Ritual pengusiran ke 2

Mama tertidur setelah menidurkan Nisa. Tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu dengan bunyi tok... tok.... Dalam hati, Mama berbisik, "Sepertinya Ayah sudah pulang." Mama langsung membuka pintu dan di sana berdiri Ayah dengan seorang bapak paruh baya yang Ayah perkenalkan pada Mama.

"Ma, kenalkan ini yang waktu itu Ayah ceritakan."

"Oh iya, silakan masuk Pak."

"Iya, terima kasih Bu," ucap bapak paruh baya itu.

Saat melangkah masuk ke dalam rumah, bapak itu berhenti sejenak.

"Ada apa Pak?" tanya Ayah pada bapaknya.

"Saya merasakan aura negatif di rumah ini. Kalau boleh tahu, rumah ini bekas apa tadinya?"

"Saya kurang tahu Pak, karena ini punya saudara dari istri saya."

"Baik kalau gitu, nanti saya akan mencoba berkomunikasi dengan mereka."

"Iya Pak."

Bapak itu akhirnya melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah menuju ruang tamu. Saat itu, hawanya sangat panas di dalam rumah. Mama pamit untuk pergi ke kamar menemani Nisa yang masih tertidur.

"Yah, aku ke kamar ya. Di kamar ada Nisa yang masih tidur."

"Oh ya, sudah. Nanti aku yang membuat minumannya."

Mama pergi meninggalkan mereka dan mempercepat langkahnya menuju ke kamar, karena Mama tidak mau terjadi apa-apa lagi dengan Nisa.

"Oh iya Pak, mau minum apa?"

"Air putih saja."

"Bapak tidak ingin kopi?"

"Tidak, dari tadi saya sudah ngopi."

"Kalau begitu saya ambilkan dulu ya Pak."

"Iya."

Saat Ayah mengambilkan minum, bapak itu mencoba berkomunikasi dengan makhluk yang ada di situ. Dengan ilmu kebatinannya, bapak itu berkomunikasi, sesekali dia mengangguk dan menggeleng. Tidak lama kemudian, Ayah sudah membawakan air minum ke ruang tamu.

"Ini minumnya Pak, silakan diminum."

"Ya, terima kasih."

"Bagaimana Pak? Apa sudah bisa dimulai ritual pengusirannya?"

"Sepertinya mereka masih belum menerima, mereka merasa terganggu."

"Kenapa?"

"Mereka sudah merasa ini rumahnya."

"Jadi kami harus bagaimana Pak?"

"Mereka mau kalian pergi."

"Tapi saya hanya menjalankan amanah dari yang punya rumah, apakah tidak bisa dipindahkan Pak? Atau tetap di sini asal tidak mengganggu."

"Saya akan mencoba tanyakan."

Bapak itu memejamkan matanya lagi untuk berkomunikasi dengan makhluk yang ada di rumah itu. Bapak itu hanya mengangguk dan sesekali menggeleng. Tidak berapa lama, bapak itu membuka matanya.

"Sepertinya berat Pak."

"Kenapa Pak?"

"Mereka tetap meminta Bapak dan keluarga Bapak pindah dari rumah ini."

"Kalau kami tetap di sini, apa yang akan terjadi?"

"Mereka akan mengganggu terus, bahkan mereka akan merenggut nyawa."

"Apa tidak ada lagi cara Pak?"

"Coba Bapak mengadakan pengajian setiap hari, atau bisa juga Bapak sekeluarga salat berjamaah."

"Ya memang selama ini kami lalai dalam ibadah, kami akan berusaha untuk meluangkan waktu untuk beribadah."

"Ya, lebih baik dari diri kita sendiri Pak. Semoga gangguan-gangguannya hilang."

"Aamiin, terima kasih Pak."

"Iya, sama-sama."

"Silakan diminum Pak."

"Oh iya."

"Ibunya sudah sehat Pak?"

"Iya, besok sudah boleh pulang."

"Syukurlah. Sakit apa Pak?"

"Sakit lambung. Bapak sendiri menunggu siapa di rumah sakit?"

"Oh itu, warga di sini menyebutnya paranormal. Beliau kritis setelah mau mengusir makhluk yang ada di rumah saya."

"Lalu bagaimana keadaannya sekarang?"

"Entahlah, saya belum menjenguknya lagi."

"Kalau boleh saya tahu, rumah ini bekas apa tadinya?"

"Saya juga belum tahu Pak, karena ini rumah saudara dari istri saya. Memangnya kenapa Pak?"

"Oh gak apa-apa, hanya saja penghuni tak kasat matanya banyak. Coba nanti saya tanyakan pada istri saya."

"Oh iya, saya pamit pulang ya Pak. Saya harus ke rumah sakit lagi menjaga ibu saya."

"Oh iya baik, terima kasih banyak Pak."

"Iya sama-sama, kalau butuh bantuan, langsung hubungi saya saja."

"Oh iya, baik."

Ayah mengantarnya sampai gerbang. Setelah menutup gerbangnya, Ayah melihat sosok pocong di balik pohon. Ayah melewatinya dengan menyampingkan badan, berharap tidak melihat sosok itu. Namun, tiba-tiba pocong itu sudah berada tepat di samping Ayah. Mendadak jantungnya berdebar sangat cepat, bulu kuduk berdiri dan keringat dingin mulai bercucuran. Tanpa pikir panjang lagi, Ayah langsung lari sekencang-kencangnya sampai di teras Bruk.

"Aduh, Ayah kenapa sih?"

"Hah, Mama kenapa kesini?"

Ternyata Ayah dari tadi lari sambil melihat ke belakang dan menabrak Mama sampai Mama terjatuh.

"Kamu kenapa lari-lari begitu?"

"Ta.... tadi ada pocong Ma."

Ayah menjelaskan dengan nafas yang masih tersengal-sengal.

"Ah masa sih?"

"Iya Ma, seram banget, mukanya hancur penuh belatung."

"Ya sudah, ayo masuk ya."

Ketika masuk ke dalam rumah, Mama menyuruh Ayah untuk ke kamar terlebih dahulu.

"Yah, Ayah ke kamar duluan ya. Nanti aku nyusul."

"Mama mau ngapain?"

"Mau siapkan makan buat anak-anak, nanti pulang."

"Ya sudah, Ayah bawa kopi ke kamar ya?"

"Iya."

Ayah pun jalan menuju kamar. Begitu Ayah membuka pintu, semakin cepat detak jantung Ayah. Dia melihat Mama sedang tidur dengan Nisa di tempat tidur. PRANG! Mama yang sedang tertidur terbangun terkejut karena Ayah sudah berdiri di pintu dengan dibawahnya Mug kopi yang pecah.

"Ayah kenapa?"

Mama langsung menghampiri Ayah dan dengan sigap langsung membersihkan gelas yang pecah dan mengepel lantainya. Ayah masih terpaku melihat ke arah Mama. Setelah selesai membersihkan pecahan gelas, Mama mendekati Ayah.

"Kenapa Yah?"

"Tadi aku lihat kamu di dapur."

"Dari tadi aku di kamar Yah."

"Terus yang tadi ngomong sama aku siapa?"

"Emang gimana tadi?"

"Iya, aku mengantar sampai gerbang. Nah, aku lihat pocong. Terus aku nabrak kamu sampai jatuh."

"Aku gak kemana-mana dari tadi."

"Udah mulai menyerupai orang rumah kayaknya. Jaga Nisa ya Ma."

"Iya Yah."

Ayah dan Mama tidak bicara sedikit pun, sampai mereka tak sadar Anita dan Dio sudah berada di dalam kamar.

"Mama sama Ayah ngelamun gitu sih?" ucap Anita.

"Loh, kalian kapan pulang?"

"Dari tadi ketok pintu gak ada yang buka pintu. Untung pintunya gak dikunci, jadi kita cari Mama."

Anita melihat ada Ayahnya juga di kamar.

"Ayah pulang cepat ya?"

"Ayah tadi ketemu dengan seseorang yang bisa melihat makhluk tak kasat mata saat ayah berada di rumah sakit." kata Anita.

"Lalu?" tanya Dio.

"Mereka meminta kami untuk melakukan sholat berjamaah." jawab ayah.

"Apa mereka langsung mengusir kami?" celoteh Dio.

"Tidak, makhluk tersebut menumpang di kamar mandi terlebih dahulu." jelas ayah.

Anita langsung mencubit pipi adiknya karena ketidak sopanannya. "Kamu selalu saja ngomong seenaknya."

"Sakit Kak, kau membentak aku." Dio merintih sambil memegangi pipinya.

"Iya deh, tapi jangan sembarangan bicara lagi." Anita tampak kesal.

"Sudahlah jangan berkelahi, adikmu sedang tidur." kata ibu mereka berusaha menenangkan suasana.

Akhirnya Anita dan Dio pergi ke kamarnya, dan suasana lalu menjadi tenang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!