Kemudian, Aisyah masuk ke dalam ruang stay, di sana dia melihat seorang wanita berusia lebih matang dari Aisyah. Dan Aisyah memang belum pernah melihat wanita itu sebelumnya, jadi dia pikir wanita itu adalah anak baru, sama seperti dirinya. Wanita itu menatap Aisyah dengan tatapan tajam.
"Oooh, jadi kamu yang merebut pelanggan ku? Kamu kasih pelet apa, sampai dia ketagihan sama kamu, setiap kesini maunya sama kamu terus," ketus wanita itu.
Aisyah menautkan kedua alisnya, merasa bingung. "Maksud Mbak, apa ya?"
Wanita itu segera melangkah lebih dekat dengan Aisyah, dia langsung menjambak rambut panjang Aisyah. "Jangan pura-pura nggak tahu!"
"Aduh, sakit, Mbak." Aisyah mengaduh sambil meringis merasa kesakitan.
Tiba-tiba masuklah Tini, dia terkejut melihat kedua insan yang tengah bertengkar.
"Ada apa ini? Tata? Apa yang kamu lakukan sama Aisyah? Lepaskan, atau tahu sendiri akibatnya!"
Wanita bernama Tata segera melepas rambut Aisyah yang dia jambak.
"Hei, Tini, kamu bilang sama teman kamu, jangan suka merebut pelanggan orang, cari tamu sendiri, dong."
Tini pun segera paham, bahwa yang dimaksud oleh Tata adalah Hassan, yang kini selalu menyuruh Aisyah melayaninya.
Tini pun tersenyum penuh makna, kemudian dia keluar ruangan, dan kembali lagi bersama Madam Jeni.
"Ada apa ini?" tanya Madam Jeni bingung.
"Madam, Tata ini melabrak Aisyah, dia tidak terima, kalau Aisyah sekarang selalu melayani Tuan Hassan," ujar Tini.
Madam Jeni pun menghela napas, dia menatap ke arah Tata. "Ta, kamu itu sudah hampir satu bulan, tidak masuk kerja. Juga tidak ada konfirmasi, ijin juga tidak. Jadi wajar saja, kalau pelanggan kamu berpaling sama yang lain."
Tata menatap Madam Jeni dengan kesal, "tapi, Madam ...."
"Sudah jangan ribut, tamu adalah raja, jadi kalau tamu memilih siapapun di antara kalian, itu hak mereka, karna tamu yang membayar kalian. Pokoknya, saya tidak mau dengar kalian bertengkar lagi," tegas Madam Jeni.
Tata terdiam, dia tidak berani melawan Madam Jeni. Namun dia tetap merasa kesal dengan Aisyah.
'Tata itu penyakitan, sudah agak tua juga umurnya, dulu Tuan Hassan selalu membayar dengan tarif standar, tapi sejak dengan Aisyah, Tuan Hassan selalu memberiku lebih. Dan ini sangat menguntungkan buatku,' batin Madam Jeni kemudian berlalu keluar dari ruangan.
Tak lama, Tini masuk ke dalam. Sementara Tata pun mengepalkan tangannya, sambil menatap sadis ke arah Aisyah. 'Awas kamu,' batinnya.
"Syah, apa kamu udah selese kerja?" tanya Tini kepada Aisyah.
"Sudah, Tin. Apa kita udah boleh pulang?" tanya Aisyah.
"Boleh kok, ya udah yuk, kita pulang. Kamu juga udah gak nunggu tamu lagi, kan?" tanya Tini sambil mengajak Aisyah pulang.
Aisyah hanya mengangguk, kemudian berjalan mengikuti Tini keluar ruangan. Kini hanya tinggal Tata saja seorang diri di dalam ruangan.
"Dasar anak baru sialan, awas saja kamu, sudah merebut tamuku," lirih Tata geram.
Aisyah dan Tini kini berada di sebuah parkiran.
"Syah, aku laper, kita mampir makan dulu yuk," ajak Tini.
"Boleh, Tin, kebetulan aku juga lapar," sahut Aisyah sambil mengelus perutnya.
Kamu mau makan apa, Syah?" tanya Tini.
"Aku mau makan bebek goreng," sahut Aisyah. Gadis itu seumur hidup memang belum pernah makan bebek goreng.
"Wah, enak tuh. Aku juga suka, ya udah, yuk," ujar Tini, tanpa sadar dia menelan saliva.
Kedua gadis itu pun mengendarai sepeda motornya masing-masing. Mereka tiba di sebuah rumah makan bebek goreng. Kemudian mereka berdua masuk ke dalam, dan memesan makanan. Tak lama, seorang pelayan mengantar makanan pesanan mereka.
"Ayo dimakan, wah ini enak banget lho, Syah," kata Tini sambil mengamati bebek goreng di hadapannya.
Aisyah mengangguk, dan mereka berdua pun menyantap hidangan itu dengan lahap. Rasa lapar benar-benar menyerang kedua gadis itu.
"Eh, Syah, kamu kalo dilabrak lagi sama siapa aja yang kerja sama Madam Jeni, kamu lawan aja, ngapain takut. Kan kita sama-sama kerja cari uang, mereka bukan bos dan bukan siapa-siapa juga," kata Tini sambil memasukkan potongan bebek goreng ke dalam mulutnya.
"Bukannya takut, Tin. Tapi, aku gak suka ribut-ribut, apalagi sama temen sendiri. Kan mengalah bukan berarti kalah," ujar Aisyah.
Iya juga sih, tapi kalo udah keterlaluan, ya gak bisa dibiarin gitu aja, kalo kamu diem aja, kamu bakal terus ditindas. Dulu, awal aku kerja di sana juga gitu. Mereka semua musuhin aku, tapi lama-lama aku lawan, sekarang pada gak berani," tutur Tini.
"Ya besok aku coba lawan mereka deh," kata Aisyah sambil terus melahap makanan di hadapannya.
Tini pun tersenyum seraya mengacungkan jempol kepada Aisyah. Sedangkan Aisyah hanya menggelengkan kepala, melihat tingkah temannya itu. Setelah makanan habis, Tini mengajak Aisyah pulang.
"Bentar, Tin, aku bayar makanannya dulu," kata Aisyah.
"Eh, tunggu, Syah, biar aku yang bayar," cegah Tini.
Aisyah pun merasa tak enak hati. "Tapi, Tin ....."
"Udah gak papa, sekali-kali lah," kata Tini.
Aisyah pun pasrah ....
Tini pun membayar makanan yang dipesan oleh mereka berdua. Setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing.
Sampai di rumah, Aisyah membaringkan tubuhnya di dalam kamarnya.
****
Siang hari, Aisyah mengendarai sepeda motornya menuju bank terdekat.
'aku harus punya tabungan untuk masa depanku. aku akan tabung, sebagian uang yang aku dapat dari kerjaku. Nanti malam kan giliran libur, jadi aku bisa istirahat,' pikir Aisyah.
Sesampainya di bank, Aisyah memarkirkan kendaraannya di tempat parkir. Kemudian gadis itu melangkah masuk ke dalam bank. Tiba-tiba Aisyah tidak sengaja bertabrakan dengan seorang pria yang kebetulan sedang berjalan keluar.
Bug!
"Kamu ini, punya mata tidak, sih? Kalau jalan itu, lihat-lihat dong," bentak pria tersebut.
"Ma-maaf, sa ...." Ucapan Aisyah terhenti, kedua bola matanya membulat seketika.
"Om Hassan," lirih Aisyah. Pria yang dia tabrak, ternyata adalah Hassan.
"Kamu? Sedang apa di sini?" balas Hassan dengan tatapan dingin.
"Saya mau buka rekening, Om" sahut Aisyah.
"Gitu ya?" gumam Hassan.
Aisyah pun mengangguk.
"Oh iya, saya minta nomer kamu, kita beberapa kali ketemu, tapi aku belum punya nomer kamu," pinta Hassan.
"Baik, Om." Aisyah segera memberikan nomor telponnya kepada Hassan.
"Oke, sudah saya simpan, nanti kalau pas senggang, saya akan menghubungi kamu. Tapi dengar ya, kalau saya tidak menghubungi kamu dulu, jangan sekali-kali kamu menghubungi saya dulu," kata Hassan dengan nada ketus.
"Baik, Om," angguk Aisyah.
"Ya sudah, saya duluan, dan ingat ... nanti malam kamu tidak perlu bekerja, besok baru aku akan ke sana," ucap Hassan setengah berbisik.
Aisyah hanya mengangguk, dan Hassan pun berlalu dari hadapan Aisyah. Kemudian Aisyah menemui petugas bank, dan mengutarakan niatnya yang hendak membuka rekening tabungan.
Satu jam kemudian ....
Aisyah keluar dari bank, dan berjalan menuju ke parkiran. Dia mengendarai sepeda motornya perlahan. Aisyah berniat menuju ke alun-alun. Setibanya, dia duduk di suatu tempat menikmati udara pagi hari.
Aisyah merasa senang hari itu, seolah dirinya kini tak mempunyai beban pikiran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments