Kemudian Aisyah berjalan menuju kos Tini. Dia tidak memiliki ponsel jadi tidak dapat menghubungi Tini, oleh karenanya Aisyah harus mendatangi kos Tini. Aisyah berniat membatalkan niatnya yang akan bekerja dengan sahabatnya itu.
"Lho, kok gak jadi, emangnya kenapa, Syah?" tanya Tini ketika Aisyah
"Maaf, Tin, aku gak punya baju-baju untuk kerja di kafe," jawab Aisyah dengan wajah sedih.
"Ya ampun, Syah, cuma karna itu kamu gak jadi ikut kerja?" ujar Tini.
"I-iya," gagap Aisyah.
"Udah gini saja, aku ada banyak baju-baju yang sudah gak kepake, tapi masih bagus kok," kata Tini.
"Tapi ... aku gak enak ngerepotin kamu terus, aku juga malu, sampai baju pun harus pinjem ...." Aisyah merasa tidak enak hati.
"Kamu kan gak pinjem, tapi aku yang kasih, udahlah kamu pake aja baju-bajuku pokoknya, aku gak mau denger alesan kamu lagi." Tini bersikeras.
Aisyah memikirkan lagi ucapan Tini, akhirnya dia memantapkan diri. Aisyah pulang lagi ke rumah untuk berkemas, dia pun berpamitan kepada ibunya.
'Kak Zae dari tadi nggak kelihatan, kemana, ya? Ah sudahlah, biarkan saja dia sudah besar. Aku mau fokus cari uang yang banyak. setelah siap semua, Aisyah bergegas menuju ke kos Tini.
"Kamu udah siap, Syah?" tanya Tini memastikan kemantapan sahabatnya sekali lagi.
"Aku udah kesini, jadi tentu aja udah siap," seloroh Aisyah dengan senyum mengembang. Dalam hati, gadis itu merasa konyol dengan pertanyaan temannya itu.
Tini pun pun terkekeh, kemudian dia masuk ke dalam kamar, dan kembali lagi membawa tas kecil berisi beberapa stel pakaian untuk dipakai Aisyah saat bekerja.
"Ini, Syah, baju-bajunya."
Aisyah menerima tas dari tangan Tini. "Makasih ya, Tin. Besok kalo aku udah dapet uang banyak, aku mau beli sendiri baju-baju kayak gini."
"Udah, kamu jangan terlalu mikirin masalah baju, yang penting masalah kamu clear. Di dunia ini, emang uang yang berkuasa melebihi segalanya, walaupun uang bukan segalanya, tapi segalanya tetep butuh uang, karna hidup ini keras. Ya udah, ayo kita berangkat," tutur Tini.
Kini kedua gadis itu berboncengan sepeda motor. Perlahan, Tini menggerakkan stangnya. Di sepanjang jalan, tak henti-hentinya Aisyah mengagumi Tini.
'Tini pasti bekerja sudah berapa lama? Sampai mampu membeli apa saja yang dia mau. Itu artinya, aku pun bisa membiayai pengobatan ibuku, kalau aku ikut Tini bekerja,' batin Aisyah.
Tak lama, sampailah mereka di sebuah Night Club' dengan bangunan megah. Tempat itu terdiri dari dua tingkat. Lantai atas adalah kelab malam semacam diskotik, sedangkan lantai bawah adalah hotel. Di tempat itulah Aisyah akan bekerja. Dia hanya duduk dan mendapatkan panggilan dari para lelaki hidung belang yang ingin memuaskan hasratnya.
Bayaran yang diberikan oleh lelaki tersebut, dibagi dua kepada Madam Jeni, yang merupakan Mamih dari para wanita malam di club' tersebut. Lima puluh persen diterima oleh per wanita malam, dan lima puluh persennya lagi, diterima oleh Madam Jeni.
Namun, jika para wanita malam pandai menggoda para tamu, mereka akan mendapatkan uang tambahan tanpa diketahui oleh Madam Jeni.
Kini kedua gadis itu tiba di kelab malam ....
"Ayo masuk, Syah ...." Tini mengajak Aisyah masuk ke dalam tempat tersebut.
"Eh, i-iya, Tin." Aisyah berjalan mengikuti Tini, hatinya mendadak ragu. Namun gadis itu tetap memantapkan niatnya.
Kini, kedua gadis itu telah berada di dalam ruangan khusus tempat berkumpulnya para wanita pekerja malam. Madam Jeni menyambut mereka.
"Halo, Tini, kamu baru datang?" Kemudian, Madam Jeni melirik ke arah Aisyah. Manik matanya menelisik penampilan gadis itu dari atas ke bawah. Saat itu Aisyah mengenakan kaos kebesaran yang sudah lusuh, dipadukan dengan celana jeans yang sudah kumal pula, ditambah sandal jepit sebagai alas kakinya. "Dia siapa?"
"Oh iya, Madam, kenalkan dia teman saya namanya Aisyah. Dia ingin bekerja di sini," ujar Tini sambil meringis.
'Huh? Penampilannya saja seperti itu, apa dia bisa melayani tamu?' batin Madam Jeni mengejek.
"Oh, dia mau kerja di sini? Apa kamu sudah memberitahu dia, mengenai pekerjaan di sini?" Madam Jeni bertanya kepada Tini.
Dia sudah tahu, Madam," angguk Tini.
Madam Jeni pun mengangguk, sambil terus menatap intens ke arah Aisyah. Sementara Aisyah yang ditatap seperti itu menjadi salah tingkah.
"Oh iya, apa kamu punya baju-baju untuk melayani tamu?" Madam Jeni bertanya kepada Aisyah.
"Su-sudah, Madam," jawab Aisyah sedikit gugup.
Madam Jeni tersenyum, "bagus ... ya sudah, kalian gabung sama yang lain, yuk." Oh iya, Syah, sebaiknya kamu ganti baju sekalian," titah Madam Jeni kepada Aisyah.
"Baik, Madam," angguk Aisyah kemudian dia menuju ke kamar kecil untuk bertukar pakaian, dengan ditemani Tini.
Setelah itu, Tini mengajak Aisyah bergabung dengan teman-teman lainnya. Madam Jeni sangat terkejut, melihat Aisyah yang telah berganti pakaian, dengan gaun mini sedikit terbuka, memperlihatkan dua bukit kembarnya yang padat berisi, serta pahanya yang putih mulus. Kecantikan asli dari wajahnya, pun semakin terlihat jelas.
'Wah, ternyata cantik dan menggairahkan juga dia. Aku harus bisa menjual dia, dengan tarif lebih mahal,' batin Madam Jeni tersenyum evil.
Tini pun memperkenalkan Aisyah kepada teman-teman sepekerjanya. Beberapa di antaranya, terlihat tidak menyukai Aisyah. Mereka khawatir, jika kalah saing dengan Aisyah.
"Ya sudah, Madam stay di depan ya ... biasa, cari tamu buat kalian, supaya kalian semua bisa dapat uang," kata Madam Jeni kepada para wanita malam yang berada di ruangan itu, dan dijawab dengan anggukan kepala beberapa wanita malam.
Tak lama kemudian, masuklah seorang gadis cantik bernama Ina berpakaian mini. Dia tampak bahagia saat itu. Gadis itu memamerkan uang lima juta kepada teman-temannya.
"Wah, Na, kamu dapet banyak banget," kata salah seorang temannya.
"Iya, dong. Kan aku pinter ngerayu tamu. Jadi aku dapet tambahan banyak," ujar Ina dengan senyum mengembang.
"Na, jangan sampai mamih tau, ntar diminta juga sebagian," bisik lainnya.
"Iya, aku tahu, kok. Sebenernya, aku kesal karna mamih gak adil. Kan kita yang capek ngelayanin para tamu, tapi malah hasilnya dibagi dua, harusnya kita dapet delapan puluh persennya," ujar Ina sambil memasukkan uang tersebut ke dalam bra-nya.
Kemudian pandangan mata Ina menatap ke arah Aisyah ....
"Siapa dia?" Ina berbisik kepada salah satu temannya.
"Anak baru. Hati-hati kamu, Na, ntar kalah saing lagi," jawab temannya yang juga berbisik.
Ina pun kembali melirik sinis ke arah Aisyah. Sementara Aisyah hanya duduk diam. Tiba-tiba, Aisyah berasa ingin buang air kecil.
"Tin, aku ke toilet dulu ya." Aisyah berbicara lirih kepada Tini.
"Oke, Syah," angguk Tini.
Karena tidak dapat menahan lagi, Soraya segera beranjak dari tempat duduknya. Namun pada saat dia berjalan melewati Ina, tanpa sengaja kaki Aisyah tersandung kaki Ina. Aisyah pun jatuh tengkurap di lantai.
"Hei! Kamu gak punya mata, ya?" bentak Ina menatap sinis ke arah Aisyah.
Sementara Aisyah mengaduh kesakitan, dia merasakan nyeri di bagian dadanya. "Aduh ... Ma-maaf, Mbak, saya gak sengaja."
Sedangkan Tini tampak geram, melihat kejadian itu. Dia melihat jika Ina sengaja menggeser kakinya, supaya Aisyah tersandung. Dia pun segera menghampiri Aisyah, untuk membantunya berdiri.
"Enak aja minta maaf, apa kamu tau, kalau kakiku sakit, kenal sandal jelek kamu?" ketus Ina mengejek sandal japit yang dipakai oleh Aisyah.
Namun Aisyah tak menghiraukan ejekan Ina. Dia sudah tidak tahan lagi untuk buang air kecil. Dia pun segera berlari keluar. Namun karena tergesa-gesa, Aisyah kembali terjatuh karena menabrak seorang pria bertubuh tinggi tegap.
"Aaauuu ....!"
Aisyah berteriak kesakitan karena kali ini pantat dia membentur lantai. Aisyah pun menoleh ke arah pria yang ditabraknya. Bersamaan dengan itu, pria yang ditabrak, pun menoleh ke arah Aisyah.
Kedua bola mata Aisyah membulat seketika ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
JW🦅MA
walah kasihan ya Aisyah kok di bully ya
mash banyak kah yang seperti itu
2023-05-29
2
Jhulie
terimakasih kak sudah mampir
2023-05-28
1
◌⑅⃝𖤐𝑘𝑎𝑧𝑢𝑚𝑖 [𝓗𝓲𝓪𝓽]𒈔
semangat kk, saya tunggu kelanjutannya
2023-05-28
1