"Om ....?" Aisyah tergagap saat mengetahui, ternyata pria yang dia tabrak wajahnya tidak asing.
"Kamu? Kamu Aisyah, kan?" Pria tersebut tak kalah terkejutnya.
'itu kan om yang pernah beliin aku rokok waktu kak Zae menyuruhku hutang di warung, kenapa dia ada di tempat seperti ini? Terus, dia juga tahu namaku.' Aisyah bertanya-tanya dalam hati.
"Hei, kamu belum jawab pertanyaan ku. Kamu benar Aisyah?" Pria itu membuyarkan lamunan Aisyah sekali lagi.
"Eh, i-iya, Om," sahut Aisyah tergagap.
"Kenalkan, nama saya Hassan." Pria itu pun memperkenalkan dirinya kepada Aisyah.
"Om Hassan? Em ... maaf, Om kenapa ada di sini?" ujar Aisyah.
Hassan refleks terdiam, namun diam-diam netranya menelisik ke arah Aisyah yang masih terduduk sambil meringis kesakitan. Pria itu kemudian menyusuri kaki ramping nan indah itu dan melihat ke atas. Yang tampak di depan matanya adalah, seorang gadis cantik yang mempesona. Dia memakai gaun terbuka yang memperlihatkan buah kembarnya, yang padat dan berisi. Penampilannya sungguh menawan dan memikat hati.
Ada apa ini?" Tiba-tiba Madam Jeni sudah berdiri di hadapan mereka.
Aisyah langsung berdiri, rasa nyeri pada pantatnya dia tahan.
Kemudian Madam Jeni menatap ke arah Hassan. "Tuan, kapan anda sampai sini? Kenapa saya tidak tahu?"
Hassan tersenyum ke arah Madam Jeni. "Belum lama, Madam.
Kini Hassan menoleh ke arah Aisyah. "Madam, dia sedang apa di sini?"
Madam Jeni pun berganti menatap Aisyah. "Oh, ini barang baru, mungkin Tuan bisa mencobanya."
'Barang baru? Ya Tuhan, tega sekali dia menyamakan aku dengan barang,' keluh Aisyah dalam hati.
Hassan kembali menatap intens ke arah Aisyah, sedangkan Madam Jeni mengerutkan keningnya, merasa ada yang janggal.
"Oh iya ... maaf, Tuan, anda sepertinya mengenal dia?"
Hassan dan Aisyah pun terperanjat, namun Aisyah berusaha untuk bersikap tenang, sementara Hassan terlihat sedang mencari alasan.
"Anda salah, Madam, justru saya sedang kesal, karena dia menabrak saya," ujar Hassan membuat Aisyah semakin merasa bersalah.
Seketika Madam Jeni langsung mengalihkan pandangannya ke arah Aisyah. "Hei, anak baru, apa kamu tidak tahu, Tuan Hasaan ini pelanggan terbaik kami di sini. Jadi, tolong kamu jangan membuat onar di sini."
"Tapi, saya ...."
"Sudah, tidak ada tapi-tapian, sekarang ayo minta maaf dengan Tuan Hassan," ketus Madam Jeni tanpa memberikan kesempatan kepada Aisyah, untuk melanjutkan ucapannya.
"Sudah, tidak perlu, Madam, mana si Ita?" Hassan menanyakan salah seorang wanita malam, yang selalu melayaninya.
"Duh, beberapa hari ini, dia tidak masuk, Tuan, tidak ada konfirmasi juga. Mungkin dia sedang sakit karna kecape'an. Oh iya, kenapa Tuan tidak mencoba anak baru ini?" usul Madam Jeni melirik ke arah Aisyah.
Aisyah pun terkesiap, begitupun dengan Hassan. Keduanya sama-sama canggung ....
Hasaan tampak berpikir sejenak, sedangkan Aisyah mencari cara agar dapat menghindar dari Hassan, karena dia merasa malu.
"Bagaimana, Tuan?" tanya Madam Jeni seolah tak sabar.
"Bagaimana, Tuan? Apakah Tuan bersedia, mencoba pelayanan Aisyah?" Madam Jeni kembali mengulang pertanyaannya, karena Hassan diam saja.
Hassan menghembuskan napasnya, dia benar-benar bingung, karena dia sendiri memang belum mengenal Aisyah lebih dalam. Dia hanya tahu jika Aisyah pernah dia belikan rokok, itu saja!
"Ya sudah, saya tunggu di kamar biasa," kata Hassan segera melangkahkan kaki panjangnya masuk ke dalam salah satu kamar.
"Baik, Tuan, kamarnya sudah beres dan lengkap dengan fasilitas yang anda perlukan. Anda bisa langsung memakainya," ujar Madam Jeni.
Hassan tak menyahut, dia langsung saja masuk ke dalam kamar hotel yang dimaksud.
'kamar? Bukankah kata Tini, kerjanya karaoke? Kenapa jadi berubah kamar?' batin Aisyah heran.
Kemudian, Madam Jeni menatap ke arah Aisyah. "Hei, anak baru, kamu layani dia. Jangan buat kecewa, karna dia langganan VIP berkelas paling istimewa di sini. Kalau kamu sampai buat dia kecewa, berarti kamu juga sudah mengecewakan saya. Dan saya tidak akan segan-segan memecat kamu!"
Aisyah terdiam, dia benar-benar tak menyangka sudah masuk dalam tempat terkutuk itu. Ingin sekali dia membatalkan pekerjaannya, namun seketika dia teringat akan sang ibu, dan juga kerugian yang dibuat kakaknya, Zaenal.
'Ya Tuhan, maafkan aku ... sekiranya sudah berada di jalan yang salah. Tapi, aku benar-benar butuh uang banyak saat ini,' batin Aisyah.
Tak terasa, netra Aisyah basah, dia mendadak merasa hina, sudah masuk ke tempat laknat itu.
"Hei! Kamu niat kerja atau tidak? Malah melamun, sudah sana, sekarang kamu masuk ke kamar B, dan kamu layani Tuan Hassan dengan baik," hardik Madam Jeni.
"I-iya, Ma-madam," gagap Aisyah kemudian berjalan menuju kamar yang dimaksud.
Aisyah membuka pintu, dan masuk perlahan ke dalam. Dia menoleh ke arah Hassan yang sedang merebahkan tubuhnya di atas ranjang king size. Namun, Aisyah hanya berdiri mematung di sudut pintu.
Gadis itu menoleh ke kiri dan ke kanan, 'kata Tini kerjanya di tempat karaoke, kenapa ini kok kamar tidur? Mana mike yang buat nyanyi? Sound musik juga nggak ada.'
"Hei, Aisyah ... kemarilah," titah Hassan yang melihat Aisyah hanya berdiam diri.
"Ba-baik, Om." Aisyah berjalan perlahan, hingga akhirnya mendekati Hassan. Dia duduk di pinggir kasur.
"Sudah berapa lama, kamu bekerja di tempat ini?" Hassan bertanya kepada Aisyah.
"Sa-saya baru malam ini ada di sini, Om," sahut Soraya terbata.
"Kenapa kamu bekerja di tempat seperti ini?" tanya Hassan mengerutkan keningnya.
Aisyah menurunkan pandangannya ....
"Hei, aku tanya, kenapa tidak dijawab?" tanya Hassan lagi.
"Saya bekerja untuk membiayai pengobatan ibu saya, Om. Dan kemarin kakak saya juga berulah, sehingga ada kerugian yang harus diganti," jawab Aisyah.
Hassan menghela napas, dia merasa prihatin kepada Aisyah.
"Ya sudah, sekarang layani aku," titah Hassan.
Deg!
Jantung Aisyah berdetak kencang, iramanya tidak beraturan, dia bingung harus memulai dari mana.
"Hei, kenapa diam saja? Bukankah memenuhi keinginan tamu, merupakan tugasmu?" tegur Hassan ramah.
"Ma-maaf, Om ... ba-bagaimana, kalau anda memakai yang lain saja?" gagap Aisyah.
Hassan justru semakin heran dengan sikap Aisyah. Namun dia enggan berdebat dengan gadis itu. Kemudian Hassan meraih tasnya dan mengambil uang berjumlah sepuluh juta dan memberikannya kepada Aisyah.
Aisyah terbelalak, ketika menoleh ke arah uang tersebut ....
"Layani aku, dan uang itu akan menjadi milikmu!" kata Hassan dengan nada tegas.
Aisyah tak berkedip melihat uang tersebut, apalagi mengetahui jumlahnya.
'sepuluh juta? Apakah aku sedang bermimpi? Uang segitu bisa untuk berobat ibu ke rumah sakit,' batin Aisyah penuh harap.
"Aisyah?"
Panggilan Hassan membuat Aisyah tersentak. "Eh, i-iya, Om?" gagapnya.
"Tunggu apa lagi? Ayo layani aku. Apa uangnya masih kurang?" ujar Hassan yang sudah tak sabar lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments