"Pulang jam berapa kamu semalam?" tanya Martin pada Moana di tengah heningnya suasana ruang makan.
"Jam satu," jawab Moana sembari terus menyantap sarapan paginya.
Martin menghentikan suapannya dan mematut Moana dengan tatapan kesal. Bukannya meminta maaf, Moana malah terlihat seperti tidak melakukan kesalahan sedikitpun.
"Apa pantas anak gadis sepertimu pulang semalam itu?" sergah Martin tersulut emosi.
"Jangan lebay Ayah, aku ini sudah dewasa, aku bisa menjaga diriku sendiri." ketus Moana mengerucutkan bibir.
"Apa kamu yakin? Bukankah kamu ditemukan di klub malam oleh kakakmu? Jangan pikir Ayah tidak tau apa-apa tentang kamu!"
"Dasar ember! Awas saja, aku akan membalas mu karena sudah berani mengadukan ku pada Ayah!" batin Moana merutuki Mike yang dia anggap sebagai pria bermulut lemes. Dia yakin bahwa bujang lapuk itulah yang membeberkan kejadian semalam pada sang ayah.
"Iya, aku mengaku salah. Aku tidak akan mendatangi tempat itu lagi," ucap Moana dengan tatapan memelas, dia tau Martin tidak akan tega memarahinya terlalu keras.
"Ayah pegang kata-katamu barusan. Jika kamu berulah lagi, maka jangan salahkan Ayah menindak mu dengan tegas!"
Moana yang sudah kesal setengah mati, kemudian meninggalkan meja makan tanpa permisi. Dia menyambar sebuah tas yang tergeletak di atas sofa dan meraih kunci mobil dengan perasaan marah berapi-api.
Setelah berhasil menaiki sebuah mobil sport yang baru saja dihadiahkan Martin untuknya, Moana memacu laju kendaraan itu menuju perusahaan Mike. Dia tidak akan tinggal diam dan membuat perhitungan dengan kakak brengseknya itu.
Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit bagi Moana untuk sampai di gedung itu. Setelah memarkirkan mobil, dia pun turun dan berjalan terburu-buru menuju ruangan yang ada di lantai sembilan.
Tidak hanya matanya yang memerah dibakar api kemarahan, namun tangannya ikut mengepal karena sudah tidak sabar ingin menghajar kakak laki-lakinya itu.
Braak...
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Moana menekan kenop dan membanting pintu itu dengan kasar. Seketika pandangannya mengedar mendapati ruangan yang kosong tanpa sosok yang dia cari.
"Mike, dimana kau? Keluarlah, aku akan membunuhmu detik ini juga!" sorak Moana yang sudah tidak bisa lagi mengendalikan kemarahan.
Akan tetapi usaha Moana tidak membuahkan hasil sama sekali. Ruangan itu benar-benar kosong tanpa penghuni, tidak ada seorangpun berada di ruangan itu.
"Maaf Nona, Tuan Mike hari ini tidak ke kantor." ucap seorang wanita dari ambang pintu yang masih terbuka.
Moana seketika terperanjat dan berbalik dengan cepat. "Siapa kau?" tanyanya mematut wanita berpakaian rapi itu dengan seksama.
"Aku Trisa, aku sekretaris baru Tuan Mike. Sepertinya Tuan Mike sedang tidak enak badan, aku ditugaskan meng-handle pekerjaan untuk hari ini." jawab sekretaris muda itu.
"Sakit?" Moana mengerutkan kening bingung.
"Iya Nona, aku rasa demikian." angguk Trisa mengiyakan.
Seketika seringai tipis melengkung di sudut bibir Moana. "Hehe... Bila perlu mati saja sekalian." umpatnya dalam hati. Moana sangat senang mendengar kabar itu.
"Baiklah, terima kasih atas infonya."
Setelah mengatakan itu, Moana meninggalkan ruangan Mike dan melenggang dengan senyum penuh kemenangan. Dia merasa senang karena tidak perlu mengotori tangannya untuk menghajar pria itu, ternyata Tuhan lebih cepat bertindak dari pada dirinya.
...****************...
"Kenapa Tuan minum lagi? Bukankah dokter sudah melarang Tuan mengkonsumsi minuman beralkohol? Kenapa Tuan begitu keras kepala?" ucap pelayan laki-laki yang sudah lama mengabdikan diri pada Mike. Dia merasa kasihan melihat tuannya yang selalu saja menyiksa diri sendiri.
"Hehe... Lalu apa yang bisa aku lakukan? Minum atau tidak, aku akan tetap mati sesuai vonis dokter. Perasaan ini lebih berbahaya daripada minuman itu, aku tidak sanggup lagi menahannya. Ini terlalu menyakitkan, dadaku rasanya sesak setiap kali menyembunyikannya." terang Mike.
"Tapi bukan begini caranya. Tuan masih muda, masih banyak gadis lain yang bisa menerima Tuan dengan tulus. Kenapa tidak Tuan coba membuka hati dan melupakan Nona Moa?"
"Tidak semudah itu, Moa terlalu berharga bagiku. Aku bisa hidup sampai detik ini hanya karena dia, dan aku juga akan mati membawa perasaan ini untuknya. Aku hanya ingin melihatnya bahagia sebelum ajal menjemput ku, apa yang salah dengan ini?"
"Tidak salah, tapi-"
"Kalau begitu biarkan saja semuanya mengalir apa adanya. Aku sudah cukup bahagia dalam keadaan seperti ini, kau tidak perlu mengkhawatirkan aku!"
"Hmm... Aku mengerti,"
Disaat Mike tengah terbaring lemah di rumah sakit. Moana tiba di villa yang ditempati Mike selama dua tahun terakhir. Moana sengaja mendatangi tempat itu untuk menertawakan Mike atas karma yang dia terima.
Tanpa menunggu lama, Moana yang baru turun dari mobil langsung berjalan menuju lantai dua. Tepat mendekati kamar satu-satunya yang ada di lantai itu.
Sesaat setelah pintu terbuka, Moana terpaku dalam keterkejutan yang sama sekali tidak dia sangka. Mata Moana membulat sempurna mengamati satu persatu gambar yang terpajang di kamar itu.
Ya, selain potret dirinya, tidak ada lagi gambar lain yang tertata rapi di kamar itu. Semua terlihat lengkap dari foto Moana bayi hingga dewasa seperti sekarang ini. Tentu saja Moana bingung memikirkan maksud sang kakak yang memajang potretnya seindah ini, bahkan menghiasnya dengan sangat apik.
"Apa-apaan ini?" gumam Moana sembari mengayunkan langkahnya menyisir setiap sudut dinding. Dia benar-benar tidak mengerti tujuan Mike melakukan ini semua.
"Adikku yang manis, kamu begitu lucu diusia ini." tulisan itu tergores indah di foto Moana saat masih bayi.
"Adikku yang nakal, kamu membuatku selalu menjadi bulan-bulanan Ayah. Beliau selalu memarahiku hanya karena aduanmu yang menyudutkanku." lagi-lagi ada goresan tinta di foto Moana sekitar berusia lima tahun.
"Dari kecil, aku ingin sekali memiliki seorang adik perempuan yang cantik dan lucu. Pada akhirnya, Tuhan mengabulkan permintaanku. Aku sangat menyayangimu, aku akan melakukan apa saja demi membuatmu bahagia." terdapat tulisan lain di foto Moana sekitar berusia sepuluh tahun.
Seketika tangan Moana bergetar ketika menyentuh goresan tinta tersebut. Hatinya mencelos, dia tidak tau bahwa selama ini Mike sangat menyayanginya. Tapi kenapa sikap Mike sangat berbanding terbalik dengan apa yang dia tulis?
"Diusia ini, aku menyadari ada yang salah dengan perasaanku. Aku juga tidak mengerti kenapa rasa itu bisa muncul di hatiku. Tidak seharusnya aku mencintaimu sedalam ini, kakak seperti apa aku ini?" Moana tersentak kaget membaca tulisan yang tergores di gambarnya saat sudah menginjak usia remaja.
"Maafkan aku, Moa. Aku bukannya tidak menyayangimu, aku hanya takut tidak bisa mengendalikan perasaan ini. Rasanya terlalu menyakitkan, aku terpaksa berpura-pura membencimu, aku tidak ingin mengecewakanmu dan ayah kita. Kalian orang-orang baik, kalian sudah membuatku merasakan bagaimana pentingnya arti sebuah keluarga. Aku berhutang budi pada kalian,"
"Disisa umurku ini, aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Aku ingin kamu mendapatkan laki-laki yang tepat, aku akan sangat bahagia jika adik kesayanganku bahagia. Hanya itu yang aku harapkan dalam hidup ini, aku pun akan pergi dengan tenang setelah memastikan bahwa kamu bahagia bersama pria yang kamu cintai."
"Maafkan kakakmu ini, Moa. Aku hanya seorang pengecut yang tidak berani menghadapi kenyataan. Suatu saat nanti kamu akan mengerti betapa berharganya kamu di hidupku. Cintaku padamu tidak akan pernah luntur meski alam memisahkan kita."
Duaar...
Moana tiba-tiba terhenyak di sisi ranjang dengan pandangan menggelap dan tubuh gemetaran. Dia berusaha keras memahami semua tulisan yang baru saja dia baca, akan tetapi semua terasa sulit untuk dimengerti.
Dengan perasaan kacau tak menentu, Moana meninggalkan kamar itu sembari berlari kencang tanpa arah tujuan. Dia harus mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang kini berputar-putar di kepalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments