Dunia Aisyah
"Apa, Kak? Kakak dipecat? Kok bisa, sih?" tanya Aisyah kepada kakak lelakinya, yang tak biasanya pulang kerja lebih awal.
"Ini semua gara-gara kamu!" ketus Zaenal, yang merupakan kakak Aisyah.
Aisyah mengerutkan keningnya. "Lho, kenapa Kakak jadi nyalahin aku?"
"Kamu itu egois, bangun langsung berangkat kerja sendiri, gak pernah bangunin aku. Jadinya aku selalu telat kerja, dan sekarang aku dipecat. Kamu tuh punya kakak, tapi mentingin diri sendiri," kata Zaenal sambil memalingkan muka seolah enggan menatap adiknya itu.
"Astaghfirullah, Kak, aku tuh selalu bangunin Kakak berkali-kali, tapi Kakak aja yang susah dibangunin. Aku juga harus kerja, Kak. Jadi ya karna Kakak gak bangun-bangun, ya udah aku tinggal aja," ucap Aisyah sambil menatap kakaknya.
****
Aisyah adalah gadis belia nan cantik dan soleha, usianya baru dua puluh satu tahun, dia ingin sekali kuliah. Namun karena keterbatasan biaya, akhirnya Aisyah harus merelakan kuliahnya, dan bekerja sebagai penjaga kantin sekolah di SD Kamboja. Pekerjaan Aisyah terbilang santai, karena Pukul dua belas siang sudah pulang.
Aisyah hidup bersama kakaknya, Zaenal dan ibunya, Sri. Zaenal bekerja di pabrik rokok, namun karena dia sering datang terlambat, dia dianggap tidak konsekuen dalam bekerja, akhirnya Zaenal dikeluarkan dari pekerjaannya. Ayah Aisyah yang bekerja sebagai kurir, sudah meninggal satu tahun lalu dalam kecelakaan, sewaktu beliau sedang dalam perjalanan mengantar barang.
Sedangkan Ibu Sri, kini tengah sakit-sakitan karena kesehatannya memburuk. Untuk itu beliau hanya beraktifitas di rumah saja.
Semenjak kepergian ayahnya, kehidupan Aisyah terasa sulit, untuk makan sehari-hari pun, Aisyah harus bekerja demi mendapatkan uang.
****
Zaenal tidak mempedulikan ucapan terakhir Asiyah, dia justru berjalan menuju dapur.
Brakkk ....!
Tiba-tiba terdengar suara seperti meja digebrak.
"Syah! Kamu dari tadi ngapain aja? Kenapa gak ada makanan, aku laper, tau!" seru Zaenal dari dapur.
Aisyah pun berjalan tergopoh-gopoh menuju dapur. Dia melihat Zaenal tengah berdiri berkacak pinggang.
"Ya ampun, Kak, ini kan bulan puasa, dan sekarang baru aja jam setengah satu. Memang Kakak gak puasa? Puasa itu wajib, Kak. Lagian aku baru aja pulang kerja. Dan karna aku puasa, jadi aku masaknya nanti jam tiga," ucap Aisyah sambil membetulkan kerudung yang dia pakai.
"Tapi ibu gak puasa, aku lihat dia tiap hari makan sama minum." Zaenal bersikeras.
"Kak, ibu tuh lagi sakit, dan dia harus minum obat. Kakak jangan gitu, dong," ucap Aisyah mengiba.
"Ah, cerewet kamu, udah sana beliin aku makanan, jam segini pasti udah ada yang jualan takjil di jalanan," ketus Zaenal.
"Jelas belum ada, Kak, nanti jam empat baru pada jualan, lagian ini masih siang," ujar Aisyah.
"Ya gak harus takjil juga, kan. Beliin bakso atau mie instan sana. Warung pasti ada yang buka," paksa Zaenal.
"Kak, mending Kakak puasa deh, aku malu kalau jam segini ke warung. Pasti mereka mengira kalau aku yang gak puasa," ujar Aisyah.
"Halah, gak usah dengerin omongan orang. Lagian aku gak sahur, mana bisa puasa." Zaenal masih terus menyuruh adiknya untuk membelikan makanan.
"Kak, puasa itu gak sahur gak masalah, yang penting niatnya. Apa Kakak tau, sejak pertama puasa, dan sudah tiga hari ini, aku puasa gak sahur. Karna memang gak ada makanan," tutur Aisyah.
"Kamu itu pinter ya, ceramah. Oh iya kamu biasanya pulang kerja dapet makanan, sekarang kok gak dapet," harap Zaenal.
"Gak ada, Kak. Tadi tuh jajanan di kantin laris, banyak belinya dobel-dobel sama buat buka katanya," dalih Aisyah.
Aisyah terpaksa berbohong, sebenarnya setiap pulang dari menjaga kantin sekolah, Aisyah selalu dibawakan jajanan kantin yang kebetulan masih tersisa, oleh pemilik kantin.
Dan hari ini, Asiyah pun mendapat aneka roti. Dan Aisyah sudah berniat, kalau roti itu untuk berbuka. Dia sengaja menyembunyikan roti itu di rak piring, dan ditutupi rantang, jadi Zaenal tidak dapat melihatnya. Hal itu Aisyah lakukan, karena setiap kali pulang kerja pada sore hari, Zaenal pasti melihat jajanan di atas meja. Dan selalu dia habiskan, sehingga Aisyah dan ibunya pun tidak mendapat bagian.
"Ya udah buan ke warung, beliin mie instan," titah Zaenal
"Gak, Kak, aku gak mau. Kalau bukan bulan puasa, aku pasti mau. Kalau aku menuruti perintah Kakak, itu sama saja aku berdosa, dan puasaku jadi batal," tolak Aisyah.
Karena geram, Zaenal segera menarik rambut Aisyah yang tersembunyi di dalam kerudung, membuat Aisyah meringis. "Hei, kamu sekarang berani, ya. Cepat ke warung belikan mie, atau aku bakar semua kerudung kamu," ancam Zaenal.
"Uhuk ...."
Di sela perdebatan antara kakak beradik itu, terdengarlah suara batuk dari arah kamar Ibu Sri.
Aisyah segera melepaskan dengan paksa, tangan Zaenal yang mencengkeram kerudungnya. Kemudian Aisyah berlari masuk ke dalam kamar sang ibu.
"Ibu, ibu tidak apa-apa?" cemas Aisyah.
"Ibu tidak apa-apa, Nak. Kalian kenapa bertengkar?" ujar Ibu Sri.
"Tidak apa-apa, Bu, hanya salah paham sedikit saja." Aisyah berdalih.
Gadis itu sengaja tidak menceritakan secara rinci mengenai perdebatannya dengan Zaenal, karena khawatir penyakit ibunya bertambah parah.
"Ya sudah, ibu pikir kalian bertengkar," lirih Ibu Sri.
"Oh iya, Ibu mau minum? Sebentar, aku ambilkan." Aisyah berusaha mengalihkan pembicaraannya. Dia berjalan keluar kamar, dan mengambil gelas kemudian mengisinya dengan air putih. Aisyah sudah tidak lagi melihat Zaenal di dapur. Entah kemana dia.
Kemudian Aisyah mengambil satu bungkus roti yang dia sembunyikan, dan bergegas masuk ke dalam kamar ibunya.
"Bu, ini diminum dulu, terus ini ada roti. Dimakan ya." Aisyah sengaja berbicara berbisik, khawatir Zaenal mendengarnya, karena Aisyah mengira bahwa Zaenal masuk ke dalam kamar. Padahal Zaenal diam-diam pergi keluar rumah entah kemana.
Terimakasih, Nak." Ibu Sri segera meneguk air dan memakan roti perlahan.
"Nak, ibu minta maaf," lirih Ibu Sri.
Aisyah mengerutkan keningnya, mendengar ucapan permintaan maaf ibunya. "Maaf? Untuk apa, Bu?"
"Ya, gara-gara ibu sakit, kamu jadi susah, harus bekerja. Padahal ibu tahu kalau kamu ingin sekali kuliah di kampus impian kamu. Sejak ayah meninggal ...."
"Sssttt ...." Aisyah menyela ucapan ibunya.
"Sudah, Bu, jangan diungkit lagi. Ayah sudah tenang di sana, kasihan kalau kita masih membicarakan dia. Ibu harus ikhlas, ya," tutur Aisyah bijak.
Tanpa disadari, mata Ibu Sri berkaca-kaca. Dia benar-benar terharu dengan kedewasaan putrinya itu.
"Ya sudah, Ibu sekarang istirahat, ya. Jangan banyak gerak, nanti tambah parah." Aisyah pun membaringkan ibunya di kasur kumalnya. Kasur yang sudah bertahun-tahun dipakai.
Setelah itu, Aisyah masuk ke dalam kamarnya. Dia memandangi potret almarhum ayahnya. Tanpa disadari bulir bening menetes di pipi Aisyah.
'Ayah, kenapa Ayah pergi begitu cepat? Meninggalkan kami semua.'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
🍾⃝ͩ𝙆𝙪ᷞ𝙯ͧ𝙚ᷠ𝙮ᷧ㊍㊍✅
mampir
2023-10-23
1
༄༅⃟𝐐🦂⃟ᴘᷤɪᷤᴋᷫᴀᴄʜᴜ💙
mampir kk
2023-10-11
1
㊍㊍ BUNGA IRIS (MEY)✅
ya begitulah manusia susah untuk bangun cepat 🤣
2023-09-02
0