Mike duduk di belakang villa tepat di dekat kolam renang yang membentang indah di sana. Wajahnya tampak lusuh dengan mata berair menahan perasaan kacau yang menggerogoti hatinya.
Tidak pernah terbersit di pikiran Mike mengungkap kebenaran dengan cara seperti ini.
Baru saja dia memutuskan untuk pergi meninggalkan semuanya, namun kini keputusannya seakan surut mengingat kekhilafan yang baru saja dia lakukan. Tidak seharusnya dia mengungkap fakta ini tanpa persetujuan dari Martin.
"Mike..." panggil Moana dengan suara melemah.
Mike yang mendengar itu dengan cepat menyeka pipi agar Moana tidak melihat kegusaran di wajahnya.
"Mike, aku-"
"Pulanglah, Moa! Tidak ada gunanya memaksakan diri untuk tetap berada di tempat ini. Faktanya aku memang bukan kakakmu, untuk apa-"
"Tapi, Mike-"
Moana mendekati Mike dan duduk di sampingnya. Dengan perasaan tidak menentu, dia pun memberanikan diri menggenggam tangan Mike. "Kak..." lirihnya dengan tatapan sendu.
Seketika darah Mike berdesir mendengar kata yang terlontar dari mulut Moana. Setelah bertahun-tahun berlalu, akhirnya kata itu kembali terdengar di telinganya.
Mike membalas tatapan Moana seakan ingin menelannya mentah-mentah. Rasanya Mike ingin sekali mendekap adiknya itu, akan tetapi Mike sadar dia tidak boleh melakukannya. Semakin Mike menjauh, maka akan semakin baik untuk keduanya.
"Kak..." Moana mengikis jarak, dia memeluk Mike dan mendekapnya sangat erat.
Sontak Mike membulatkan mata saking terkejut, dia tidak menyangka bahwa Moana akan memeluknya seerat ini.
Perlahan tangan Mike bergerak ingin membalas pelukan Moana, namun seketika dia tersadar dan justru mendorong Moana menjauhinya.
"Kenapa Kak? Apa aku terlihat menjijikkan di matamu? Apa aku tidak pantas menjadi adikmu?" cerca Moana menitikkan air mata, dia merasa terhina saat Mike seakan jijik bersentuhan dengan dirinya.
"Cukup, Moa! Harus berapa kali ku katakan padamu, aku bukan kakakmu, tolong mengertilah!" bentak Mike dengan suara meninggi lalu berjalan menjauhi Moana.
"Dasar pengecut, kau itu tidak lebih dari seorang pecundang." seru Moana melepaskan rasa kesal di hatinya.
Mike yang mendengar itu langsung berbalik dan kembali menghampiri Moana. "Siapa yang kau bilang pengecut?" tanyanya dengan rahang menggeram.
"Kau, memangnya siapa lagi?" jawab Moana menatap tajam pada Mike.
Mike menggertakkan gigi dengan tangan mengepal lalu meraih dagu Moana dan mencengkeramnya kasar. "Jangan melewati batasanmu jika masih ingin menghirup udara esok hari!" ancam Mike dengan tatapan menyala dibakar api kemarahan.
"Bukan aku, tapi kau yang sudah melewati batasanmu. Jangan pikir aku tidak tau bagaimana perasaanmu terhadapku, kau memang pengecut, kau pecundang, bisa-bisanya kau mencintai adikmu sendiri." tukas Moana yang sama sekali tidak gentar mendengar ancaman Mike.
"Moa..." bentak Mike menurunkan tangannya hingga melingkar di leher Moana.
Meski sesak, Moana tetap bersikukuh menantang Mike. Dia bahkan tertawa kecil mengejek kakaknya itu. "Hehe... Bunuh saja aku jika itu bisa membuatmu bahagia!"
"Cukup, Moa! Tolong jangan memancing kemarahanku!" geram Mike mendekatkan bibirnya ke wajah Moana.
"Kenapa? Apa kau takut mengakui perasaanmu sendiri? Heh... Sangarnya wajahmu tidak sebanding dengan nyalimu yang hanya sebesar biji jagung. Kau itu tidak lebih... Mmphh..."
Tiba-tiba ucapan Moana terhenti saat Mike membungkam mulutnya, Mike mengesap bibir Moana membabi buta sembari mencengkeram tengkuk gadis itu agar tidak bisa menghindar dari serangannya.
Moana yang terkejut spontan menutup mata tanpa melakukan perlawanan. Dari sini dia semakin paham bahwa Mike benar-benar mencintainya, tidak mungkin Mike berani menciumnya jika tidak ada rasa di dalam hatinya, apalagi mengingat status mereka.
"Aku benar 'kan? Kau memang mencintaiku, kau sengaja menjauhiku dan hanya berpura-pura membenciku." gumam Moana sesaat setelah Mike menyudahi aksinya.
Mike yang merasa tersudutkan, kemudian menjauhkan tangannya dari tengkuk Moana. Dia berbalik badan dan melangkah memasuki villa.
Sesampainya di ruang tengah, Mike melanjutkan langkahnya menuju mini bar yang ada di sudut ruangan. Kepalanya berputar-putar serasa ingin pecah, dia tidak tau harus bagaimana menghadapi Moana yang begitu keras kepala dan memilih melampiaskan semuanya dengan menyeruput minuman beralkohol.
Mike seperti kesetanan meneguk segelas demi segelas minuman yang tak henti dia tuangkan. Dia seakan lupa baru keluar dari rumah sakit siang tadi.
Tidak ada tempatnya untuk berbagi, hanya minuman itulah yang selalu jadi teman setia dikala pikirannya tengah kacau seperti saat ini.
"Cukup, Mike! Apa yang kau lakukan?" Moana merampas paksa gelas yang ada di genggaman Mike, dia marah melihat sang kakak yang terus saja meneguk minuman tersebut tanpa henti.
"Moa, pergilah, jangan ganggu aku, biarkan aku sendiri!" desis Mike menatap Moana dengan tatapan sayu.
"Baiklah, aku akan pergi sesuai keinginanmu, tapi sebelum itu katakan dulu bahwa kau tidak mencintaiku!" ucap Moana dengan tatapan tajam mengintimidasi.
Mike diam sejenak dan menundukkan kepalanya. "Aku tidak mencintaimu, tidak pernah dan tidak akan." gumam Mike dengan suara bergetar.
"Tatap mataku, lalu katakan sekali lagi!" sergah Moana yang tidak percaya dengan kata-kata yang Mike ucapkan.
Mau tidak mau, Mike terpaksa mendongakkan kepala dan mematut Moana dengan intim. "A-aku..."
"Katakan dengan jelas!" bentak Moana tersulut emosi.
"A-aku..." Mike menarik Moana ke dalam pelukannya dan mendekapnya sangat erat. "Aku mencintaimu. Ya, aku sangat mencintaimu." ungkap Mike yang tidak sanggup lagi menyembunyikan perasaannya, pengaruh minuman beralkohol tadi membuatnya lupa akan posisinya yang tidak pantas memiliki perasaan itu terhadap Moana.
"Maafkan aku, Moa. Aku tau perasaan ini salah, aku sudah berusaha menepisnya, tapi semua terasa begitu sulit. Aku sadar bahwa cinta ini tidak boleh tumbuh di dalam hatiku, tolong maafkan aku!" lirih Mike berderai air mata. Mike mempererat pelukannya sembari mencengkeram lengan Moana dengan kuat.
"Sekali lagi tolong maafkan aku, aku janji akan mengubur rasa ini dalam-dalam, ini salahku."
Setelah mengatakan semua itu, Mike melepaskan pelukannya. Dia menjauhi Moana dan berjalan menaiki anak tangga dengan langkah sempoyongan.
Moana yang sangat terkejut mendengar pengakuan Mike, tiba-tiba bergeming tanpa kata, tubuhnya membeku seperti patung tak bernyawa.
Kini Moana benar-benar mengerti mengapa Mike selalu menganggapnya seperti orang asing, bukan karena benci melainkan rasa cinta yang begitu besar terhadapnya.
Di kamar, tubuh Mike terduduk lesu di kaki ranjang, deru nafasnya terdengar tak beraturan.
Mike mencoba mengatur nafas namun rasa sesak kian terasa setelah apa yang terjadi di bawah tadi, terlebih usai menenggak minuman terlalu banyak.
"Andai jantung ini tidak lemah, aku pasti akan sangat senang mengatakan apa yang tersimpan di dalamnya. Sayangnya aku tidak sekuat itu, aku takut tidak bisa bertahan lebih lama. Aku tidak ingin merusak kebahagiaanmu."
"Mike..." panggil Moana yang sudah berdiri di ambang pintu.
Mike dengan cepat mengusap wajahnya, menghapus jejak air mata yang baru saja berjatuhan.
"Mike, apa yang terjadi denganmu? Kenapa wajahmu jadi pucat begitu?" tanya Moana seraya berjalan menghampiri sang kakak yang hanya diam di tempatnya duduk.
"Tidak apa-apa, aku hanya lelah dan butuh waktu untuk istirahat." jawab Mike berbohong lalu beranjak menaiki tempat tidur. Mike berusaha keras mengabaikan rasa sakit yang menjalar di dadanya, dia tidak ingin Moana mengetahui penyakit yang dideritanya selama ini.
"Sudah malam, pulanglah! Jangan membuat Ayah khawatir lagi, kasihan dia." imbuh Mike sesaat setelah memposisikan diri di atas tempat tidur, dia menatap Moana dalam-dalam seakan waktunya akan berhenti sebentar lagi.
"Aku tidak mau pulang, aku ingin di sini saja bersamamu." rengek Moana dengan bibir mencebik.
"Untuk apa? Kau tau bahwa aku bukan kakakmu, tidak pantas-"
Mike seketika terdiam saat Moana menjatuhkan diri di atas dadanya.
"Aku tidak peduli," cetus gadis itu.
"Moa..." sergah Mike sedikit meninggikan suara. Dia kehilangan akal meyakinkan gadis keras kepala itu.
Bukannya menghindar, Moana malah memposisikan diri di samping Mike dengan sebelah tangan memeluk pinggang kakaknya itu. "Aku juga ingin tidur, aku lelah." gumam Moana sembari memicingkan mata.
"Moa, apa kau sudah gila? Kenapa harus tidur di ranjangku?" ketus Mike dengan rahang menggeram, ingin sekali dia mencekik gadis yang sangat sulit dijinakkan itu.
"Terserah aku mau tidur dimana saja," jawab Moana dengan mata tertutup rapat.
"Astaga, kau ini benar-benar tidak waras. Cepat menyingkirlah, biar aku saja yang keluar dari kamar ini." geram Mike mengambil jalan tengah.
"Kalau kau keluar, aku juga akan keluar menyusulmu. Aku takut tidur di kamar sebesar ini sendirian." desis Moana.
"Makanya pulang! Kenapa harus memaksakan diri untuk tetap di sini?" keluh Mike yang benar-benar sudah kehilangan akal.
"Malas, mataku sangat mengantuk." jawab Moana enteng, dia menarik selimut dan menutupi tubuhnya, sebagian tubuh Mike ikut masuk di dalamnya.
Tidak tau harus berkata apa lagi, Mike pun memilih pasrah tidur seranjang bersama Moana. Dia berharap bisa terlelap lebih dulu agar pikirannya tidak melayang ke mana-mana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments