Kini Aisyah telah berada di dalam ruangan, dia duduk di sudut sofa. Gadis itu tak melihat temannya, Tini.
'Mungkin Tini sedang melayani tamu," batin Aisyah.
Dan di dalam ruangan itu, hanya ada Aisyah dan Ina yang juga telah selesai melayani tamunya. Ina mendekati Aisyah.
"Hei, anak baru," sapanya.
Aisyah pun menoleh ke arah Ina. "Namaku Aisyah."
"Aku nggak peduli siapa namamu? Aku hanya ingin mengingatkan kamu saja, jangan sekali-kali kamu merebut tamu ku. Kalau itu sampai terjadi, kamu akan tahu sendiri akibatnya," ketus Ina.
"Tamu yang mana? Bahkan aku nggak tahu, tamu kamu yang mana saja," ujar Aisyah sedikit memberanikan diri.
"Yang mana saja," kata Ina.
"Iya, aku sekarang sudah punya langganan, dan sepertinya, aku nggak akan melayani tamu lain," ujar Aisyah.
Ina menatap sengit ke arah Aisyah, "sombong sekali kamu."
"Aku nggak sombong, aku hanya bilang saja," ucap Aisyah merendah.
'Dasar, anak baru sok belagu,' batin Ina.
Tak lama, masuklah Tini ....
"Eh, kamu susah selesai kerjanya, Syah?" Tini bertanya kepada Aisyah seraya duduk di samping temannya itu.
"Sudah, Tin," jawab Aisyah.
Dan selang beberapa menit, Madam Jeni datang. "Na, ada tamu mencari kamu," katanya kepada Ina.
"Oke, Madam," angguk Ina kemudian segera bersiap diri.
Tak lama, Ina berjalan keluar ruangan, dan kini dalam ruangan itu hanya tinggal Aisyah dan Tini.
Aisyah berbisik, menceritakan tentang perdebatannya dengan Ina.
"Apa? Jadi, si Ina ngancam kamu?" Tini mengerutkan keningnya.
"Ya, begitulah," kata Aisyah tenang.
"Hem, kamu yang sabar ya, Syah. Dia itu dari dulu emang gitu, kalo ada anak baru pasti dimusuhin. Dan, dia juga gak mau kesaingi. Jadi maklum aja, tapi kalo dia udah berbuat kelewat batas sama kamu, bilang aja sama aku, biar aku yang gurus," tutur Tini dengan logatnya yang khas.
"Iya, Tin. Makasih ya ... oh iya, emangnya kalo kita dapet tamu, bayaran kita dibagi sama Madam, ya?" tanya Aisyah.
"Astaga ... sorry, Syah, aku lupa bilang ke kamu, iya gaji kita dibagi dua sama Madam, secara dia kan yang cari tamu buat kita, dan karna dia juga kan, kita jadi dapet uang," ujar Tini.
"Iya, aku tahu itu, makannya aku tanya sama kamu, memastikan aja," kata Aisyah.
"Oh iya, Syah, kecuali kalo uang tips dari tamu. Kadang kan tamu suka kasih uang tambahan ke kita pribadi, nah kamu gak usah bilang-bilang ke Madam, nanti malah disuruh bagi dua lagi," papar Tini.
Aisyah menghela napas, 'oh ... pantas saja, mulai sekarang, aku nggak akan bilang ke Madam. Kemarin, aku nggak tahu, jadi lima juta ku melayang,' gumamnya dalam hati.
"Syah? Kok ngelamun?" Tini membuyarkan lamunan Aisyah.
"Eh, gak papa kok, Tin, hehe." Aisyah enggan memberitahu Tini mengenai uang sepuluh juta, yang dia dapat dari Hassan, karena dia merasa tidak enak dengan Tini, takut dikira pamer.
"Ya udah kalo gitu. Oh iya, gimana kerja di sini? Apa kamu betah?" ujar Tini.
"Ya, sebenernya ... jujur, aku gak terbiasa dengan semua ini. Tapi aku terpaksa supaya ibuku bisa sehat lagi. Aku gak mau kehilangan ibuku, cuma dia yang aku punya sekarang," ujar Aisyah, tanpa sadar netranya basah.
Tini merasa iba dengan temannya itu, dia pun mengusap lembut bahu temannya. "Kamu yang sabar ya, Syah. Semoga ibu kamu cepet membaik."
"Amin, makasih, Tin," kata Aisyah.
Tini pun mengangguk. "Ya udah yuk kita pulang," ajaknya.
"Iya, Tin," angguk Aisyah.
