"Yang butuh emang aku, tapi aku kan kakak kamu, jadi kamu harus nurut sama aku," ketus Zaenal.
"Gak, Kak, pokoknya aku gak mau ngutang." Aisyah bersikeras.
"Kamu gak mau? Oke ...." Zaenal berjalan ke arah kamar Aisyah.
"Kakak mau ngapain?" Aisyah mengikuti Zaenal.
Sampai di dalam kamar Aisyah, Zaenal membuka lemari pakaian Aisyah, kemudian mengeluarkan semua pakaian Aisyah.
"Aku akan bakar semua baju-baju kamu ini, biar kamu gak bisa ganti baju, pakai saja baju itu terus," kata Zaenal mengancam adiknya itu.
Aisyah segera merebut baju-baju dari tangan Zaenal. "Jangan, Kak!"
"Kalo kamu gak mau bajunya dibakar, cepet belikan aku rokok. Bukannya kamu masih punya uang? Pake dulu lah," kata Zaenal.
"Iya, iya, aku akan ke warung beli rokok buat Kakak," pasrah Aisyah sembari menata kembali baju-bajunya ke dalam lemari.
"Nah, dari tadi gitu dong. Pake mancing emosi dulu, kebiasaan kamu," kata Zaenal kemudian keluar dari kamar Aisyah.
"Hik ...." Aisyah mulai terisak.
Dan bersamaan dengan itu, Bu Sri ikut merasa sedih mendengar perselisihan kedua anaknya itu.
'Ya Allah, kuatkan Aisyah. Dan sadarkan juga Zaenal,' batinnya.
Setelah menata baju-bajunya, Aisyah pun bergegas keluar menuju warung, dengan mengendarai sepeda bututnya.
Sepanjang perjalanan, Aisyah terus menangis, dia benar-benar sudah angkat tangan dengan kelakuan kakaknya, dan juga sudah cukup dipusingkan dengan masalah ekonomi.
Aisyah tiba di warung, namun berbeda dengan warung tempat dia berhutang. Warung itu dijaga oleh seorang pria tua.
"Permisi, Pak," sapa Aisyah sopan.
"Silahkan, mau beli apa, Nak Aisyah?" tanya bapak warung.
"Maaf, Pak, saya mau minta rokok dulu, besok kalau saya gajian, saya bayar," kata Aisyah ragu.
"Wah, maaf, Nak. Warung saya juga sedang sepi, jadi kalau bisa jangan mengutang. Bukannya tidak boleh, tapi dari pagi juga belum ada pemasukan," kata bapak warung.
"Duh, tolong, Pak, sekali ini saja," mohon Aisyah.
"Maaf, Nak. Saya tidak bisa mengutangi."
Dan bersamaan dengan itu, sebuah sepeda motor berhenti di depan warung. Si pengendara turun dari sepeda motornya, dan berjalan ke arah warung. Pengendara sepeda motor tersebut adalah seorang dokter muda.
"Permisi, Pak, saya mau beli rokok satu bungkus," kata dokter tersebut.
"Baik, saya ambilkan," sahut bapak warung.
Sambil menunggu bapak warung mengambil rokok yang dipesan, sang dokter menoleh ke arah Aisyah. Pria itu mengerutkan keningnya.
"Lho, Nona beli apa? Kok belum dapat apa-apa? Sepertinya Nona lebih dulu di sini," kata pria itu.
Aisyah hanya menggeleng, sambil terisak ....
"Eh, kamu nangis? Ada apa?" Pria itu bertambah heran.
Aisyah tak juga menjawab pertanyaan pria itu. Kemudian pria itu menoleh ke arah bapak warung.
"Pak, maaf, Nona ini beli apa, ya? Kenapa tidak melayani dia dulu? Saya kan baru datang?"
Bapak pemilik warung menoleh ke arah pria itu. "Oh, dia itu mau mengutang, Mas, saya tidak kasih karna warung saya masih sepi pembeli."
Seketika pria itu merasa iba. "Memang, dia mau mengutang apa?"
"Rokok, paling buat kakaknya," jawab bapak warung.
"Ya sudah, kasih dia rokok apa, dua bungkus sekalian, biar saya yang bayar," kata pria itu.
Bapak warung pun menuruti perintah pria itu. Dia memberikan dua bungkus rokok kepada Aisyah. Sementara Aisyah tak percaya dengan kebaikan pria tersebut.
"Subhanallah, terimakasih, Mas, semoga Allah membalas kebaikan Mas," kata Aisyah.
"Sama-sama, Nona," angguk pria itu dengan senyum ramah.
Kemudian Aisyah bergegas menaiki sepeda bututnya, dan mengayuhnya perlahan meninggalkan warung.
"Kasihan sekali dia, sepertinya dari keluarga yang tidak mampu," lirih pria itu namun masih dapat didengar oleh bapak warung.
"Dia itu anak soleha, baik dan jujur, hanya saja kakaknya ugal-ugalan, sekarang nganggur pula, kemarin ibu warung sebelah sana cerita ke saya, kalau kakaknya hutang banyak sekali tapi pakai nama Aisyah," tutur bapak warung.
"Jadi, namanya Aisyah?" tanya pria itu.
Bapak warung mengangguk. "Benar, Mas, saya memang sengaja tidak memberi dia tadi, biar buat pelajaran kakaknya. Kalau hutang untuk kebutuhan Asiyah sendiri, pasti saya kasih."
"Kasihan juga, dia," gumam pria itu.
"Oh iya, ngomong-ngomong, Mas ini tinggal di mana, ya? Kok saya tidak pernah lihat, baru pertama ini," ujar bapak warung.
"Oh, saya tinggal di desa seberang, kebetulan habis ada perlu di desa sini, dan saya butuh rokok, terus saya lihat ada warung di sini, jadi saya beli sekalian," jawab pria itu.
"Owalah, jadi Mas bukan orang sini?" lanjut bapak warung.
"Kalau saya orang sini, pasti saya kenal dengan Aisyah tadi," kata pria itu.
"Iya juga, hehe ...." Bapak warung terkekeh.
"Ya sudah, saya permisi dulu," pamit pria itu.
"Baik, Mas, silahkan."
Pria itu pun mengendarai sepeda motornya dan berlalu.
Sementara itu Aisyah tiba di rumah. Dia mencari Zaenal, karena tidak melihatnya di dalam rumah. Ternyata Zaenal sedang berada di kamar mandi.
Seketika Aisyah mendapat ide. Dia berjalan masuk ke dalam kamarnya, dan menyimpan satu bungkus rokok yang dia dapat dari pria yang dia temui di warung.
'Kalau aku kasih semua, pasti habis langsung. Lebih baik aku kasih satu bungkus dulu, besok lagi kalau dia suruh ngutang, aku kasih satunya,' batin Aisyah sambil duduk di pinggir ranjang menunggu kakaknya keluar dari kamar mandi.
'Tadi itu siapa, ya? Kok baik sekali, mau membelikan ku rokok. Sepertinya bukan orang sini, karna aku nggak pernah lihat. Hem, siapa pun dia, semoga sehat selalu dan rejekinya lancar,' batin Aisyah lagi.
"Aisyah lama banget sih, beli rokok di luar negri kali dia."
Terdengar Zaenal menggerutu, sepertinya dia sudah keluar dari kamar mandi. Aisyah pun cepat-cepat keluar dari kamar, dan memberikan sebungkus rokok kepada Zaenal.
"Ini, Kak, rokoknya."
Zaenal menerima rokok itu sambil tersenyum smirk. "Thanks anak baik."
Aisyah hanya mengangguk, kemudian kembali masuk ke dalam kamar ....
"Astaga! Aku kan belum buka puasa." Aisyah menepuk keningnya, kemudian berjalan ke dapur, dia melanjutkan berbuka puasa.
Nasi di hadapan Aisyah sudah dingin tapi Aisyah tetap memakannya hingga habis.
Tak lama, Zaenal datang. "Masak apa, Syah?"
"Aku cuma goreng telur, makanlah, jangan menawar lagi," sahut Aisyah yang mulai merasa kesal.
"Telur doang?" tanya Zaenal lagi.
"Adanya itu aja, dan tolong hargai sedikit jerih payahku, aku capek kerja, gaji juga gak seberapa. Makan apapun gak masalah, yang penting bisa makan," tutur Aisyah seraya menyendok kan nasi ke dalam mulutnya.
"Terus, kapan kamu masak daging ayam?" tanya Zaenal sambil menghisap rokoknya kemudian mengeluarkan asapnya.
"Gak ada daging-dagingan, makan seadanya. Tahu, tempe, dan sayur juga enak dan bergizi," bantah Aisyah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
◌⑅⃝𖤐𝑘𝑎𝑧𝑢𝑚𝑖 [𝓗𝓲𝓪𝓽]𒈔
kejam benar nih kk
2023-05-28
1