"Ayo masuk, Syah. Ngapain di luar aja?" Suara Tini mengagetkan Aisyah.
"Eh, i-iya, Tin." Aisyah segera melangkahkan kaki jenjangnya ke dalam rumah.
"Sini duduk dulu, aku mau ambil jaket, terus baru anter kamu," kata Tini.
"Iya, Tin. Oh iya, emang tadi kamu dari mana?" tanya Aisyah.
"Beli makan, bosen masakan rumah," bisik Tini di telinga Aisyah.
Aisyah hanya menggelengkan kepala, mendengar ucapan Tini.
Dan Tini pun masuk ke dalam kamar, sementara pandangan Aisyah menyapu seluruh ruangan. Dia benar-benar kagum dengan barang-barabg mewah di dalam rumah itu.
'Padahal dulu rumah Tini sama sepertiku, terbuat dari gubug, dan dia juga nggak punya apa-apa sama sepertiku. Tapi sekarang, apa saja bisa dia beli,' batin Aisyah takjub.
Tanpa sadar, terbesitlah dalam benak Aisyah untuk ikut bekerja, namun dalam hatinya masih ragu.
Tak lama Tini datang menghampiri. "Ayo, Syah, aku anyar pulang."
Aisyah mengangguk, kemudian berjalan keluar mengikuti Tini.
"Kok rumah kamu sepi, Tin. Pada kemana?" tanya Aisyah.
"Ayah sama ibuku sedang di tempat saudara, mereka bantu-bantu buat roti untuk acara arisan keluarga," jelas Tini seraya menaiki sepeda motornya
Aisyah pun mengangguk, kemudian membonceng di belakang Tini. Tak lama mereka sampai di rumah Aisyah.
Aisyah pun turun dari sepeda motor. "Mampir dulu, gak, Tin?"
"Gak, Syah, aku capek mau langsung balik kos, tidur," tolak Tini.
"Ya udah, hati-hati," kata Aisyah.
Tini mengangguk, kemudian segera berlalu dari hadapan Aisyah. Sedangkan Aisyah berjalan masuk ke dalam rumahnya.
"Dari mana kamu?" Sebuah suara mengejutkan Aisyah.
Zaenal sudah berdiri di hadapan Aisyah sambil berkacak pinggang.
"Kok Kakak tanya gitu? Tadi kan aku ajak Kakak teraweh, tapi Kakak gak mau, ya udah aku teraweh sendiri. Jelas aku dari masjid," sahut Aisyah setengah berdalih.
"Teraweh jam segini baru pulang?" tanya Zaenal lagi.
"Emangnya, kenapa sih, Kak? Makannya, tadi ikut aku jadi Kakak tau, aku itu ngapain aja. Aku gak aneh-aneh, kok. Tadi tuh ketemu sama Tini, jadi aku ngobrol sebentar," bantah Aisyah.
"Kamu ini selalu membantah. Sekarang pijitin aku," titah Zaenal
"Tapi, Kak, aku tuh capek, besok berangkat kerja. Sekarang aku mau tidur, jam tiga harus nyiapin buat saur juga," tolak Aisyah.
"Heh, aku juga capek," kata Zaenal merasa geram, karena Aisyah membantah perintahnya.
"Kakak capek? Emang Kakak ngapain aja seharian? Gak ngapa-ngapain, kan?" balas Aisyah.
"Udah, udah, diem, pokoknya pijitin aku sekarang," paksa Zaenal.
Karena tidak ingin berdebat, Aisyah pun menuruti kemauan Kakaknya.
Sementara itu di kamar Bu Sri ....
Bu Sri yang tengah terbaring, mengelus dada. Dia mendengar semua perdebatan kedua anaknya, namun wanita paruh baya itu tidak dapat berbuat apa-apa, selain bersedih.
'Ya Allah, kuatkan dan tabahkan hati Aisyah,' batin Bu Sri.
Di ruang tengah, Aisyah dengan tekun memijat sang kakak.
"Yang semangat dong, Syah. Apaan ini, mijit kok gak krasa apa-apa," kata Zaenal.
"Ini sudah semangat, Kak, aku emang lemes ngantuk," sahut Aisyah.
"Hem, ya udah, cukup!" kata Zaenal geram.
Aisyah pun melangkah hendak masuk ke dalam kamarnya.
"Eh, tunggu!" cegah Zaenal.
Aisyah menghentikan langkahnya, dan menoleh ke arah Zaenal. "Ada apa lagi, Kak?"
"Main pergi aja, duduk sini dulu," ujar Zaenal.
Aisyah mengesah kasar, kemudian mendaratkan tubuhnya di atas kursi kayu.
"Syah, aku minjem uang, dong. Besok aku ganti kalo dapet," lirih Zaenal.
"Buat apa, Kak?" tanya Aisyah.
"Buat butuh," bohong Zaenal.
"Maaf, Kak, aku gak ada, uangku cuma cukup untuk makan kita aja, gaji masih lama juga," tolak Aisyah.
"Ah, pelit banget kamu sama kakak sendiri," gerutu Zaenal.
"Lagian Kakak kan baru aja dipecat, pasti dikasih pesangon. Gak mungkin enggak," telaah Aisyah.
"Pesangon apaan, udah cepet, mana sini pinjem," paksa Zaenal.
"Kalo aku kasih pinjem ke Kakak, terus kalo tiba-tiba aku kehabisan uang, gak bisa makan, gimana?" ujar Aisyah.
"Udah, itu urusan gampang, cepetan pinjemin. Kalo gak pinjemin, aku bakal suruh ibu cari pinjeman, ke mana kek," ancam Zaenal.
Aisyah menatap tajam ke arah Zaenal. "Kak, jangan sembarangan kalo ngomong. Awas aja kalo sampe itu terjadi."
Karena kesal, Aisyah segera beranjak dari duduknya, dan berjalan masuk ke dalam kamar. Aisyah memang paling tidak suka, kalau ada yang hendak berbuat macam-macam dengan ibunya.
Tak lama Aisyah keluar lagi menghampiri kakaknya. Dia menyerahkan selembar uang seratus ribu kepada Zaenal. "Nih, cuma bisa kasih segini."
Zaenal mengambil uang itu, lalu menatap Aisyah. "Kok cuma segini, tambahin dikit, dong," mohonnya.
"Kak, gaji aku tuh sebulan cuma lima ratus, itu udan kepake buat masak tiap hari, sekarang tinggal tiga ratus, buat Kakak seratus, jadi tinggal dua ratus, aku nggak tau itu cukup buat makan sampai akhir bulan, atau gak. Belum lagi beliin obat buat ibu, aku lihat obat ibu udah mau abis. Mana gajian masih lama. Udah pokoknya gak ada lagi." Aisyah berjalan menuju kamarnya.
'Dasar, punya ade pelit banget. Tapi gak papa deh, segini juga lumayan,' batin Zaenal sambil mengipas uang tersebut.
Kemudian Zaenal berjalan keluar rumah, entah kemana ....
Dan di dalam kamar, Aisyah menangis sesenggukan memikirkan sikap kakaknya. Dia memandangi dua lembar uang seratus ribu di tangannya.
'Ya Allah, semoga uang segini cukup buat makan setiap hari, sampai aku gajian lagi,' batin Aisyah.
Kemudian Aisyah merebahkan tubuhnya di atas kasur. Netranya menerawang langit-langit kamar.
'Apa aku ikut kerja si Tini saja, ya? Biar aku bisa mencukupi kebutuhan rumah, bisa masak enak setiap hari, biar kakak nggak marah-marah terus, dan juga bisa membiayai pengobatan ibu di rumah sakit yang bagus. Karna selama ini, aku hanya mampu membelikan ibu obat warung,' batin Aisyah seolah sedang berhayal.
Tanpa sadar, Aisyah tertidur ....
Sementara di sebuah gang. Zaenal sedang menongkrong dengan dua orang temannya.
"Eh, lu punya dana berapa, Nal?" tanya salah satu teman Zaenal.
"Cuma seratus," jawab Zaenal.
"Kita minum, yuk," ajak teman lainnya.
"Mana cukup uang seratus ribu, buat beli minuman? Kalo beli es teh dapet banyak," ujar Zaenal.
"Ya gak usah minuman yang berkelas kali, kita beli yang murah-murah aja, tetangga gue ada yang jual," ujar teman Zaenal.
"Ya udah, nih. Eh, sama beli rokok," kata Zaenal memberikan uang kepada temannya.
Dan di rumah Aisyah ....
"Uhuk ...."
"Uhuk ...."
Prang ....!"
Aisyah membuka mata perlahan, dia terbangun dari tidurnya, mendengar suara ibunya terbatuk diikuti suara gelas pecah.
"Ibu ...."
Aisyah segera turun dari ranjang, dan berjalan tergesa-gesa menuju ke kamar ibunya.
"Astaga, Ibu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
ℛᵉˣℱᵅᵐⁱⳑʸʚɞ⃝🍀𝑬𝒓𝒊𝒛𝒂𝒀𝒖𝒖
padahal rumah orang tua Tini bagus banget. tapi kenapa dia malah ngekos ya?
2023-07-20
0
〈⎳ HIATUS
kesel sama Zaenal, Anak nggak tahu diri emang 😡
2023-07-19
0
Roselia Dufan
Klo di tempatku 100k itu sehari buat beli keperluan masak, bensin + jajan dikit satu hari itu habis ludes, gk kebayang si Aisyah yang cuma punya 200k buat cukupin biaya hidupnya satu bulan kedepan, pasti pusing muter otak
2023-07-14
1