Bab 6

Ayana kembali ke rumah dalam keadaan sudah sangat lemah, suhu badan terasa sangat panas. Pak Gun melihat Ayana yang hanya diam semenjak masuk kedalam mobil.

Tidak ada senyum, tidak pula menangis. Hanya diam saja, Pak Gun mengajaknya bicara namun tak ada respon sama sekali.

"Ada apa dengan Non Aya, tak biasanya Aya begini" batin Pak Gunawan.

Setiba di rumah, Ayana tak juga turun dari dalam mobil. Ayana masih duduk, matanya sayu sembab.

Pak Gunawan menepuk pelan bahu Ayana

"Non, kita sudah sampai" ujar Pak Gun, Ayana hanya mengangguk.

"Non Aya" panggil Pak Gun lagi, namun Aya masih tak menyahut. Kali ini Aya sudah memejamkan mata.

"Apa Non Aya tidur?, eh ini ada yang tidak beres" gumam Pak Gun saat melihat Ayana berkeringat, padahal AC mobil hidup. Pak Gun menyentuh dahi Ayana, benar saja

"Non Aya demam" gumam pak Gun seraya meraih handphonenya.

Nyonya Intan segera berlari ke luar rumah setelah menerima telepon dari Pak Gun yang masih di mobil, di ikuti Bik Ida. Nyonya menyentuh dahi Ayana, memeriksa kondisi Ayana yang masih memejam mata.

"Sayang, kau kenapa?" tanya Nyonya Intan, panik. Namun Ayana tak merespon.

"Pak Gun! kita ke rumah sakit sekarang, bantu saya mengangkat Ayana ke kursi belakang" ujar Nyonya Intan, seraya masuk kedalam mobil dan meminta Bik Ida mengambil tasnya di kamar serta handphonenya di meja makan.

Nyonya Intan memangku Ayana, menyelimuti dengan selimut dan mengelap keringat Ayana.

"Pa! Ayana demam, ini Mama di perjalanan membawa Ayana ke rumah sakit B. Papa langsung ke rumah sakit ya, sekarang" ujar Nyonya Intan.

****

Sindy dan Neyna duduk di ruang tunggu rumah sakit. Mengganti orang tua Ayana menjaga Ayana, yang harus pulang sebentar ke rumah. Di sana juga sudah datang orang tua dari Sindy yang juga sangat dekat dengan keluarga Ayana dan menyayangi Ayana.

Sindy dan Neyna sudah menceritakan hal yang mungkin menjadi penyebab Ayana sampai sakit dan pingsan saat ini kepada orang tua Ayana juga kepada orang tua Sindy.

Mendengar kabar itu, orang tua mereka sangat marah namun tak dapat berbuat apa-apa sekarang ini sampai Ayana sadar dan menanyakan keputusan nya akan hal ini, nanti saat Ayana sudah sehat kembali.

"Handphone Ayana ada pesan masuk dari Riyan" ujar Sindy seraya menyerahkan handphone Aya pada Neyna.

"Apa aku kabari Riyan, kalau Ayana masuk rumah sakit?" tanya Neyna pada Sindy.

"Tidak usah, Tante Intan melarang Riyan bertemu Ayana kalau beliau tidak disini. Dan lagi pula dia juga nggak peduli sama Aya" ujar Sindy pada Neyna.

Bik Ida keluar kamar rawat Ayana, lalu membawa keluar kantong baju kotor Ayana.

"Saya pulang dulu, mengambil beberapa baju ganti lagi untuk Non Aya, Nyonya sudah dalam perjalanan kesini bersama Tuan" pamit Bik Ida pada orang tua Sindy juga pada kedua sahabat Ayana.

"Bagaimana Bik, apa Ayana sudah turun panasnya?, apa sudah ada tanda-tanda siuman?" tanya orang tua Sindy sedari tadi menunggu kabar Ayana.

"Non Aya masih demam dan Non Aya mengigau memanggil Den Riyan, Nyonya" jawab Bik Ida sambil menghapus air matanya karena sedih melihat kondisi Ayana saat ini.

"Apa yang sudah di ucapkan Riyan pada Ayana sampai membuat Ayana begini" geram Mama Sindy mendengar semua ini.

"Saya pamit pulang, Nyonya" Seraya menteng sekantong baju kotor untuk dibawa pulang. "Iya Bik, biar Ayana kami yang jaga" ujar Mama Sindy seraya melihat Sindy dan Neyna yang sedang menangis saling menguatkan satu sama lain. Mereka berdiri menghadap dinding kaca melihat kedalam ruang Ayana yang masih di periksa dokter. Papa Sindy mendengar semua dengan seksama apa yang disampaikan oleh dokter Wily padanya.

Setelah perawat dan dokter keluar ruangan, Sindy masuk ke dalam ruangan Ayana. Sementara Mama Sindy dan Neyna menunggu di luar ruang rawat inap itu.

"Ney, masuklah temani Ayana" ujar Papa Sindy saat keluar ruangan.

"Tante, Ney masuk dulu ya" ucap Neyna izin menemani Ayana di dalam.

"Iya sayang, masuklah" ucap Mama Sindy lembut. Neyna segera masuk ke ruangan tempat Ayana di rawat.

Papa Sindy segera menghubungi sahabat lamanya yang ada di Singapura. Tuan Ayyub, senyum haru terlihat di wajah Papa Sindy.

"Terimakasih Ayyub, akan saya hubungi kembali setelah saya beritahukan pada mereka. Assalamu'alaikum" tutupnya.

"Bagaimana Pa?" tanya Mama Sindy pada suaminya.

"Bisa, tapi kita tanya mereka dulu" jawab Papa Sindy.

"Alhamdulillah, semoga Ayana dan Sindy mau pindah kesana" ujar Mama Sindy yang juga merasa itu jalan terbaik bagi mereka. Walaupun berat melepaskan anak gadisnya, tapi semua itu demi kebaikan Ayana.

****

Dua hari sejak Ayana masuk rumah sakit, Riyan tak mencari tau kabar Ayana. Padahal dua hari sebelumnya dia yang membawa Ayana pergi ke pantai, dia pulang tanpa Ayana. Ayana menghilang entah kemana dalam hujan gerimis. Riyan tak berusaha mencarinya, karena Riyan sedang marah dan kesal setelah membaca pesan dari Yezline. Yezline mengatakan kalau dia baru saja menerima pesan ancaman dari nomor tak dikenal.

Dan lagi-lagi Riyan menduga pesan itu dari Ayana. Sebab Yezline mengatakan pesan itu berisi ancaman akan membuka aib Yezline di depan umum kalau masih mendekati Riyan. Dan akan menyakiti bayi yang di kandung Yezline.

"Siapa lagi kalau bukan Ayana pelakunya, aku semakin yakin kalau Ayana ter obsesi padaku" ujar Riyan dalam kemarahannya.

Yezline juga mengatakan kalau dirinya menjadi sangat ketakutan, dan meminta agar Riyan memohon jangan sakiti bayinya dan meminta maaf pada Ayana demi bayi yang belum lahir itu, yang tak berdosa.

"Aku tak menduga, wanita yang terlihat lembut dan baik itu ternyata berhati jahat sejahat ini" geram Riyan, setelah membaca pesan yang di kirim Yezline sore itu. Saat Riyan ingin memarahinya, Ayana sudah tidak di sana.

"Kemana dia, benar-benar memuakkan" ucap Riyan seraya berjalan masuk ke dalam mobil. Riyan tak peduli dimana dan bagaimana kondisi Ayana saat itu. Riyan berniat segera membatalkan pernikahannya dengan Ayana.

Setiba di rumah, Riyan segera menemui Papanya dan meminta menemaninya bertemu Papa Ayana untuk membatalkan pernikahannya dengan Ayana. Riyan juga menceritakan alasannya. Walau itu sudah menjadi keputusan mutlak Riyan, Papanya tetap menasehati Riyan dengan bijak. Papa Riyan adalah orang yang berpendidikan, dan meminta Riyan jangan gegabah dengan mempercayai hal tanpa bukti. Apa lagi, Ayana belum tentu adalah orang yang bersalah dalam hal ini.

"Cari tau dulu kebenarannya, baru setelah itu kamu ambil keputusanmu mau lanjut dengan Ayana atau bagaimana itu terserah kamu" ujar Tuan Sherkan Papanya Riyan.

"Tapi Riyan sudah memikirkan dan sudah sangat yakin kalau itu memang ulah Ayana, Pa! Tadi sore Riyan bicara baik-baik padanya agar tidak menyakiti Yezline. Tapi dia terus menyangkalnya Pa! dan Ayana entah menghilang kemana sore tadi" ujar Riyan kesal.

