Aisyah mendapati ibunya tergeletak tak berdaya di lantai. Dan di sampingnya terdapat pecahan gelas. Rupanya sewaktu Bu Sri ingin minum, dia mengambil gelas berisi air putih di atas meja. Namun karena tangannya gemetar, gelas itu jatuh dan pecah.
Aisyah segera menghampiri ibunya, dan membantu membaringkan kembali di atas kasur. Kemudian keluar dan kembali lagi membawa sapu dan pel. Dia menyapu pecahan gelas, dan mengepel lantai yang basah. Kemudian Aisyah mengambil gelas di dapur dan mengisinya dengan air minum, kemudian memberikannya kepada Bu Sri.
Setelah itu, Asiyah duduk di bibir ranjang. "Ibu kenapa tidak memanggil aku, Bu. Kalau Ibu memang haus?" tanya Aisyah.
"Ibu pikir kamu sudah tidur, jadi ibu tidak tega," jawab Bu Sri dengan suara berat.
"Aku tidur pun kalau Ibu panggil, aku pasti bangun, Bu. Ibu tidak perlu merasa sungkan denganku, aku sudah berjanji akan merawat Ibu sampai Ibu sehat," tutur Aisyah.
"Terimakasih, Nak. Kakak kamu sudah tidur?" ujar Bu Sri.
"Tidak tahu, Bu. Mungkin sudah," jawab Aisyah yang memang tidak tahu menahu soal Zaenal.
Kemudian pandangan Aisyah mengarah ke meja di sampingnya. Dia melihat obat ibunya hanya tinggal sekali minum.
'Ya Allah, besok aku harus beli obat untuk ibu. Mana uangku pas-pasan.' Aisyah membatin sambil menghela napas.
"Gimana, apa Ibu sudah agak enakan?" tanya Aisyah sambil menatap sendu ke arah sang ibu.
"Sudah, Nak. Sekarang kamu bisa istirahat lagi," sahut Bu Sri.
Aisyah tersenyum, kemudian berjalan keluar kamar, dan masuk ke dalam kamarnya.
****
Pagi hari, Aisyah bangun dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak lama dia sudah rapi dengan gamis dan kerudung lusuhnya.
Aisyah berjalan ke kamar sang ibu. "Bu, aku berangkat dulu, nanti kalau mau makan minta sama Kakak," kata Aisyah.
"Uhuk ... iya, Nak, kamu hati-hati," sahut Bu Sri disertai batuk-batuk.
Kemudian Asiyah berjalan ke kamar Zaenal. Dia berniat ingin menyuruh kakaknya, untuk menjaga ibunya. Namun Aisyah hanya melihat pintu kamar Zaenal terbuka sedikit. Ketika Asiyah membuka, dia tak mendapati Zaenal di dalam kamarnya.
'Kakak kemana? Aku pikir dia tidur. Tadi aku bangunkan sahur juga nggak dengar,' batin Aisyah.
'Mungkin dia sedang keluar sebentar, nanti juga pasti pulang,' lanjut Aisyah kemudian berjalan keluar rumah. Gadis itu mengendarai sepeda bututnya perlahan.
Sampai di sekolah Asiyah memarkirkan sepeda bututnya di tempat parkiran sekolah. Kemudian Aisyah berjalan menuju kantin. Seorang wanita paruh baya yang merupakan pemilik kantin tersenyum kepada Aisyah.
"Karna kamu sudah datang, jadi saya tinggal dulu, nanti kalau sudah mau tutup, baru saya kesini lagi seperti biasa," ucap pemilik kantin.
"Em, tunggu sebentar, Bu," cegah Aisyah.
"Ada apa, Syah?" Ibu pemilik kantin mengerutkan keningnya.
"Maaf sebelumnya, begini ... saya mau pinjam uang seratus ribu, saya mau membelikan obat untuk ibu saya yang sedang sakit, karna obatnya habis. Dan uang gaji saya, hanya cukup untuk makan sampai saya gajian lagi," kata Aisyah ragu.
Pemilik kantin merasa iba terhadap Aisyah, namun dia sendiri pun sedang kesulitan ekonomi. Anaknya baru saja terkena musibah.
"Duh, maafkan saya, Syah. Bukannya saya tidak mau meminjamkan. Tapi saya juga sedang bingung masalah uang, anak saya baru saja kecelakaan, dan sekarang di rumah sakit. Saya sudah habis biaya untuk pengobatan anak saya, ini saja saya pinjam koperasi. Kalau ada, pasti saya kasih. Maaf, ya," sesal pemilik kantin.
"Em, ya sudah, tidak apa-apa kalau memang tidak ada. Semoga anak ibu cepat pulih," lirih Aisyah.
Ibu pemilik kantin mengangguk, kemudian berlalu dari hadapan Aisyah. Aisyah pun hanya bisa pasrah.
****
Siang hari, Aisyah pulang dari kantin. Dia mengayuh sepeda bututnya, tak peduli panas yang menyengat tubuhnya. Sebelum sampai di rumah, Aisyah singgah di warung tak jauh dari rumahnya.
"Permisi, Bu." Asiyah menyapa ramah pemilik warung.
"Eh, Non Aisyah. Ada apa, Non?" tanya ibu pemilik warung.
"Bu, maaf sebelumnya. Obat ibu saya habis, tapi uang saya hanya cukup untuk makan setiap hari, dan gajian saya juga masih lama. Jadi ... saya mau mengutang obat dulu dua pack sekalian, besok kalau gajian saya bayar, Bu," kata Aisyah. Sebenarnya gadis itu malu mengutang. Namun dia terpaksa demi ibunya.
Ibu pemilik warung sebenarnya agak keberatan menghutangi Aisyah. Namun karena menyangkut ibunya, ibu pemilik warung pun tak tega.
"Ya sudah, saya ambilkan dulu." Ibu pemilik warung mengambilkan obat batuk yang dipesan Aisyah. Kemudian memberikannya kepada Aisyah.
"Ini obatnya, tapi besok kalau kamu gajian, beneran dibayar ya hutangnya, karna uangnya mau buat modal lagi. Dan hutang kamu sudah cukup banyak juga. Totalnya jadi tiga ratus lima puluh ribu sama obatnya ini," tutur ibu pemilik warung.
Aisyah terbelalak seketika, mendengar ucapan ibu pemilik warung. "Tiga ratus lima puluh ribu? Banyak sekali, Bu. Bukannya saya baru kali ini mengutang sama Ibu? Dan obat ini, satu packnya hanya dua puluh ribu, kan? Jadi kalau dua pack, jadi empat puluh ribu saja. Maaf, mungkin Ibu salah hitung."
Ibu pemilik warung tersenyum. "Non, kakak kamu, si Zaenal itu setiap hari meminta rokok satu bungkus, dan sampai sekarang sudah lima bungkus. Harga rokok satu bungkusnya itu tiga puluh ribu. Dia juga hutang mie dan telur, dan camilan setiap hari. Ditambah obat itu, jadi semuanya memang tiga ratus lima puluh ribu. Zaenal bilang ke saya, kalau dia mengutang disuruh kamu, katanya kalau kamu gajian pasti dibayar."
"Astaghfirullah, kakak tega sekali, kenapa dia mengutang pakai namaku, dia juga nggak bilang dulu ke aku," lirih Aisyah. Tanpa sadar netranya basah.
"Saya juga nggak tahu, Non. Saya pikir Non memang menyuruh si Zaenal mengutang di sini," kata ibu pemilik warung.
"Ya sudah, Bu, nggak apa-apa, besok kalau saya gajian pasti saya bayar, maafkan sikap kakak saya. Saya permisi dulu," pasrah Aisyah.
Ibu pemilik warung mengangguk, kemudian Aisyah mengayuh sepedanya. Kini dia tiba di rumahnya. Aisyah masuk ke kamar Bu Sri. Dia melihat ibunya tertidur pulas. Aisyah tersenyum, dan meletakkan obat di atas meja.
"Cepat sembuh, Bu," lirihnya.
Kemudian Aisyah masuk ke dalam kamar. Air matanya sudah tidak dapat dibendung lagi, akhirnya tumpahlah kini. 'Ya Allah, kenapa KAU beri aku cobaan seberat ini? Sadarkan kakakku ya Allah, supaya dia mau mencari pekerjaan lagi,' batin Aisyah.
Aisyah ingin sekali menangis sejadinya, namun dia tidak ingin ibunya ikut sedih jika mengetahui semuanya.
'Gajiku hanya lima ratus ribu satu bulan, kalau buat membayar hutang tiga ratus lima puluh ribu, itu artinya hanya tersisa seratus lima puluh, belum lagi kalau kakak pasti akan meminjam lagi, entah untuk apa. Aku yakin, kakak pinjam uang pasti nggak bakal diganti,' batin Aisyah lagi.
Gadis itu terbaring di ranjang, sambil terus menangis dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Roselia Dufan
Amiiin ya rabb, kasian Aisyah klo gitu terus
2023-07-21
0
Roselia Dufan
Aisyah berbakti banget, patut di contoh
2023-07-21
0
〈⎳ HIATUS
Ya Allah nggak tega akutuh 🥺
2023-07-19
0