"Ya sudah, kalau Kakak gak mau." Aisyah pun bergegas menuju ke mushola terdekat.
Selesai terawih, Aisyah berjalan pulang sambil mendekap mukena. Di tengah perjalanan, Aisyah disilaukan oleh cahaya motor yang berasal dari hadapan tak jauh dari Aisyah berjalan.
Aisyah pun segera menutup wajahnya dengan mukena yang dibawanya. Dia berhenti sejenak. 'Duh, motor masuk gang kok nggak dimatiin sih lampunya,' batinnya.
Sementara sepeda motor terus saja berjalan, hingga melewati Aisyah yang masih berdiam di tempat.
"Aisyah!" Terdengar suara seorang gadis memanggil nama Aisyah.
Merasa namanya dipanggil, Aisyah pun menoleh ke arah si pengendara sepeda motor. Aisyah memicingkan matanya. Dia seperti mengenal orang yang memanggilnya.
"Ya ampun, Tini, kamu apa kabar?" kata Aisyah.
"Kamu itu yang apa kabar, sekarang gak pernah main ke rumahku," balas gadis seusia Aisyah bernama Tini.
"Aku sekarang kerja, Tin," kata Aisyah.
"Kerja apa?" tanya Tini.
"Jaga kantin sekolah," sahut Aisyah.
"Ke rumahku aja yuk, kita ngobrol-ngobrol, gak enak di sini, banyak orang lewat," ajak Tini.
"Eh tapi, ini udah malem, nanti ibuku nyariin," kata Asiyah berusaha menolak ajakan Tini.
"Terus kapan? Besok kamu kerja, sore aku juga udah siap-siap kerja, ayolah sekarang aja. Ini mumpung aku libur," ujar Tini setengah memaksa.
Aisyah tampak sedang berpikir ....
'Ya sudah deh, aku main sebentar, lagian aku juga hampir nggak pernah main ke tempat Tini. Semoga saja ibu sudah tidur,' batin Aisyah.
"Eh, Syah ... malah bengong ...." Tini membuyarkan lamunan Aisyah.
"Eh, i-iya, Tin, ayo deh kita ke rumah kamu." Aisyah pun terkesiap.
"Ya udah, ayo naik," titah Tini.
Aisyah segera membonceng sepeda Motor matic Tini.
Tini adalah tetangga sekaligus teman sekolah Aisyah. Mereka sama-sama tidak dapat melanjutkan kuliah.
Tini mengendarai sepeda motornya perlahan, namun dia tidak menuju ke rumahnya, melainkan menuju sebuah tempat, yang jauh dari rumah Tini.
"Lho, Tin, rumah kamu sudah pindah, ya?" tanya Aisyah dengan raut wajah heran.
Tini tak menjawab pertanyaan Aisyah. Tak lama, mereka tiba di sebuah bangunan yang mirip dengan kos-kosan, yang terdapat beberapa kamar berjajar.
Kemudian kedua gadis itu turun dari sepeda motor, dan masuk ke dalam salah salah satu kamar. Mereka pun duduk di atas ranjang.
"Aku kos di sini," kata Tini tanpa berbasa-basi.
"Kamu kos?" ulang Aisyah.
Tini mengangguk. "Iya, Syah. Aku kerja di kafe. Kerjanya berangkat jam sembilan malem, pulangnya jam empat pagi."
"Huh? Kerja apa emangnya? Kafe kopi?" tanya Aisyah dengan polosnya.
"Bukan kafe kopi, aku kerja di kafe tempat karaokean. Kerjanya nyanyi, dan bayarannya lumayan, kalo lagi rame, sehari dapet lima ratus ribu, kalo sepi paling cuma dapet seratus ribu, tapi lumayan kan," ujar Tini.
Aisyah terbelalak, mendengar nominal yang disebutkan oleh Tini.
'Kalau sepi saja, dapat seratus ribu. Sehari? Wah, aku sebulan jaga kantin saja, hanya dibayar lima ratus ribu,' batin Aisyah sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar kos Tini
Aisyah melihat banyak sekali barang-barang mewah di dalam kamar itu. Salah satunya, ada televisi dengan layar tidak begitu lebar, namun juga tidak begitu kecil. Kemudian di sebelahnya terdapat dispenser beserta galon berisi air mineral. Kemudian tempat tidur yang berbentuk spring bed, dan kamar mandi dalam.
"Kamu kos di sini, bayarnya bulanan? Atau satu tahun sekalian?" tanya Aisyah penuh selidik.
"Ya bulanan dong, Syah. Ini kan kos kosan, kalau tahunan, namanya kontrakan," sahut Tini sambil terkekeh.
"Oh ... terus, berapa satu bulannya?" lanjut Aisyah.
"Satu juta," jawab Tini spontan.