"Sekarang Papa tanya, kalau Riyan dituduh melakukan sesuatu yang tidak Riyan lakukan. Apa Riyan akan dengan senang hati mengakui telah melakukannya?" tanya Papa Riyan kemudian.

Riyan diam sejenak, "tapi ini lain kasusnya Pa! Riyan yakin, memang Ayana pelakunya. Riyan tidak mau menikahi wanita yang tak punya hati yang berniat menyakiti anak kami yang bahkan belum lahir" ujar Riyan tanpa, keceplosan.

"Apa!! Anak?!, kamu bilang anak?!, Yezline mengandung anakmu?!" Bentak Tuan Sherkan, dengan emosi yang meluap-luap.

"Papa tau sekarang kamu dan Yezline lah bajingan nya, bukan Ayana!" ujar Tuan Sherkan seraya bangkit dari duduknya.

"Tak perlu kamu yang membatalkan, Papa sendiri yang akan mengembalikan Ayana kepada keluarganya". Ujar Tuan Sherkan, emosi.

****

Ayana sudah lebih sehat dari tiga hari yang lalu. Demamnya sudah sembuh, hanya saja masih lemah. Masih harus di rawat dalam dua atau tiga hari lagi di rumah sakit. Sindy sudah mengambil cuti dan memutuskan merawat Ayana sampai sembuh dan pergi berlibur jika Ayana bersedia pergi berlibur bersamanya.

Paman Ayana dan Papa Sindy sedang duduk di ruang tamu rumah keluarga Ayana, membicarakan perihal mengirim Ayana dan Sindy ke Singapura. Ada Tuan Ayyub yang akan menjaga dua gadis itu di sana.

Kedatangan Papa Riyan di sambut baik oleh kedua pria paruh baya yang kini sedang duduk santai setelah membahas rencana terbaik buat putri mereka.

Setelah bertegur sapa, dan duduk bersama di ruang tamu. Papa Riyan dengan berat hati menyampaikan niat kedatangannya ke rumah keluarga Ayana, hari itu. Papa Riyan berurai air mata menjelaskan apa yang terjadi pada mereka yang ada di ruang tamu itu. Dan baru tau kalau Ayana masuk rumah sakit saat menanyakan keberadaan Ayana untuk meminta maaf atas kesalahan putra mereka.

Setelah mendengarkan penjelasan dari keluarga Riyan, Paman Ayana berbesar hati memaafkan Riyan dan membatalkan pertunangan Ayana dan Riyan hari itu juga. Papa Riyan bermaksud menyerahkan sebuah rumah mewah dan dua kali lipat niat awal mahar untuk Ayana sebagai kompensasi atas pembatalan pernikahan ini. Namun Paman Ayana menolak dan mengikhlaskan keputusan pembatalan ini tanpa harus membayar apapun.

"Mungkin Riyan bukan jodoh yang baik bagi putri kami" ujar Paman Ayana pada Papa Sindy yang masih di sana, saat keluarga Riyan sudah kembali ke rumah mereka. Papa Sindy hanya mengangguk saja, tanda setuju.

Kemudian Papa Sindy juga berpamitan kembali ke rumahnya.

Terpopuler

Comments

🍾⃝ɪͩɴᷞᴅͧɪᷠʀᷧᴀ

🍾⃝ɪͩɴᷞᴅͧɪᷠʀᷧᴀ

selingkuh tu kek candu.tobat sekarang.ntar ulang lagi.jarang yang gak.syukur ajalah ayana sebelum nikah di tunjukkan belang ma kurap si riyan

2023-11-26

1

⛱ᴳᵂ➳ᴹᴿˢ᭄°RÓYALS༻ ཽB⃟L 👻ᴸᴷ

⛱ᴳᵂ➳ᴹᴿˢ᭄°RÓYALS༻ ཽB⃟L 👻ᴸᴷ

/Hey/klo gk da cwe ke3 mngkin Ryan ma ayana msh baik2 sja

2023-11-02

0

Bismillah sukses💫

Bismillah sukses💫

ikhlasin cowok kek gitu, Ay!entar kamu bakalan dapet ganti yg lebih oke dr si br*ngs*k ryan

2023-10-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!