Bab 2

Dengan rasa kesal aku menuruni tangga, mungkin memang harus diberi pelajaran anak tiri Emak itu.

Tok tok tok.

Beberapa kali mengetuk pintu kamar Emak yang di tempati Ibu nya Jesinta. Namun tidak ada jawaban. Mungkin lebih baik aku shalat dzuhur dulu, agar tenang dan tidak terlalu emosi menghadapi dua wanita asing yang sudah mengacak-acak rumah Emak.

Ini kan rumah Emak peninggalan Kakek Nenek, bukan rumah milik pak Agus. Tetapi mengapa mereka bertingkah seenaknya. Aku juga tidak akan melarang jika pak Agus mengajak Jesinta tinggal di rumah ini, karena memang anak tiri Emak seperti aku dengan pak Agus.

Tetapi bukan berarti mantan istri pak Agus, juga harus tinggal disini. Atau, jangan-jangan mereka masih berhubungan suami istri. Dan pak Agus menipu Emak? Jika keluarga pak Agus berani menyakiti Emak, mereka tidak hanya berhadapan dengan aku, tetapi juga berhadapan dengan Bima suami Gendis. Karena Bima menganggap Emak seperti orang tua sendiri.

Gendis anak papa Daniswara bersama Banuwati saudara satu Ayah lain Ibu dengan aku. Ketika kami bayi menurut cerita di tukar Emak, karena sakit hati lantas Emak balas dendam.

Aku menempati posisi Gendis tinggal bersama papa Daniswara. Selalu dimanjakan dengan kemewahan. Sementara Gendis hidup bersama Emak yang hanya hidup pas-pasan dan kerja keras. Memang itu rencana Emak. Tapi ya sudahlah tidak perlu aku ceritakan semuanya Jika ingat masalalu membuka luka lama menganga kembali.

Tiba di atas aku menghadap kiblat kemudian sholat, hingga rokaat terakhir mengucap salam. Kemudian aku berdoa agar Emak diberikan kesehatan dimanapun beliu berada.

Selesai shalat aku ke garasi, mencari motor hendak mencari peralatan rumah tangga. Motor yang dibelikan Papa Daniswara, karena gang menuju rumah ini tidak masuk mobil. Namun garasi pun ternyata kosong. Apa mungkin jika Emak dengan pak Agus pergi membawa motor.

Aku kembali keluar ke warung kelontong tidak jauh dari rumahku. Karena tidak ada motor jalan kaki pun bisa.

Tiba di warung tampak ramai pembeli. Warung pak Waluyo memang selalu ramai karena warung satu-satunya di gang aku. Di samping itu, warung ini juga lengkap, ingin membeli apapun tersedia. Dulu aku sering melihat setiap ada yang mengantar barang selalu mengangkut dari jalan raya menggunakan dorongan.

"Ratri ya?" Tanya wanita yang sedang hamil tersenyum mendekati aku.

"Ayu" Jawabku senang. Ayu adalah sahabat Gendis ketika Gendis berada di rumah. Ayu dulu selalu main ke rumah bahkan tidak jarang menginap.

"Kapan kamu datang Ratri?"

"Baru tadi pagi Yu. Oh iya, sudah berapa bulan kehamilan kamu?" Tanyaku menatap perut Ayu yang sudah besar.

"Sudah waktu nya Ratri, doakan sehat dan lancar ya." Ujarnya.

"Aamiin..." Jawabku sambil meraup wajahku dengan telapak tangan.

Kami ngobrol panjang lebar, saling tanya kabar hingga akhirnya Ayu menanyakan kabar Emak.

"Emak katanya sudah tiga bulan ikut Pak Agus keluar kota Yu," Jawabku.

"Oh, pantas... kalau aku lewat selalu sepi, terus sampahnya di latar tidak pernah di sapu," Jawab Ayu.

Ayu pun pulang setelah mendapatkan yang ia cari. Sementara aku membeli peralatan rumah termasuk sapu, berbagai pembersih, pewangi, dan lain sebagainya. Tidak lupa juga aku membeli mie instan dengan telur. Untuk makan siang lebih baik memasak itu saja daripada keluar. Sebab hari ini waktunya akan aku gunakan untuk bersih-bersih.

Setelah di hitung semua belanjaan, aku membayarnya lalu kembali pulang.

"Gayatri... kapan kamu sampai?" Tanya bu Hendro posisi rumahnya tepat di sebelah Emak, tetapi rumah kami ada pembatas pagar.

"Tadi pagi Bu," Aku berhenti kemudian salim tangan beliau.

"Emak kamu sudah tahu kalau kamu pulang?" Tanya Bu Hendro.

"Belum Bu, Emak tidak bisa saya hubungi. Apa Ibu tahu kemana perginya Emak?" Tanyaku menyelidik, barang kali bu Hendro tahu.

"Aku tidak tahu Ratri, tapi pernah mendengar cerita anaknya Pak Agus, Emak kamu ikut Ayahnya." Jawab bu Hendro sama seperti yang di ceritakan Jesinta kepadaku.

"Baik Bu, kalau bagitu saya permiasi." Aku mengangkat belanjaan dua kantong, sapu, pelan, dan ember lumayan berat juga.

"Tunggu Ratri." Cegah bu Hendro ketika aku ingin melangkah.

"Ratri... Jesinta kemarin pernah bilang, ketika saya tanya kenapa tidak penah menyapu. Dia menjawab jika rumah kamu ada hantunya."

"Hantu?" Tanyaku. Memotong.

"Iya, kata Jesi, kalau malam sering di takuti. Siuuuttt.... siuuuttt... angin kencang mampu membuka jendela kamu yang sudah di kunci, daun-daun pada rontok. Jadi kami para tetangga takut datang ke rumah kamu Ratri." Tutur bu Hendro panjang lebar.

Aku tidak memotong penuturan bu Hendro, tetapi dalam hati tertawa. Setelah pindah dari kediaman Papa Daniswara, aku sudah hampir 3 tahun tinggal sama Emak di rumah itu. Tetapi tidak pernah ada hantu. Aku jadi berprasangka hantunya yang tak lain Jesinta dan Ibu nya.

"Sebaiknya kamu hati-hati Ratri," Pesan bu Hendro, tergambar jelas ketakutan di wajah beliau.

"Baik Bu, terimakasih informasinya, permisi." Jawabku pura-pura percaya. Akan aku ikuti permainan Jesinta dan Ibu nya. Bu Hendro boleh mereka bodohi tentu tidak untuk aku.

Tiba di rumah masih seperti semula sepi. Aku letakkan belanjaan di dapur. Di dapur pun berantakan, wastavel berkerak sampai hitam aku hanya berdecak kesal.

Tok tok tok.

Aku kembali mengetuk pintu kamar Emak, masih sama seperti tadi, tidak ada jawaban. Kemana dua orang itu jangan-jangan di cekit hantu seperti yang Jesinta ceritakan kepada tetangga.

Aku kembali ke depan mengunci pintu. Tidak ada jalan lain untuk menghilangkan penasaran selain membuka pintu kamar Emak. Agar jika wanita paruh baya tadi datang tidak memergoki aku.

Masa bodoh aku di katakan lancang membuka kamar orang. Toh, mereka sudah mulai menabuh genderang perang, aku akan ladeni.

Ceklak.

Aku memindai sekeliling kamar. Astagfirrullah... berantakan, lebih parah dari kamar aku. Aku menarik napas panjang seraya berjalan menuju lemari. Aku buka lemari milik Emak, kemudian meneliti pakaian yang tersusun di rak lemari jelas bukan baju Mak.

Sudah aku duga isinya pasti baju milik wanita paruh baya tadi. Lalu mereka simpan dimana pakaian Emak. "Kamar Mbok Sri" Aku berbicara sendiri, segera berjalan menuju kamar paling kecil.

Aku buka lemari kecil, tersimpan baju Emak, aku menangis sambil mencium daster Emak, yang biasa beliu pakai sehari-hari. Saking seringnya di pakai hingga tipis.

Aku menoleh tempat tidur kecil, rupanya Emak tidur di tempat sempit ini entah sejak kapan. Terbukti bantal dan selimut milik Emak yang biasa beliu pakai di lipat disini. Aku telungkup di bantal sambil terisak ingin mencium keringat Emak. Namun hanya bau debu itu artinya Emak sudah lama tidak tidur disini.

"Hiks hiks hiks. Emaaakkk..." Aku menangis kencang. Ternyata selama ini Emak selalu menderita.

"Brengsek kamu Agus! BRENGSEEEKKK... hu huuu..."

...Bersambung....

Terpopuler

Comments

neng ade

neng ade

masih misteri keberadaan emak nya Ratri

2024-10-29

0

Erina Munir

Erina Munir

ya Allah ... tega banget yaa

2024-01-16

0

Kustri

Kustri

perlu di pepes mrk itu👊

2023-08-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!