"Ba-baik, Om." Aisyah masih saja merasa canggung dengan pria tersebut.
Karena tak sabaran, Hassan segera beranjak menghampiri Aisyah dan melepas satu persatu kain yang melekat pada tubuh gadis itu.
'Ternyata, mulus juga badannya, hanya saja kemarin waktu ketemu, pakaiannya terlalu kumal, jadi wajah cantik dan keindahan tubuhnya tidak terlihat,' batin Hassan tak henti-hentinya memandangi tubuh Aisyah.
Hassan pun mulai membaringkan tubuh Aisyah di atas kasur, dia kini merasa yakin kalau Aisyah memang baru pertama kali bekerja di tempat itu. Terlihat gerakan gadis itu, yang kaku dan canggung karena memang belum terbiasa dengan pekerjaannya.
Suara ******* memenuhi sebuah kamar hotel bernuansa klasik, seorang pria berumur, dan juga gadis muda sedang asik bergulat di atas ranjang berukuran king size. Pria tampan itu begitu mendominasi sedangkan gadis di bawahnya yang bertubuh langsing, hanya bisa pasrah menikmati adegan tersebut.
Aisyah terpaksa melakukan pekerjaan menjijikan itu, dia bertekad akan menyembuhkan ibunya, dan membereskan semua masalah yang diperbuat oleh kakaknya. Bulir bening terus menetes dari sudut matanya.
Sedangkan Hassan semakin mempercepat ritme gerakannya, bahkan Aisyah merasakan sesuatu menyentuh dinding rahimnya. Membuat tangannya refleks bergerak, sedikit meremas sprei merasa kesakitan.
Hassan terus menggagahi tubuh mulus itu. Pria itu benar-benar menikmati tubuh langsing Aisyah, menerobos ************ yang luar biasa bagi Hassan. Benar-benar serasa berada di surga dunia.
Sebenarnya, Hassan sangat memegang teguh hubungan intim after marriage. Pria itu ternyata telah beristri. Namun karena suatu hal, membuat Hassan sekarang seolah menjadi seseorang pria maniak dengan pelayanan wanita lain.
Cengkraman tangan Hassan semakin mengerat, saat dia akan mencapai pelepasan. Gerakannya semakin dia percepat, membuat Aisyah sedikit meringis karena gerakan Hassan yang benar-benar sangat tidak beraturan.
"Syah!" Racau Hassan ketika mencapai puncak kenikmatan.
Sedangkan Aisyah hanya bisa memejamkan matanya, saat cairan hangat menerpa rahimnya. Dia merasakan perih di sekitar **** *************.
'Tuhan, aku sudah ternoda, aku benar-benar kotor. Ampuni aku Tuhan ...." Aisyah bergumam dalam hati.
Lamunan gadis itu buyar, ketika Hassan tanpa peringatan sedikitpun mencabut miliknya tanpa kelembutan sedikit pun, membuat Aisyah meringis.
Mahkota yang sudah dijaga oleh Aisyah selama ini, sirna seketika. Gadis itu meremas sprei dengan sekuat tenaga, rasa sakit pada tubuhnya seiring dengan rasa pilu hatinya yang semakin terasa.
****
Pagi harinya, seorang pria bertubuh kekar merasa terusik saat cahaya matahari menyentuh wajahnya. Pria tersebut mengerjapkan mata perlahan lalu duduk dengan tubuh yang masih lemas, dan mata yang masih mengantuk.
Mata yang terbuka dengan perlahan menangkap ranjang yang berantakan. Dengan rasa penasaran, tangannya bergerak menyingkirkan selimut tebal menutupi pinggangnya.
Hassan terbelalak melihat diri tanpa sehelai benang pun, pakaian miliknya berceceran di lantai.
"Mana Aisyah?" lirih Hassan sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling, dan juga menelisik ke arah kamar mandi, siapa tahu Aisyah sedang berada di sana.
"Apa dia sudah pulang?" gumam Hassan. Seketika netranya menangkap secercah noda merah pada sprei.
"Darah? Apakah ini darah perawan?" gumam Hassan.
Perlahan, Hassan turun dan langsung menuju kamar mandi. Dia melaksanakan ritual mandi. Setelah itu, dia memungut pakaian yang berserakan di lantai, dan mengenakannya kembali.
Kemudian Hassan duduk di bibir ranjang, bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman.
****
Di tempat lain ....
Aisyah kini berada di dalam kamarnya. Gadis itu baru saja selesai mandi. Dia termenung meratapi yang telah terjadi. 'Aku sudah ternoda, aku kotor ....' dia membatin dan tanpa sadar, bulir bening menetes di pipi.
Kemudian Aisyah mengamati uang berjumlah sepuluh juta, yang sedari tadi dia pegang ....
"Sepuluh juta ... banyak sekali, pantas saja Tini sekarang hidup berkecukupan. Dia pasti mendapat hasil jutaan tiap malamnya. Tapi, tunggu deh ... apakah semua tamu pasti memberi tarif segini banyak? Tapi, kalau setiap malam aku mendapat uang sepuluh juta, wah ... bisa kaya aku," racau Aisyah.
****
Malam hari, Aisyah menuju kos Tini. Sesampainya, Tini segera menyambut dan menyuruh Aisyah duduk, sementara dirinya tengah berkemas.
"Gimana hari pertama kerja?" tanya Tini sambil memasukkan ponsel ke dalam tas mininya.
Aisyah bukannya bahagia, namun dia justru tampak sedih. Tini pun menatap raut wajah Aisyah dengan rasa iba. "Apa kamu nyesel, kerja ikut aku?"
"Kamu kenapa bohong, Tin? Kamu bilang kerja nemenin nyanyi aja, tapi ...."
Aisyah tak melanjutkan ucapannya, dia malah menangis terisak. Tini pun menghela napas, kemudian duduk mendekati Aisyah. Dia mengusap lembut punggung temannya itu.
"aku minta maaf, Syah. Sebenernya, aku malu juga kalau kamu tahu kerjaan ku yang sebenernya. Aku bisa ngerasain apa yang kamu rasain, Syah. Kalo kamu ngerasa, kerjaan ini gak cocok, kamu bisa berhenti," saran Tini.
"Berhenti pun percuma, Tin, aku udah kotor, a ...."
"Ssst ...." Tini menyela ucapan Aisyah. "Kamu jangan bilang gitu, kamu terpaksa ngelakuin ini, demi niat mulia kamu."
Aisyah pun terdiam ....
"Ya udah, ayo kita berangkat, yang semangat dong. Kamu ingin ibu kamu sembuh, kan?" ujar Tini mencoba menguatkan Aisyah.
Deg!
Entah mengapa, setiap mendengar kata-kata 'ibu', Aisyah pasti segera luluh. Dia pun mengusap pipinya yang basah, kemudian membonceng pada sepeda motor Tini. Kendaraan itu pun melaju perlahan dikendarai oleh Tini.
"Tin, mulai besok aku berangkat sendiri aja, ya? Aku gak enak kalau ngerepotin kamu terus. Besok aku mau beli motor murah-murah," kata Aisyah lirih.
"Gak papa, Syah. Yang penting kamu seneng, tapi kalo kamu mau bareng aku, ya gak papa juga," ujar Tini.
Aisyah hanya tersenyum. Tak lama, mereka tiba di Night Club. Mereka berdua turun, dan masuk ke dalam langsung menuju ke ruang stan by.
"Hei, kamu kemarin bikin masalah apa, sama tamu langganan di sini?" Ina menyambut Aisyah dengan sewot.
Aisyah menatap Ina, "aku gak bikin masalah apa-apa, Mbak, aku cuma gak sengaja nabrak dia."
"Makannya, kalo jalan pakai mata,' ketus Ina.
"Udah-udah, kamu ini kenapa sih, Na? Kok bawaannya sewot gitu." Tini berusaha menengahi.
Aisyah hanya diam, sedangkan Ina pun berdecih, menatap sengit ke arah Tini, 'mentang-mentang-mentang temennya, dibela, awas aja kamu, Syah,' batinnya.
"Eh, anak baru, kenapa kamu belum ganti baju sekalian?" tanya seorang wanita, yang duduk di dekat Ina.
Aisyah menoleh ke arah wanita itu. "Aku mau ganti, kok ...." Aisyah pun berjalan keluar.
Wanita yang bertanya kepada Aisyah hanya diam, sambil menelisik penampilan Aisyah. "Lihat tuh, sendalnya aja, sendal jepit, hari gini masih aja pake sendal kek gitu. Bukannya dia tadi malam laku, ya?"
Ucapan wanita itu dapat terdengar di telinga Aisyah, karena dia baru saja menginjakkan kaki di luar pintu.
'Kenapa sih, mereka pada jahat sama aku ... apa salahku?' batinnya sambil terus berjalan menuju kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments