Bab Beranting Vol 7 Akhir Kisah Mbah Abun
Eman orang yang sedang dicari oleh keluarga Mbah Abun, Sekarang dia sedang berjalan terlunta-lunta tidak tahu arah tujuan, Sepertinya dia benar-benar mengikuti ibu jari menyusuri langkah yang tampak arti. walaupun sebenarnya Eman memiliki niat untuk pergi ke kampung Ciandam, tapi dia tidak mengetahui jalannya, yang Akhirnya dia pun tersesat bahkan semakin lama semakin menjauh dari kampung Ciandam.
Keadaan waktu itu sudah mau magrib, matahari saja sudah bersembunyi kebalik gunung, suara gerapung terdengar sangat riang di sahuti oleh suara burung-burung yang sedang loncat-loncat di ranting pohon, seperti sedang mencari penginapan. Ilir angin kecil menerpa dedaunan sehingga membuat daun itu terlihat bergoyang.
Eman terus berjalan dengan gontai, perutnya terasa lapar, keringat bercucuran membasahi baju yang terlihat sangat kotor, rambutnya yang gimbal, tidak jauh beda dengan seorang pengemis yang tersesat ke gunung.
"Haduh.....! sangat kejam orang lain, Kenapa mereka sangat tega merebut Neng Ranti dari tanganku, sampai harus berpisah kembali denganku. Kapan aku bisa bertemu kembali dengan Neng Ranti, ada-ada saja! kehidupan ini rasanya sangat kejam, Bagaimana sekarang nasibnya Neng Ranti?" begitulah gumam hati Eman, sambil terus berjalan mengikuti ibu jari kaki.
Akhirnya setelah melewati kebun bambu dan kebun singkong, perjalanan Eman sampai ke satu Bukit. Eman terus berjalan menyusuri Jalan Setapak, yang terlihat sangat rimbun oleh rerumputan hutan.
Setelah lama berjalan dia pun berhenti di dekat pohon jengkol, sedangkan matanya terus memindai ke samping kanan dan kiri, melihat-lihat area sekitar tempat, memperhatikan segala penjuru. mata Eman menangkap satu Saung yang berada di lembah, asap terlihat mengepul dari genteng yang terbuat dari tumpukan daun ilalang, di depan Saung itu ada kolam ikan kecil yang memakai ******, airnya terlihat sangat jernih sekali, sedangkan di area paling bawah ada hantaran sawah yang tidak terlalu banyak, padinya sedang hijau, mengandalkan air yang keluar dari setiap pinggirnya, mungkin itu disebut air sumur.
Waktu itu Eman merasa sangat bahagia, wajahnya terlihat sangat sumringah karena dia sangat bahagia melihat sebuah Saung yang ada asapnya, menandakan bahwa di saung itu ada api.
"Akhirnya aku memiliki tempat untuk beristirahat, tidak akan berbaring di atas rumput, sekarang aku mau menginap di saung itu, siapa tahu saja ada singkong untuk dibakar, agar bisa mengobati perut yang terasa lapar," ujar Eman berbicara dengan dirinya sendiri.
Setelah berhenti beberapa saat, dia pun melanjutkan perjalanan menuju ke Saung Kebun itu, menimbulkan suara kemeresek dan kemerosok, soalnya jalan yang dilalui oleh Eman terlihat sangat rimbun oleh rerumputan ilalang. sesekali Dia terlihat melompat tebing petakan, sesekali dia memegang akar pohon agar tidak terjatuh, hingga Setelah lama berjuang dia pun sampai ke halaman Saung itu.
Eman berhenti tidak melanjutkan langkahnya, karena terdengar dari dalam saung ada orang yang sedang memotong kayu, sehingga membuat Eman merasa ragu-ragu Kalau kenyataannya seperti itu.
"Ah....! ternyata Saung ini ada pemiliknya, Bagaimana kalau sudah begini, Apakah aku harus pulang kembali atau melanjutkan bertamu?" ujar hati Eman sambil menatap ke arah pintu Saung.
Sedang asyik berpikir, dari arah dalam terlihat ada orang yang keluar seorang nenek-nenek yang sudah membungkuk, di tangannya terlihat ada lodong Mungkin dia mau mengambil air ke Talang. namun ketika mata itu menatap ke arah Eman, dia pun terlihat terkejut tidak bisa berbuat apa-apa, namun hanya matanya saja yang menatap lekat ke arah Eman, Tapi itu tidak lama karena dia pun kembali ke dalam Saung.
Setelah nenek-nenek itu masuk, suara orang yang sedang memotong kayu pun terdengar berhenti seketika, mungkin sedang diajak ngobrol oleh si nenek. namun tak lama diantaranya, ada orang yang keluar lagi dari Saung itu, namun sekarang tidak sendirian, orang yang keluar itu sekarang berdua yaitu nenek-nenek dan kakek-kakek, keduanya sudah terlihat membungkuk namun kelihatannya masih sangat segar.
Kakek-kakek itu memakai celana pangsi hitam, badannya tidak ditutupi sehelai benang pun, memamerkan kulit yang berwarna sawo matang yang terlihat sangat jelas. bahkan tulang-tulang yang menonjol menghiasi kulit yang sudah terlihat lembek itu, namun sorot matanya terlihat sangat tajam, menatap ke arah Eman membuat hati pemuda itu terasa berdebar.
"Hai Jalu....! kamu mau ke mana atau pulang dari mana, Kenapa kamu sampai ke tempat ini, Apakah kamu manusia atau siluman, kalau siluman cepat pergi dari tempat ini, kalau setan cepat minggat. tapi kalau manusia, Ayo masuk ke dalam!" ujar kakek-kakek itu tanpa melepaskan tatapan.
Di tangan kanan kakek-kakek itu terlihat ada golok, di samping kirinya ada si Nini yang sedang berdiri sambil memegang lengan si aki.
Mendapat pertanyaan seperti itu, membuat hati Eman terasa plong, karena orang yang memiliki Saung, Nini dan Aki kebun yang sudah bisa dipastikan, pasti keduanya tinggal di tempat itu, karena saungnya terlihat sangat rapi seperti sengaja diurus, agar mereka betah tinggal berlama-lama di saung itu.
Dengan segera Eman pun berjalan mendekat ke arah Si Aki dan si Nini dengan membungkuk hormat, tidak berani kurang ajar. setelah berada di hadapannya Eman pun berbicara dengan nada yang sopan.
"Aki, Nini....! Saya mohon maaf sebelumnya, karena sudah berani datang ke tempat ini tanpa memberi tahu terlebih dahulu, soalnya Saya sedang berkelana, sedang ada di tengah-tengah perjalanan, hingga akhirnya saya kemalaman di tempat ini, kalau aki dan Nini memperbolehkan dan tidak keberatan, Saya ingin menumpang beristirahat di tempat ini."
"Oh kemalaman! ya sudah ayo masuk jalu...!" jawab Si Aki dengan sangat ramah.
Mendapat penyambutan seperti itu, membuat Eman semakin merasa bahagia, dengan segera dia pun menghampiri lalu mengajak kedua orang itu bersalaman, tak lupa Eman mencium punggung tangan Si Aki dan si Nini yang sudah keriput.
Kemudian mereka bertiga pun masuk ke dalam, mata Eman terlihat terbelalak seolah tidak menyangka kalau di dalam Saung itu sangat rapi dan bersih, tidak seperti sedang berada di saung sawah.
Jangkrik jangkrik Terdengar sangat riang, ditimpali dengan suara kodok, ditembak dengan suara katak, belalang hijau Terdengar sangat riuh menghiasi keadaan malam waktu itu.
Sementara waktu, Eman masih tetap berdiri sambil memindai area dalam Saung, matanya melirik ke arah pelupuh yang terlihat sangat mengkilap, menandakan bahwa pelupuh itu sangat sering diduduki, sudah lama ditinggali. kemudian mata itu melirik ke arah tungku terlihat ada kastrol yang tergantung, biasa digunakan untuk ngeliwet. mata itu melirik ke arah pojok, terlihat ada lodong yang tersandar mungkin biasa digunakan untuk mengambil air. sedangkan di area atas terlihat pakaian yang sudah butut yang menggantung, ditambah sarung butut. selain dari itu, ada juga perabotan seperti cangkul linggis Parang Arit dan lain-lainnya.
"Silakan duduk Ujang, di situ tuh!" ujar si Nini sambil menunjuk ke arah pelupuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments