bab 2. disambut

Eman yang terlihat terkejut, namun dengan segera dia pun duduk meski masih ragu-ragu, matanya terus larak lirik.

"Sana Nini Kalau mau ngambil air, Nanti keburu gelap!" Seru si Aki sambil menyelipkan golok ke dinding Saung, terus menggulingkan kayu yang tadi dia potong, mungkin kayu itu mau dibuat Lesung. Setelah itu si aki pun duduk di samping eman, sedangkan si Nini keluar dari Saung untuk mengambil air.

"Sebentar, sebelum kita mengobrol, Aki ingin tahu nama Ujang?"

"Nama saya Eman, Aki."

"Pulang dari mana atau mau pergi ke mana, dan dari mana asal, Di mana tempat tinggal?"

"Saya tidak memiliki Kampung aki. soalnya saya sudah lama berjauhan dengan bapak, karena saya bertemu dengan kesusahan."

"Tujuannya mau kemana?" tanya si aki sambil mengerutkan dahi yang sudah keriput.

"Tujuannya saya mau ke kampung Ciandam, tapi sangat banyak cobaannya, bahkan sampai-sampai saya kehilangan nyawa, Mau dilempar pakai pisau belati."

"Astaghfirullahaladzim, sama siapa itu Ujang?"

"Kurang tahu aki, karena saya tidak kenal, namun yang sudah jelas dia kejam."

"Duh kasihan kamu Ujang, jalu! Bagaimana, Bagaimana ini sebenarnya? Coba tolong ceritakan sama aki! agar aki mengerti dan siapa tahu saja aki bisa menolong."

Tanpa berpikir panjang, Eman pun bercerita tentang apa yang menimpa dirinya, diceritakan dengan sejujur-jujurnya tanpa ada yang ditutupi tanpa ada yang disembunyikan, semuanya dirinci secara terperinci, di Jelaskan sama aki kebon membuat aki-aki itu terlihat manggut-manggut, seperti sangat tertarik dengan cerita yang dibawakan oleh Eman, cerita yang menurutnya sangat aneh dan langka.

Ketika waktu itu, si Nini pun sudah masuk kembali ke dalam Saung, kemudian dia menyimpan lodong yang sudah diisi oleh air. Lalu dia pun mengambil Damar untuk dinyalakan hingga akhirnya tempat itu menjadi terang, meski tidak benderang.

"Oh iya, kalau Ujang suka salat?" tanya aki kebon seperti teringat sesuatu.

"Suka aki, tapi jarang, hehehe." jawab Eman dengan ragu-ragu, karena dia merasa kalau salatnya tidak setiap waktu, dia salat ketika lagi ingat saja atau lagi mau. apalagi beberapa hari terakhir dia tidak pernah melakukan kewajibannya sama sekali karena keadaannya yang seperti itu.

"Hahaha, bagus, bagus.....! Ujang sangat jujur. Nah, sekarang Ujang harus memulai kembali, Lihat air mengalir begitu deras, sana mandi sampai bersih, untuk baju ganti, Ujang bisa memakai kampret aki, karena aki juga punya dua, namun pasti agak kebesaran, karena ketika Aki pakai juga longgar. Selain itu sarungnya juga aki punya, walaupun sudah butut. Sana buruan mandi, biarkan ngobrol nanti kita lanjutkan kembali."

"Baik aki.....!" jawab Eman tidak membantah, dengan tergesa-gesa dia pun keluar dari Saung, langsung menuju ke ******. tanpa ragu-ragu dia pun membuka seluruh pakaiannya lalu mandi membersihkan tubuh, bahkan terlihat digosok-gosok, wajahnya diluluri menggunakan daun jambu batu, yang kebetulan ada di pinggir kolam. badannya digosok menggunakan batu, bahkan kepalanya pun di keramas, kebetulan di tempat itu ada air Abu gosok, mungkin bekas si Nini berkeramas.

Setelah selesai mandi, Eman tidak berani memakai bajunya kembali, baju itu dia rendam di ******, mungkin agar kotorannya terangkat. dia hanya menggunakan kolor, kemudian dia pun masuk kembali ke dalam Saung.

"Hahaha, dingin ya Ujang?"

"Iya lumayan aki, tapi seger. soalnya sudah lama tidak mandi, hehehe." jawab Eman yang masih terlihat malu-malu.