Seketika kedua bola mata Aisyah membulat. "Sa-satu ju-juta ... itu ... uang semua?"
"Hahaha! Syah, kamu lucu juga, ya. Ya uang semua, masa campur daun," tawa Tini.
'Wah, mahal sekali. Dan itu artinya, gaji Tini memang besar ....'
Aisyah membatin sambil membayangkan, kalau dirinya pun bisa bekerja dengan gaji besar, dan bisa membantu keluarga. Bisa masak yang enak dan mewah, bisa menuruti kemauan kakaknya, yang sekarang menyandang status sebagai pengangguran.
Dan yang lebih penting lagi bagi Aisyah, dia bisa membiayai ibunya berobat di Rumah Sakit termahal dengan pelayanan bagus. Karena selama ini Aisyah hanya mampu membeli obat warung, untuk penyakit yang diderita ibunya.
"Hei ...." Tini pun mengusap wajah Aisyah.
"Aisyah terkesiap. "Eh, i-iya, Tin.
"Kamu ngelamun apaan, sih?" heran Tini seraya mengerutkan keningnya.
"Gak kok, Tin," dalih Aisyah.
"Oh iya, Syah, kamu mau ikut kerja juga, gak? Lumayan lho gajinya. Daripada di kantin, pasti dikit, kan?" telaah Tini.
"Aisyah menurunkan pandangannya. Kemudian dia menatap Tini. "Sorry, Tin, aku gak bisa kalo kerja malem sampe pagi, kasihan ibuku gak ada yang jaga, kakakku kalo malem pasti pergi."
"Hem, Syah ... Syah ... kamu ini lugu banget sih. Kan kamu bisa bayar orang, buat jagain ibu kamu, kalo kamu udah kerja sama aku, enak lho, dapet uangnya tiap hari, jadi gak ada gaji bulanan atau mingguan. Kalo tutupan kafe, langsung dikasih," ujar Tini.
"Tiap hari gajian? Wah, enak juga, ya," heran Aisyah.
Iya, Syah, makannya ikutan, yuk," ajak Tini antusias.
"Aku pikir-pikir dulu deh, Tin. Gak bisa langsung, juga gak janji ya," kata Aisyah.
"Ya udah, aku juga gak maksa," pasrah Tini.
"Iya, Tin, jadi ini kamu lagi libur?" ujar Aisyah.
"Iya, Syah. Liburnya seminggu sekali, bebas mau ambil hari apa aja, tapi gak boleh malem minggu, soalnya hari itu rame banget pelanggan," tutur Tini.
Aisyah mengangguk, dan mereka pun mengobrol disertai canda tawa.
Tak terasa, satu jam pun berlalu ....
"Eh, Tin aku pulang ya, udah malem," pamit Aisyah.
"Oke, ayo aku anter, tapi ke rumahku bentar, ya. Aku mau ngambil jaket, dingin nih, jaket ku kotor semua masih di laundry," kata Tini.
"Oke, Tin. Oiya, orang tua kamu tau, gak. Kalau kamu kerja di kafe?" ujar Aisyah.
"Gak taulah, kalo tau gak bakal boleh," sahut Tini.
"Terus, kamu bilang kerja apa, sama mereka?" tanya Aisyah.
"Aku bilang di kedai kopi. Kan banyak tuh kedai-kedai kopi yang lagi viral, bukanya juga malem sampe pagi. Jadi mereka percaya," kata Tini.
Aisyah hanya mengangguk, karena dia sendiri pun belum paham, bagaimana pekerjaan temannya itu.
pun
"Oh iya, nanti kalau udah di rumahku, jangan bahas masalah kerjaan, ya, gak enak aja," pesan Tini.
"Iya," angguk Aisyah.
Kemudian Tini memboncengkan Aisyah. Hingga tiba di rumah Tini. Tini mengajak Aisyah masuk ke dalam.
Aisyah benar-benar kagum dan tak percaya dengan penglihatannya. Dia melihat rumah Tini terbuat dari beton. Dan isi rumahnya sungguh mewah.
Padahal setahu Aisyah, dulu rumah Tini sama seperti Aisyah, yakni terbuat dari gubug.
'Subhanallah ... ini beneran rumah Tini?' batin Aisyah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
ℛᵉˣℱᵅᵐⁱⳑʸʚɞ⃝🍀𝑬𝒓𝒊𝒛𝒂𝒀𝒖𝒖
ya moga Tini kerjanya cuma nyanyi aja ya, ga lebih. apalagi dengan gaji gede
2023-07-20
0
ℛᵉˣℱᵅᵐⁱⳑʸʚɞ⃝🍀𝑬𝒓𝒊𝒛𝒂𝒀𝒖𝒖
tiap hari gajian malah paling cepat ludes kayanya
2023-07-20
0
〈⎳ HIATUS
Aduh ngeri 😱
2023-07-14
0