Keesokan hari, Aisyah berniat hendak menjenguk ibunya ke rumah sakit. Dia meminjam sepeda motor kepada tetangga sebelah, karena sampai saat ini pun, gadis itu belum sempat membeli kendaraan.
Di tengah perjalanan .....
Braakkkk!
Sebuah mobil menabrak sepeda motor yang tengah dikendarai oleh Aisyah. Gadis itu pun terjatuh dari sepeda motornya, lututnya tergores aspal jalanan.
"Duh .... siapa sih, bawa mobil nggak hati-hati," lirihnya.
Mobil yang menabrak Aisyah pun berhenti, dan Aisyah menatap ke arah kaca mobil. Perlahan, kaca mobil terbuka, menampakkan wajah yang tidak asing bagi Aisyah. Keduanya sama-sama terkejut.
'Lho, itu bukannya ....' Aisyah belum selesai membatin, namun mobil itu kembali melaju dan meninggalkan Aisyah begitu saja.
Aisyah benar-benar dibuat kesal. Dia pun merutuki si pengemudi mobil. "Sialan, nggak sopan sekali, sudah nabrak orang, main pergi saja. Eh, tapi ... kok sepertinya aku kenal sama dia ya, mukanya nggak asing. Tapi siapa ya? Ah sudahlah, orangnya juga sudah kabur, awas saja kalau ketemu lagi."
Aisyah pun berdiri perlahan, kemudian dia mendirikan sepeda motornya yang rubuh. Untungnya tidak ada yang rusak pada kendaraan itu. Hanya saja, lutut Aisyah sedikit terluka.
Aisyah pun membatalkan niatnya untuk menjenguk sang ibu di rumah sakit.
Kini Aisyah tiba di rumahnya, setelah mengembalikan sepeda motor kepada tetangganya. Dia segera membersihkan lukanya dengan air bersih, dan menuangkan obat merah pada sebuah kapas, kemudian mengoles ke lututnya yang terluka. Kemudian gadis itu masuk ke dalam kamar, dan merebahkan tubuhnya di atas kasur.
'sial, gara-gara orang nggak jelas tadi, aku jadi batal menjenguk ibu. Besok saja deh, sekarang lutut ku sakit sekali,' batinnya.
****
Sementara itu di sebuah jalanan, sepasang suami istri berusia dua puluh sembilan tahun, sedang berada di dalam mobil yang tengah melaju. Mereka terlibat dalam sebuah pembicaraan.
"Pah, kamu kok malah pergi sih, kasihan anak tadi, dia jatuh gitu. Pasti kesakitan," kata sang istri.
Sang suami hanya diam, tak menghiraukan ucapan sang istri, dia terus saja menggerakkan stang bundarnya. Sang istri merasa kesal, karena suaminya tidak merespon ucapannya. Akhirnya wanita itupun diam.
Ternyata, sepasang suami istri itu adalah Hassan dan istrinya!
****
Keesokan hari, Aisyah bangun, dia segera membersihkan diri dan berpakaian rapi. Setelah itu, Aisyah memasak mie instan untuk dia sarapan.
Kemudian dia kembali meminjam sepeda motor kepada tetangganya, namun kali ini beda tetangga. Aisyah pun mengendarai sepeda motornya, kali ini dia sangat hati-hati, mengingat kejadian kemarin pagi.
Beberapa lama kemudian, tibalah Aisyah di depan rumah sakit tempat Bu Sri dirawat. Setelah memarkirkan sepeda motornya, gadis itu melangkah masuk ke dalam.
Selamat pagi, Nona," sapa seorang dokter menyambut kedatangan Aisyah. Dokter tersebut pulalah yang merawat ibu Sri.
"Pagi, Dok, saya ingin menjenguk ibu saya," sahut Aisyah.
"Oh, silahkan. Tapi, ibu anda belum sadar, dia masih kritis setelah menjalani operasi kemarin. Jadi Nona yang tabah ya," ucap dokter itu.
Mendadak Aisyah menjadi lemas. "Tapi, ibu saya pasti sadar kan, Dok?"
"Pasti, operasinya berjalan lancar, tapi ibu kamu masih belum pulih keadaannya, kamu berdoa saja, semoga ibu kamu cepat melewati masa kritisnya," kata sang dokter.
"Em, maaf, dok, masalah biaya ...."
"Saya sudah bilang, kamu bisa menyicilnya berapapun yang kamu punya. Kamu bisa menyicil setiap minggu, ataupun setiap bulannya." Sang dokter menyela ucapan Aisyah.
'Ya Tuhan, terimakasih, Engkau masih mempertemukan ku dengan orang baik,' batin Aisyah di balik senyumnya.
"Baik, Dok, sepertinya saya akan menyicil setiap minggu saja, biar cepat lunas. Karna saya sekarang sudah mendapat kerja sampingan," tutur Aisyah.
"Baiklah, semoga rejekimu lancar, Nona," angguk sang dokter.
Aisyah begitu mencemaskan keadaan ibunya, hingga gadis itu melupakan rasa sakit pada lututnya yang masih terasa.
Kini Aisyah telah berada di dalam ruangan, di mana ibunya terbaring lemah tak berdaya. Bulir bening mengalir membasahi pipi. "Ibu, cepat sehat, kita kumpul sama-sama lagi. Dan kalau Ibu sudah sehat, Ibu nggak boleh kerja, biar aku saja yang kerja untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari," racaunya.
Lama Aisyah menatap ibunya, yang belum juga sadar, akhirnya Aisyah pun keluar dari ruangan, dia berpamitan kepada sang dokter untuk pulang.
Aisyah pun mengendarai sepeda motor, dan menuju ke sebuah showroom sepeda motor. Dia mengkredit sebuah sepeda motor matic dengan cicilan paling ringan tiap bulannya. Setelah membayar uang muka dengan sisa uang yang dia punya, Aisyah pun menyuruh salah satu karyawan toko untuk mengantar ke rumahnya sesuai dengan alamat yang dia berikan.
Satu jam kemudian, Aisyah tiba di rumahnya, dan selang beberapa menit, sebuah mobil bukaan datang, membawa sepeda motor matic berwarna pink, yang telah dipilih oleh Aisyah.
Para tetangga yang mengetahui, bahwa Aisyah membeli sepeda motor, sebagian menggunjing gadis itu, dan sebagian lagi menatap Aisyah dengan tatapan penuh penuh curiga.
"Dari mana dia dapat uang buat beli motor?"
"Entahlah, dia kan hanya kerja di kantin sekolah, gajinya nggak seberapa."
"Tapi aku sering lihat, sekarang dia suka pergi malam, dan subuh baru pulang."
"Wah, pasti kerjanya nggak benar dia."
Begitulah desas desus para tetangga yang terdengar di telinga Aisyah. Namun, Aisyah tak menghiraukan hal itu.
Setelah karyawan yang mengantar sepeda motor pergi, Aisyah pun menutup pintu, dia berbaring di atas kursi reyotnya.
Tak lama terdengar suara pintu dibuka, Zaenal masuk dan berjalan menghampiri Aisyah.
"Itu di depan motor siapa, Syah?" tanya Zaenal kemudian duduk di kursi sebelah Aisyah berbaring.
Aisyah pun segera mendudukkan tubuhnya. "Aku pinjem temen, Kak," bohongnya.
"Buat apaan, pinjem-pinjem motor segala? Ntar kalo rusak, emang kamu sanggup ganti?" ujar Zaenal.
"Tadi malem aku anter ibu ke rumah sakit, jadi aku pinjem motor, daripada naik ojek mahal," ujar Aisyah.
"Anter ibu ke rumah sakit? Emang kamu punya uang?" heran Zaenal.
"Dokter bilang, bayarnya boleh dicicil tiap bulan semampunya," jelas Aisyah.
"Emang ibu sakit apaan, sih?" tanya Zaenal kepo.
"Penyakit darah tinggi. Kata dokter nggak boleh capek-capek." Aisyah sengaja menutupi penyakit ibunya yang sebenarnya kepada sang kakak, khawatir akan menambah runyam keadaan.
"Capek? Emang ibu ngapain aja di rumah? Kerjaannya cuma makan tidur doang," ketus Zaenal.
"Ya mungkin capek pikiran, Kak," bantah Aisyah.
"Mikir apaan?" sambung Zaenal.
"Sudahlah, nggak usah ribut, mending Kakak doa'in ibu aja biar cepet sembuh," kata Aisyah berusaha mengalah.
"Kamu aja, kamu kan anak kesayangannya. Udah sekarang bagi duit," ujar Zaenal.
"Kak, Kakak kerja dong, biar punya duit. Kakak itu jarang di rumah, sekali di rumah kerjaannya cuma minta duit aja." Aisyah mulai geram.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments