitu Tri, saya heran saja, masa papa kamu, dan Bima bisa kecolongan begini." Arga geleng-geleng kepala sambil menyetir.

"Yah... mungkin ini sudah jalan Emak begini Mas," Jawabku pasrah.

"Tri, kita sudah sampai di Komplek perumahan Mekar sari loh." Kata Arga. Seketika pandanganku tertuju pada gapura yang bertuliskan komplek tersebut.

"Betul Mas, aku sampai nggak sadar,"

Arga belok kiri melewati rumah besar-besar. Pak Agus ternyata orang kaya. Nyatanya beliau tinggal di perumahan elite seperti ini. Rata-rata rumah disini berlantai dua, dan ukuran tanah luas. Bahkan halamanya pun sangat luas.

"Blok berapa tadi Tri?" Arga mengejutkan lamunan.

"Blok B nomor 15 Mas," Aku masih ingat benar nomor yang diberikan pegawai rumah sakit tadi. Arga melanjutkan perjalanan. Kami baru melewati Blok A nomer satu dan seterusnya. Hanya blok A saja ternyata komplek ini sangant luas.

Selama 5 menit Arga melaui blok A, menuju Blok B. Arga memelankan laju mobil. Mataku melihat kanan kiri hingga tiba di depan rumah yang kami cari.

"Kita sudah sampai Mas," Aku menatap rumah pak Agus ternyata berpagar tinggi. Selain itu, gerbang pun di tutup, hingga lobang yang menutup gapura pun sama. Tentu menyulitkan kami untuk bisa melihat keadaan di dalam.

"Betul Tri, tapi kok rapet begitu ya, berbeda dengan rumah yang lain," Kata Arga seraya turun dari mobil.

"Benar Mas, aku curiga deh, jangan-jangan rumah ini ada apanya gitu." Aku menelisik pagar, mencari celah agar bisa melihat ke dalam.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Anisa Sudarwanto

Anisa Sudarwanto

gus agus..bkin org darting aja dah wkwkwwk komenan 2025 gpp ya🤣🤣

2025-02-28

0

himawatidewi satyawira

himawatidewi satyawira

kuat ngibulnya kuat mblegedesnya...guus..gusss

2024-09-19

0

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

comeny tr aja

2023-06-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!