"Syukur kalau begitu, nih sekarang Ujang pakai sarung aki, sekalian sama kampretnya, namun tidak usah ingin memakai kopiah, soalnya aki tidak punya."

"Terima kasih banyak aki, ini juga sudah cukup!" jawab Eman, kemudian tanpa ragu-ragu dia pun mulai memakai pakaian yang diberikan oleh Si Aki kebun.

Sedangkan orang yang memberikan pakaian, dia pun pergi ke air untuk mengambil air wudhu, sedangkan Eman dia  melaksanakan salat magrib, di ampari oleh sebilah tikar yang sudah rawing.

Selesai salat, dia pun membaca wirid yang dulu pernah diajarkan oleh pak ustad, ketika dia tinggal di rumahnya. Eman terlihat sangat khusu, khayalnya kembali terbang mengingat ke ibu dan bapaknya, kemudian dia pun mengingat kembali sama pak ustad yang pernah mengajarinya, tentang ilmu agama Islam.

Tak terasa air mata pun keluar membasahi pipi, karena dia merasa tidak bertanggung jawab, merasa tidak pernah giat merasa sering meninggalkan salat.

Keadaan malam semakin lama semakin gelap, karena waktu siang sudah diselimuti oleh waktu malam, matahari sudah terlelap di dalam tempat persembunyiannya, sayap-sayap malam sudah terbuka menutupi seluruh jagat raya. langit mendung tidak terlihat satu bintang pun, malam itu terasa gelap gulita, apalagi berada di pinggir hutan yang berada di tebing bukit.

Anjing tanah dan jangkrik semakin lama semakin terdengar sangat riuh, suara kodok terdengar dari arah sawah, belalang hijau tidak berhenti bernyanyi, saling sahut menyahuti dengan suara burung hantu yang terdengar dari pohon cermai. sesekali terdengar suara anjing hutan yang menggonggong, menambah suasana mencekam di tempat Eman tinggal.

Sedangkan si Nini terlihat sibuk membolak-balik peda bakar di Bara Api, wanginya tercium sangat wangi menggugah selera orang yang sedang lapar, Bara Api terlihat sangat merah di atasnya ada kastrol, yang menggantung yang isinya adalah liwet.

Sedangkan aki kebun dan Eman duduk di atas pelupuh, mereka saling duduk berhadapan tanpa berbicara sedikitpun, seperti orang yang sedang kehabisan pembicaraan, namun lama-kelamaan Si Aki pun kalah hingga akhirnya dia pun berbicara.

"Ujang!" Panggil aki kebon memecah heningnya suasana.

"Iya, saya aki!" jawab Eman sambil manggut.

"Kayaknya sekarang kita sudah santai, sekarang Aki ingin tahu cerita kamu dengan lengkap, walaupun tadi sudah Diceritakan bahwa kamu sedang mencari gadis yang bernama Neng Ranti, yang berwujud babi ngepet. Coba tolong ceritakan dengan jelas dan bagaimana tujuan Ujang sekarang."

"Begini Aki, saya tetap Kukuh ingin bertemu dengan Neng Ranti, serta Saya memiliki cita-cita ingin menolong dirinya. kasihan dia aki, masa iya ada orang yang berwujud babi. nah dari dasar itu, Malam ini saya akan beristirahat di rumah aki, besok pagi-pagi saya mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan ke kampung ciandam, mencari kembali Neng Ranti, begitu aki!" jawab Eman tanpa ada yang ditutup-tutupi.

"Oh begitu, ya sudah syukur kalau begitu, silakan kalau begitu juga, karena memang sudah menjadi tujuan Ujang. tapi kalau Ujang mau percaya sama aki, Ujang Jangan berangkat besok pagi, soalnya itu sangat berbahaya, banyak Pati yang akan mengancam keselamatan Ujang. kalau bisa Ujang tinggal dulu sebentar di sini, jangan dulu pergi ke mana-mana, karena ke kampung Ciandam sudah dekat, Ujang tinggal berjalan ke sebelah utara, nanti akan sampai ke kampung yang Ujang tuju. paling hanya terhalang oleh satu bukit," ujar kaki kebun sambil menunjuk ke arah utara.

"Baik kalau begitu, saya akan mengikuti perintah aki. namun saya harus bagaimana aki?" jawab Eman yang dipenuhi dengan kebahagiaan, karena dia merasa memiliki pengganti orang tua yang jauh di sana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!