Bab 11. Menuju Kampung Ciandam

Dengan segera Eman pun berenang menuju tepian sungai, lalu menaiki tebing sungai itu. Setelah sampai ke atas dia pun berdiri sambil memindai area sekitar, entah apa yang sedang dialami oleh Eman, Dia sangat mahir menaiki tebing curam seperti itu.

"Aki........! aki.......!" Panggil Eman dengan berteriak suaranya terdengar memenuhi seluruh area air terjun, terbawa oleh angin yang menghembus.

Entah dari mana datangnya, aki Kebon pun sudah berdiri di belakang Eman menatap Haru melihat anak didiknya yang sudah berhasil melewati ujiannya.

"Kenapa Ujang manggil-manggil, aki ada di belakang Ujang....!" jawab aki kebun membuat Eman terperanjat kaget, lalu membalikkan tubuh menatap ke arah sang guru.

"Haduh Kalau tahu aki ada di belakang, saya tidak akan berteriak. Sejak kapan aki berada di situ?" tanya Eman wajahnya dipenuhi dengan kebingungan.

"Tidak perlu aneh Ujang, karena sejak dari tadi aki berada di sini."

"Terima kasih kalau seperti itu aki.., Oh ya, saya bertemu dengan kebahagiaan aki."

"Bertemu kebahagiaan Apa itu Ujang?"

Dengan segera Eman pun menceritakan apa yang baru saja dialami dengan wajah yang terlihat sumringah, dipenuhi kebahagiaan dan kebanggaan terhadap dirinya sendiri. Eman menceritakan semuanya tidak ada yang terlewat.

Hahaha......!

Tanggap aki kebun setelah selesai mendengar cerita yang dibawakan oleh Eman.

"Syukur, syukur......! bahagia......, bahagia kalau begitu......, kalau seperti itu pekerjaan aki sudah selesai disertai keberhasilan yang sangat memuaskan."

"Emang kenapa aki?" tanya Eman dengan polosnya.

"Karena aki sudah berhasil memberikan bekal untuk menghadapi kehidupan yang sangat tidak bisa dimengerti oleh akal, dan sekarang silahkan Ujang pergi, Ujang tidak harus kembali lagi ke Saung, Ujang harus langsung pergi ke Ciandam cari wanita yang bernama Neng rantai."

"Neng Ranti aki!"

"Iya itu....., cari Neng Ranti, tapi Aki mau menitip pesan sama Ujang."

"Pesan apa Itu Aki?"

"Ujang harus tetap berhati-hati, ketika mau melakukan apapun itu. dan gunakan ilmu aki ketika dibutuhkan."

"Baik aki, terima kasih ada semua ilmu yang aki berikan."

"Kalau mau mengucapkan terima kasih, Berterima Kasihlah sama Allah Tuhan kamu, yang maha welas dan maha Asih. silakan Ujang pergi sekarang, kejar cita-cita Ujang Jangan sampai menoleh ke samping kanan dan kiri lagi. sana berangkat, Ujang harus tetap fokus dengan cita-cita Ujang yang dulu."

"Baik Aki, kalau begitu saya undur pamit!"

"Iya Ujang, aki doakan semoga Ujang baik-baik saja."

Eman pun mendekat ke arah aki Kebon, kemudian mengambil tangannya untuk dicium. setelah mengucapkan rasa terima kasihnya Eman pun membalikkan tubuh lalu berjalan dengan santainya seperti tidak ada ketakutan dalam dirinya, seperti orang yang baru pulang dari medan perang dengan membawa kemenangan.

Bajunya yang basah kuyup Eman tidak pedulikan, begitupun dengan rambutnya yang terlihat masih basah tidak dia urus. Eman terus berjalan meninggalkan air terjun menuju ke kampung Ciandam.

Suara burung kecil terdengar berdecit, angin kecil bersemilir menerpa dedaunan seperti sedang melambai-lambai mengucapkan selamat tinggal terhadap Eman yang mau meninggalkan tempat itu, alam yang sangat indah terlihat mengantarkannya, matahari tersenyum dipenuhi dengan kebahagiaan, awan putih ikut merasa sumringah memayungi Eman yang sedang berjalan untuk mengejar cita-cita yang hendak membalas kebaikan seekor babi ngepet yang sudah menyelamatkannya.

Eman yang dulu bukanlah Eman yang sekarang, karena Eman yang sekarang memiliki hati yang sangat besar, soalnya sekarang dia sudah memiliki bekal seperti sudah mempunyai teman untuk menghadapi segala kesulitan yang akan dia lalui. Walaupun dia berjalan sendirian sepertinya ada orang yang mengawal, akibat dari ilmu yang sudah dia miliki pemberian aki kebun.

*****

Di tempat lain, waktu itu sudah memasuki waktu Ashar, di hari yang sama dengan hari Eman pergi meninggalkan aki kebun. di suatu kampung ada dua orang yang sedang berjalan dengan lemas, seperti merasa sangat capek karena sudah lama berjalan menyusuri belokan jalan yang seperti ular yang sedang mencari mangsa, melewati kampung kampung, menyeberangi desa-desa.

Matahari yang bulat sempurna dari ufuk Barat seperti seolah ingin melihat jelas, sampai terlihat membulat sempurna tidak berkedip sedikitpun, tidak ada awan yang menghalangi. sehingga membuat kedua orang yang berjalan itu merasa kepanasan, meski keadaan sudah memasuki waktu sore. Ketika mereka sampai ke tempat yang teduh, orang yang berjalan di paling depan dia pun berbicara, sambil masuk ke area yang tidak tersinari oleh sinar matahari.

"Haduh, haduh Hadi......! Kita istirahat dulu sebentar karena tubuhku terasa sangat lemas," begitulah ucapnya kemudian dia pun duduk di hamparan rumput yang terlihat sangat empuk, kemudian menyandarkan punggungnya ke tebing Jalan, tangannya mengipasi dada menggunakan topi.

Sedangkan temannya yang bernama Hadi, dia pun mengikuti duduk sambil menyelonjorkan kakinya dengan menyandarkan tubuh ke pohon yang ada di tepian jalan, dengan segera dia pun melepaskan kancing bajunya memamerkan dada yang berbulu tebal.

"Warsa....!" panggil orang yang baru saja membuka kancing bajunya.

"Yah kenapa?"

"Kita ini mau bagaimana dan Sebenarnya kita ini mau ke mana?" ujar Hadi sambil menatap ke arah Warsa yang sedang mengipasi dadanya.

Setelah diperhatikan, ternyata orang itu adalah Hadi dan Warsa yang beberapa minggu lalu menyiksa Eman dan bapaknya yang bernama Mang Dodo.

"Begini sekarang Hadi......, hidup di kota sudah kita alami tapi tidak membuahkan hasil, bahkan lebih tidak aman karena banyak polisi yang memperhatikan."

"Iya benar....! Terus?"

"Satu-satunya kehidupan yang tentram dan aman, tidak ada lagi selain bekerja di perkampungan."

"Terus?"

"Apa?"

"Terusnya bagaimana?" tanya Hadi seperti biasa dia menguatkan pertanyaannya karena Entah mengapa si Warsa ini seperti orang yang kurang pendengaran.

"Nah, Dari dasar itu sekarang kita berusaha di kampung saja, karena di kampung juga tidak kurang orang kaya. yang terpenting kita mau berusaha malam hasilnya akan sangat memuaskan dan tidak akan banyak gangguan kalau kita bekerja di kampung," jawab Warsa yang mengeluarkan isi di dalam hatinya.

"Iya aku juga percaya Warsa, dan aku juga sudah merasa. tapi Malam ini kita mau pergi ke mana nih, kita harus memiliki tujuan yang jelas Warsa...!" tanya Hadi yang membenarkan perkataan sahabatnya.

"Lah kenapa kamu masih bodoh Hadi, kemarin aku mendengar berita dari penjual tape singkong,"

"Berita apa?"

"Penjual tape Itu menjelaskan bahwa di kampung Ciandam ada orang kayak baru, Kalau bahasa kotanya okabe. hartanya sangat banyak, uangnya pasti juga akan sangat banyak."

"Soalnya?"

"Apa?"

"Soalnya apa kamu bisa memiliki perkiraan seperti itu?"

"Soalnya pekerjaannya selalu pergi ke kota."

"Terus?"

"Nah dari dasar itu Hadi. sekarang kita tidak harus berpikir lagi, kita langsung saja."

"Langsung Kemana?"

"Ya ke Ciandam lah Hadi."

"Maksudnya?"

"Kita akan membuktikan Apakah benar-benar orang itu sangat kaya."

"Kalau sudah dipastikan kekayaannya?"

"Lah kamu kenapa jadi beg0 seperti ini Hadi, kita curi saja barangnya, pasti itu akan sangat menguntungkan bagi kita....., Bagaimana mau?"

"Ayolah! tapi kenapa kita harus memilih Ciandam, Apakah di kampung Sukamaju, Kampung kita. sudah kurang orang yang kaya?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!