Bab 19

Saat mobil sudah menjauh dari rumah Sean, Sindy baru mengatakan pada Yuan, kalau sebenarnya Zhuhur masih sekitar dua jam lagi.

"Aku tak enak merepotkan Sean karena kedatangan kami yang tiba-tiba" ujar Sindy beralasan.

"Aku mengerti, lagi pula kalian pasti capek dan ingin menyegarkan diri dengan mandi, kan?" ujar Yuan memahami kenapa mereka ingin cepat-cepat ke Hotel.

"Kamu memang sahabat yang paling mengerti kami" puji Ayana pada Yuan. Di puji begitu membuat pipi Yuan bersemu merah.

Setelah mengantar Ayana dan Sindy ke hotel, Yuan kembali menghubungi Sean.

"Aku kabari lagi kalau kami sudah akan ke cafe itu nanti, jangan kesana dulu. Mungkin sekitar dua jam lagi atau kurang. Namanya juga perempuan, pasti lama kan?" ujar Yuan menjelaskan pada Sean.

"Tak masalah, bisa di mengerti. Kenapa kamu tidak rumahku saja sekarang, daripada menunggu disana?" saran Sean pada Yuan.

"Aku menunggu di lobby hotel saja sampai mereka keluar kamar, mereka belum pernah ke Beijing dan tak mengerti bahasa kita. Aku hanya ingin mereka tenang dengan adanya aku dekat dengan mereka" ujar Yuan yang memilih menunggu di lobby hotel.

"Kalau begitu, kenapa tidak sekalian kau juga menginap di hotel itu untuk menemani mereka?" Sean geram melihat cara Yuan melayani kawan wanitanya itu.

"Aaa.. Ide bagus itu, aku akan pesan kamar untuk dua malam" ujar Yuan seraya mengakhiri panggilan teleponnya.

Sementara itu, di dalam kamar hotel...

"Sindy! Itu tadi Sean! Tampan banget kan? Uh! jantungku nggak kuat" ujar Ayana setiba dalam kamar hotel, seraya menarik tangan Sindy dan meletakkan di dadanya.

"Wow! Kenceng banget berdetaknya! kamu baik-baik saja kan?" tanya Sindy seraya tertawa ngakak melihat pipi Ayana bersemu merah.

"Aaa! Aku grogi!" ujar Ayana sambil mengayun-ayunkan tangan Sindy. Sindy gemes melihat kelucuan Ayana "Nah! kamu sudah tau kan? Bagaimana jantungku tak mau copot, saat Yuan datang ke Singapura dua bulan lalu. Tapi kamu menertawai aku" ujar Sindy, lalu segera duduk setelah puas berguling karena tertawa ngakak. Sindy merasa lucu melihat Ayana se grogi ini. Apa lagi kalau bertemu Sean langsung, pikirnya.

"Ayo mandi sana, cuci rambut. Biar pikiran tenang" ujar Sindy lagi.

"Tapi aku masih gemetar" ujar Ayana yang masih duduk di lantai.

"Hahaha!" Sindy benar-benar nggak kuat menahan tawanya melihat mimik wajah Ayana saat ini.

"Sindy, tatapan mata Sean benar-benar buat aku meleleh. Lututku seakan jadi karet" Ayana selonjoran di lantai, masih memegangi dadanya.

"Ayolah Ayana! perut aku sudah akan keram ni. Hahaha" Sindy kembali terduduk mendengar ucapan Ayana.

Dua jam kemudian, Sindy dan Ayana keluar dari kamar dan menemui Yuan yang hampir tertidur karena menunggu mereka.

"Maaf Yuan, kamu jadi terpaksa menunggu kami di lobby" ujar Sindy tak enak hati melihat Yuan di lobby.

"Tidak masalah! Aku sudah pesan kamar di sini untuk dua malam, menemani kalian" ujar Yuan seraya bangkit dari duduknya.

Pekerjaan yang paling membosankan adalah menunggu, tapi kalau menunggu Sindy, Yuan rela menunggu berjam-jam sekalian, tak masalah.

Sean sudah tiba duluan di Cafe halal yang tak jauh dari rumahnya. Sean sudah memesan beberapa menu halal dan mungkin Ayana dan Sindy makan, dan selebihnya tunggu mereka datang baru pesan lagi.

Yuan turun lebih dulu dan membuka pintu mobil untuk kedua bidadari cantik itu. Sean benar-benar menantikan kedatangan mereka dan sangat penasaran dengan wanita yang masih menggunakan masker. Sindy sudah tidak lagi menggunakan maske, namun Ayana masih menggunakan masker.

Sean berdiri menyambut kedatangan Ayana dan Sindy juga Yuan. Mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

"Silahkan duduk" ujar Sean mempersilahkan mereka yang baru datang. Ayana duduk di samping Sindy di depan Yuan dan Sean.

Sean terus menatap Ayana yang masih menggunakan masker.

"Sean, ini Ayana dan Sindy yang di Villa pulau Indonesia itu" ujar Yuan memperkenalkan mereka pada Sean.

Deg!

Sean memalingkan wajahnya seraya mengumpat dalam hati.

"Sial!" umpat Sean dalam hati.

"Aku keliling dunia mencarinya, rupanya mereka, ah!" batin Sean kesal pada diri sendiri.

"Sean, terimakasih karena sudah menolong aku malam itu. Maaf, aku baru sekarang sempat berterimakasih secara langsung sama kamu" ujar Ayana, seraya menatap Sean lalu menunduk karena malu. Ayana sempat beradu pandang dengan Sean.

"Oo, Iya gak apa-apa. Maaf juga karena kami tak sempat berpamitan langsung pada kalian, hari itu. Saat kami tiba-tiba harus kembali ke Beijing" ujar Sean pada Ayana.

Saat makanan yang di pesan tiba, Sean segera mempersilahkan mereka untuk makan. Ayana membuka maskernya, Sean memperhatikan wajah Ayana.

"Sungguh pahatan yang teramat indah!" batin Sean saat menatap wajah Ayana.

Sean memperhatikan setiap inci dari wajah Ayana, dari mata, hidung, dan saat melihat bibir merah Ayana, Sean segera memalingkan wajahnya. Tidak kuat menatap lama-lama, seperti ada magnet di sana. Jantung Sean berdebar kencang saat tiba-tiba Ayana dan Sean beradu pandang, begitu juga dengan Ayana.

Suasana saat makan siang terasa tegang karena Sean dan Yuan terus saja memandangi wajah Ayana dan Sindy. Wanita muslimah yang belum pernah di sentuh pria, bisa merasakan hawa dari laki-laki yang menatapnya dengan niat tertentu.

Ayana merasakannya namun Sindy tidak begitu perasan. Sindy dulunya pernah jatuh ke dalam pelukan pria jahat. Walau tak sampai jauh, namun Sindy sudah pernah di sentuh pria yang bukan muhrimnya. Peluk dan cium sudah pernah Sindy rasakan, karena itu Sindy sempat hampir putus asa saat di tinggal nikah oleh mantan pacar nya.

Pengalaman Sindy lah yang membuat Ayana semakin mempertahankan kesuciannya, tak membiarkan laki-laki manapun memeluk dan menciumnya, termasuk Riyan pada saat itu.

Ayana selalu mengingat pesan Paman dan Bibinya untuk menjaga marwahnya sebagai wanita, menjaga kesucian dan imannya dimanapun Ayana berada.

Sudah menjadi fitrah wanita solehah memiliki cahaya iman di wajahnya. Percaya atau tidak, coba perhatikan wajah remaja yang beranjak dewasa yang belum pernah di sentuh pria ,wajahnya bercahaya. Cahaya yang bisa di lihat oleh semua orang.

Cahaya itu akan hilang dan redup setelah wanita itu disentuh pria yang bukan muhrimnya. Kecuali wanita itu bertaubat dari dosanya, makan cahaya itu perlahan akan kembali.

Namun.. Cahaya itu sudah jarang ditemukan pada wajah para wanita zaman sekarang. Kalaupun ada satu banding seribu. Kita tidak bisa menyalah kan para lelaki, karena kita sebagai wanita yang tidak bisa jaga diri.

Maka dari itu, kawan.. Jaga diri masing-masing dan saling mengingatkan. Tak perlu marah jika ada yang mengingatkan kita, tak perlu merasa paling benar juga. Cukup berjalan di jalan kita masing-masing, jangan menikung dan jangan serobot lahan orang lain.

(Jangan marah kalau othor ngebahas soal kesucian, othor juga bukan orang suci. Karena itu Othor berusaha mengingatkan reader agar tidak seperti othor, hehehe)

Setelah makan siang, Yuan mengajak Sindy dan Ayana bertemu Yun, karena Yun benar-benar rindu ingin bertemu Ayana dan Sindy.

Yun sangat menyukai suara lembut Ayana juga sangat senang saat melihat senyum di wajah Ayana malam itu. Seperti dewi kayangan kata Yun saat memuji Ayana kalau lagi berbicara dengan Yuan tentang Ayana.

Yuan dan Yun tak pernah menyinggung soal pertemanan mereka dengan Ayana dan Sindy pada Sean, karena Sean sangat cuek pada wanita. Tidak suka membahas orang lain apalagi menyangkut wanita.

"Sebenarnya, aku sudah dua kali ke Indonesia. Ke pulau itu. Dua hari setelah kami kembali ke sini. Tapi kalian juga sudah tidak di sana " ujar Sean setelah selesai makan dan bersantai sejenak di cafe itu.

"Oh ya! hari itu kami juga kembali ke kota kami, dan setelahnya kami pindah ke Singapura dan sudah enam bulan kami tinggal di Singapura" ujar Sindy menjelaskan.

"Nanti malam, kita pergi bareng ke konser Zhou Yun, ya. Aku jemput ke hotel. Aku tak ada teman pergi" ajak Sean pada mereka. Mendengar itu, Sindy tergelitik untuk mengerjai Ayana yang sedari tadi masih gugup saat berbicara dengan Sean.

"Bagaimana kalau Aku pergi dengan Yuan, dan kau dengan Ayana, Jadi kita bisa pergi sebagai pasangan" ujar Sindy menyarankan seraya melihat pada Ayana.

Ayana langsung mencubit kecil, pinggang Sindy. Pipi Ayana sudah bersemu merah karena malu.

Sindy menahan tawa saat Ayana mencubitnya, tak begitu sakit justru Sindy semakin ingin tertawa melihat wajah Ayana yang sudah seperti kepiting rebus karena grogi.

"Ya, Sean dan Ayana dan kita berdua" Seru Yuan dengan mata berbinar semangat.

"Ya, aku akan datang lebih awal sebelum berangkat" ujar Sean lagi.

"Ayana, tak keberatan kan?" tanya Sean kemudian.

"Aa, tentu tidak! kita bisa pergi bersama-sama" ujar Ayana seraya menatap Sean. Mendengar jawaban Ayana, Sean semakin senang dan bersemangat.

Terpopuler

Comments

Sehrazat

Sehrazat

Berbunga-bunga dah🥰

2023-11-27

0

💞Nur Cluster's🔥

💞Nur Cluster's🔥

cieeee.... hahaha....

ya ampun aku jadi kebawa senyum-senyum sendiri 🤭

2023-09-15

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!