Bab 9

Sementara itu...

Sean bersandar di head board sambil menatap laptop. Berulang kali Sean mengusap wajahnya karena gusar. Sudah seminggu dia berlibur di pulau itu, belum juga ia mampu menulis lirik lagu yang ia inginkan.

Sean bangkit dari rebahannya, membuka jendela kamar. Angin malam menerpa wajahnya, ya.. waktu sudah menunjukkan 23:10 malam waktu setempat. Sean menyewa satu villa kecil diatas bukit dekat laut, Villa ia sewa untuk satu bulan lamanya. Jendela kamarnya mengarah ke pantai laut yang sangat indah. Sean bisa melihat keindahan laut dari Villanya.

Deburan ombak terdengar jelas di telinga Sean, karena laut berada tidak jauh dibawahnya. Hanya berjarak beberapa meter saja.

Sean melipat kedua tangannya di dada, menikmati keindahan pantai dan lembutnya belaian angin malam.

Mata Sean menangkap sesosok wanita yang berjalan ditepi pantai, langkahnya pelan seakan lemah tak berdaya. Wanita itu memakai penutup kepala yang panjang. Atau yang sering disebut, hijab. Gaunnya yang panjang menutupi sampai mata kaki. Terlihat sangat anggun dan sangat indah. Pantulan cahaya bulan yang mengenai pakaian wanita itu, menimbulkan cahaya kemilau.

"Ada manik-manik di hijabnya dan juga bajunya" gumam Sean.

"Cantik sekali" puji Sean lagi.

Gadis itu berjalan menyusuri bibir pantai, sesekali ujung ombak menyentuh kaki gadis itu. Ia terus berjalan perlahan sambil meniup seruling. Sayup-sayup Sean mendengar alunan seruling itu. Nadanya sangat merdu. Semakin lama semakin memilukan nadanya. Sean seakan bisa mendengar tangisan hati wanita itu, lewat nadanya Ia mengungkapkan betapa besar cinta yang ia miliki untuk orang terkasih. Alunannya seakan mengungkapkan kerinduan yang tak bertepi, kepedihan yang tak berujung. Angin malam seakan memahami hatinya, membelai lembut raganya.

Langkah si gadis terhenti, begitupun Ia tak lagi meniup serulingnya. Dia berdiri menghadap pantai. Air Matanya jatuh,luruh bagai hujan. Seakan ada badai dalam dadanya, badai cinta, kecewa, dan rindu yang teramat dalam, dalam dadanya. Tubuhnya terguncang,tergugu.

Sean bisa melihat tubuh gadis itu terguncang menahan tangis. Gadis itu merentangkan tangannya sambil menggenggam seruling ditangan kanannya dan berteriak sekuat tenaga memanggil nama seseorang.

"Riyaaan!!" teriaknya dengan hati yang pilu. Gadis itu jatuh terduduk ditepi pantai meneteskan airmata kepedihannya.Ia tau, orang yang ia panggil takkan datang padanya lagi. Orang yang ia panggil itu, malam ini sedang bersanding di pelaminan dengan adik sahabatnya.

Hubungannya dengan sang kekasih, kandas ditengah jalan. Tepat dua bulan sebelum hari pernikahannya dengan Riyan dilaksanakan. Ia mendapati sang pujaan, berselingkuh dengan adik sepupu sahabat karibnya. Dan Ia berusaha mempertahankan hubungannya dengan Riyan, namun pada akhirnya sia-sia saja maaf yang Ia berikan untuk Riyan. Riyan tetap mengulang kesalahannya. Dan pada akhirnya Riyan memilih melepaskan Ayana dan menikah Yezline.

Sindy terbangun dari tidurnya, dan mendapati Ayana sudah tidak ada lagi disisinya. "Ay," panggil Sindy pada sahabatnya itu. "Aya, apa kau di kamar mandi?" tanya Sindy lagi. Hening, tak ada sahutan. Sindy segera bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu kamar mandi. Tak ada siapapun di sana. Sindy melihat handphone Ayana tergeletak di lantai. Tak biasanya Ayana sembarangan meletak handphonenya.

Sindy membuka sandi handphone Ayana dan mendapati pesan yang baru saja dikirim oleh Yezline. Betapa terkejutnya Sindy saat membaca isi pesan itu. "Keparat...!!" maki Sindy karena emosi. Sindy bergegas keluar kamar, mencari ke segala ruangan di Villa yang mereka tempati. Sindy memberanikan diri keluar dari Villa, berharap Ayana ada di teras depan dalam keadaan baik-baik saja.

Sindy semakin panik, kalut, saat Ia tak menemukan Ayana di sana. Rasa takut kegelapan juga kesunyian Ia tepis demi mencari sahabatnya itu. Sindy sangat gelisah, sedih juga geram saat membaca isi pesan itu. "Ay, kamu di mana?!" panggil Sindy, sambil melihat ke sekeliling Villa, mencari-cari keberadaan Ayana. Sesekali Ia menghapus air Matanya. Ia takut terjadi sesuatu pada Ayana. Sayup-sayup Sindy mendengar suara seruling dari arah pantai. Sindy tau, Ayana paling suka meniup serulingnya itu.

"Ayana!" Seru Sindy seketika, walau dia belum melihat keberadaan Ayana, namun Sindy yakin itu Ayana. Dia segera berlari menuruni tangga Villa menuju pantai. Sindy mendengar suara teriakan Ayana, dan melihat Ayana jatuh tergeletak ditepi pantai.

Sindy berlari menghampiri Ayana, meraihnya membawa kedalam pelukannya. "Ay," Lirih Sindy. Memanggil Ayana, pelan. Ayana tak menjawabnya, hanya terisak lemah. Sindy memeluk sahabatnya itu, Ia tak kuasa menahan tangisnya. Sindy tau bagaimana perasaan Ayana sekarang ini. Ia tau betapa hancur hati sahabatnya itu.

"Ay, kumohon jangan menyiksa diri karena mereka Ay. Kita kesini untuk membuatmu melupakan Riyan, bukan menyiksa diri begini" ujar Sindy sambil memeluk Ayana.

"Ayo kita kembali ke Villa" ajak Sindy.

Susah payah Sindy memapah Ayana agar berdiri untuk berjalan kembali ke Villa. Namun Sindy tak sanggup menahan tubuh Ayana yang lemah, terlebih lagi Ayana sudah setengah sadar. Apa lagi Sindy juga bertubuh mungil, tak setinggi Ayana. Sindy berusaha membawa sahabatnya itu kembali ke Villa dengan terengah-engah. Sindy semakin khawatir saat menyentuh dahi Ayana yang terasa panas. Padahal suhu di sana cukup dingin.

"Ay," ucap Sindy dengan suara parau menahan tangis.

"Kau harus kuat" ujarnya lagi.

Tiba-tiba saja tubuh Ayana terasa semakin berat, Sindy tak sanggup lagi menahannya. Dan mereka kembali terduduk di atas pasir. Ayana pingsan, Sindy mengguncang-guncang tubuh Ayana. Berusaha membangunkan sahabatnya itu.

"Ay, Ay! Kau kenapa?!" ucap Sindy sambil menepuk-nepuk pelan wajah sahabatnya itu. "Ayanaaa...!!" teriaknya, memanggil Ayana. Namun Ayana tak kunjung membuka matanya. Tangis Sindy pecah saat menyadari sahabatnya itu pingsan.

"Ayana!, bangun Ayana!" Jerit Sindy memanggil Ayana sambil menangis. Sindy kalut, takut juga panik. Dia yakin tak ada orang yang akan menolong mereka. Karena pulau itu jauh hari pemukiman penduduk. Dan hanya ada beberapa Villa saja di sana. Dia tidak tau apakah ada tau tidak penghuni di Villa yang tak jauh dari Villa tempat mereka menginap. Dan jikapun ada, ini sudah malam jelang pagi. Orang-orang pasti sudah lelap dalam tidurnya.

Sindy tak tau harus bagaimana, tak mungkin Ia meninggalkan Ayana di sana sendirian untuk mencari bantuan. Tak mungkin juga duduk di sana hingga pagi. Demam Ayana pasti akan semakin parah. Sindy menggosok-gosok lembut telapak tangan Ayana. Sindy bangkit dari duduk, berusaha menarik Ayana menjauh dari bibir pantai.

"Aku harus bisa membawa Ayana menjauh dari pantai. Paling tidak, kami bisa tidur di pasir kering, malam ini. Jangan disini, basah" Pikirnya sambil terus berusaha memapah Ayana.

Setelah sedikit jauh dari bibir pantai, Sindy membuka jaketnya dan menutupi tubuh Ayana. Ia melihat ke kiri dan ke kanan mencari sesuatu yang bisa membuat Ayana sadar ataupun meringankan demam Ayana. Sindy teringat akan seruling Ayana, tak ada di tangan Ayana. Sindy mencari ketempat Ayana tadi jatuh. Dan ya! Serulingnya tertinggal di sana. Sindy bergegas kesana dan mengambil seruling itu. Saat Ia kembali pada Ayana, dia terkejut melihat tiga orang pria tampan berada dekat Ayana.

"Hei,Siapa kalian?" Tanya Sindy, walau sedikit takut namun Ia memberanikan diri. Dia sahabat Ayana jadi harus melindunginya, apapun yang terjadi.

Salah seorang pria itu menjawab dalam bahasa asing, kalau mereka ingin membantu. Dan mereka menunjuk Villa yang tak jauh dari mereka berada. Sindy paham apa yang di ucapkan pria itu.

Mereka berniat membantu Sindy membawa Ayana kembali ke Villa.

Sean segera menggendong Ayana, terus berjalan mengikuti Sindy yang berjalan didepannya.

"Aku Lan Yuan, ini Sean dan Yun Xiao.Mereka temanku, kami menginap di villa itu" tunjuknya sambil berjalan beriringan dengan Sindy. Sindy hanya mengangguk sambil terus berjalan, air matanya terus mengalir. Rasa sedih, gelisah dan khawatir melanda hatinya saat ini. Sindy sangat menyayangi Ayana layaknya saudara kandung. Sindy pernah diposisi Ayana, dan Ayana lah yang slalu bersamanya hingga Sindy bisa kembali ceria dan melupakan luka itu.

Sambil berjalan pulang ke Villa, Lan Yuan banyak mengajak Sindy bicara. Menghiburnya juga, berusaha membuat Sindy tenang.

Sementara Sean yang berjalan dibelakang mereka, tak henti-hentinya mengagumi wajah ayu gadis dalam gendongannya.

"Apa yang membuat gadis ini begitu sedih, berjalan sendirian di pantai hingga jatuh sakit, apa dia sedang patah hati?, Siapa yang begitu tega?" Sean bertanya-tanya dalam hati sambil terus memandang wajah gadis dalam gendongannya.

"Sangat manis" puji Sean dalam hati. Hati Sean berdebar-debar saat menatap wajah Ayana.

Ayana mulai siuman, perlahan Ayana membuka matanya. Samar Ayana melihat wajah tampan Sean yang sedang memandanginya.

"Siapa dia, kenapa aku seperti sedang digendong pria tampan ini, apa aku sedang bermimpi?" bisik Ayana dalam hati. Ayana kembali memejam matanya, terlalu lemah untuk kembali membuka matanya saat ini.

Terpopuler

Comments

𝐀⃝🥀୧⍣⃝sᷤʙᷛDɥå jȋΨåᴳ᯳ཽᷢB⃟Lꪶꫝ

𝐀⃝🥀୧⍣⃝sᷤʙᷛDɥå jȋΨåᴳ᯳ཽᷢB⃟Lꪶꫝ

hbis hujn badai datang lah bunga bemekaran

2023-11-02

0

Sehrazat

Sehrazat

Bajunya?

2023-10-17

0

Sehrazat

Sehrazat

Bisa di bayangkan

2023-10-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!