Tini pun tersenyum dalam anggukannya. Tak terasa, mereka sampai di depan rumah Aisyah. Setelah sepeda motor berhenti, Aisyah mengucapkan terimakasih, dan turun dari sepeda motor milik Tini.
Tini segera melanjutkan perjalanannya, pulang ke rumah. Sedangkan Aisyah masuk ke rumahnya. Dia mendaratkan pantatnya pada sebuah kursi kayu.
"Hem, capek sekali hari ini, padahal aku hanya melayani Om Hassa," lirih Aisyah.
Gadis itu merasakan kantuk yang berat, dia pun segera masuk ke dalam kamar, dan mengganti pakaiannya. Kemudian gadis itu menghitung uang yang baru saja dia dapat malam itu.
"Banyak sekali, seumur hidup aku belum pernah memegang uang sebanyak ini, paling hanya seratus ribu, itu sudah paling banyak. Kalau begini setiap hari, aku pasti bisa jadi kaya ...." Aisyah terus meracau.
Dia pun menyimpan uang itu di dalam lemari, kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur, sambil menatap langit-langit kamar.
Sebaiknya, aku buka rekening saja, terus uangnya aku tabung di bank, kan jadi aman. Aku takut hilang, kalau disimpan di rumah. Apalagi Kak Zae suka mengecek lemariku." Aisyah meracau hingga tanpa sadar, dia menguap.
"Huft, sudah ngantuk," lirihnya kemudian memejamkan matanya, hingga masuk ke alam mimpi.
****
Tok ... tok ... tok ....!
Samar-samar terdengar pintu kamar Aisyah diketuk agak kencang. Aisyah pun terbangun karena kaget.
"Siapa sih, jam segini kok ada tamu?" gumam Aisyah.
Kemudian, gadis itu turun dari ranjang, dan membuka pintu kamar. Aisyah melihat seorang wanita cantik dengan usia yang lebih matang darinya.
"Ma-maaf, Mbak siapa, ya?" tanya Aisyah takut-takut.
"Jadi, kamu ya, perempuan nakal yang suka menggoda suami saya?" tanya wanita itu dengan nada ketus.
Jleb!
Hati Aisyah bagai ditusuk ribuan jarum jahit, dan kata-kata 'perempuan nakal' sungguh membuat telinga Aisyah menjadi panas. Dia pun terdiam, ingin melawan pun percuma, karena sejatinya dia memang bekerja sebagai yang dituduhkan oleh wanita tersebut.
"Kenapa diam? Kamu setiap malam menggoda suami saya, kan?" Wanita itu kembali bersuara.
"Maaf, suami Mbak yang mana ya? Jujur, saya sama sekali tidak pernah menggoda suami siapa pun," tutur Aisyah.
Plak!
Sebuah tamparan sukses mendarat di pipi Aisyah, dan seketika pandangan Aisyah menjadi gelap ....
Perlahan, Aisyah membuka matanya, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat itu. "Ini bukannya di kamar?" lirihnya.
Aisyah tampak sedang mengingat sesuatu yang baru saja terjadi. "Astaga, ternyata aku mimpi," lirihnya lagi.
"Tapi ... aku mimpi dilabrak sama perempuan, dan dia bilang, aku suka menggoda suami dia, memangnya suami siapa yang aku goda? Perasaan, aku nggak pernah menggoda suami orang. Ah, kenapa aku harus pusing, lagian hanya mimpi saja," gumam Aisyah lirih.
Mendadak tenggorokan Aisyah terasa haus, dia pun berjalan keluar kamar, menuju ke dapur. Gadis itu mengambil gelas dan hendak mengisinya dengan air putih. Namun betapa malang gadis itu, karena tidak ada air putih matang sama sekali, yang bisa diminum.
"Ya ampun, aku sampai lupa merebus air buat minum, karna aku selalu pulang pagi. Pasti Ibu juga kesusahan minum. Besok aku akan beli galon dan dispenser sekalian," ujar Aisyah.
Gadis itu hendak melihat ibunya di dalam kamar, namun dia mengurungkan niatnya, khawatir ibunya terbangun.
Dan gadis itupun berjalan ke ruang tengah dengan langkah gontai, dia duduk di kursi kayu yang sudah reyot, sambil menahan rasa dahaga
"Hem, sepertinya aku harus beli sofa, biar nyaman buat duduk," pikir Aisyah seraya melirik ke arah kursi yang dia duduki.
"Aisyah, kamu dari mana aja? kenapa sekarang gak pernah di rumah?"
Sebuah suara membuat Aisyah menoleh ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments