Menjaga jarak

Saat ini Ava sedang berdiri di depan pintu kamarnya, ia mondar-mandir kesana kemari bingung pada dirinya sendiri. Ingin masuk ke dalam ruangan kamarnya, tapi ketika mengingat kejadian tak biasa di kantor Tuaan Ansell tadi siang nyali Ava seketika langsung menciut. Lelaki itu ternyata menyukai temannya sendiri dan menjalin hubungan, Ava tak bisa tinggal dengan lelaki seperti itu.

“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku diam-diam tidur saja di dalam kamar tamu, lagi pula kamar itu juga selalu kosong dari pada tak ditempati,” pikir Ava. Ava mengulas senyuman manis karena ia baru saja mendapatkan ide yang cemerlang sekali dan tidak disangka ketika ia hendak melangkah pergi, pintu ruangan kamarnya terbuka dan suara Tuan Ansell mulai terdengar.

“Mau ke mana kau?” tanya Tuan Ansell.

“Sa-saya mau,” kata Ava terhenti karena ia tak mungkin menjawab yang sejujurnya.

“Masuk sekarang!” perintah Tuan Ansell. Tangannya membuka pintu dengan lebar mempersilahkan Ava untuk masuk.

“Aku harus bagaimana ini,” batin Ava.

“Tunggu apa lagi? Masuk sekarang!” perintah Tuan Ansell untuk yang kali kedua.

Ava tak memiliki pilihan selain masuk ke dalam ruangan kamar. Tuan Ansell langsung menutup pintu dengan rapat, membuat Ava terjingkat kaget. Ava mengangkat pandangan, ia kembal menundukkan kepalanya ketika mengetahui kalau lelaki itu sedang menatapnya tajam sekarang.

“Tuan Ansell, pasti merasa marah karena aku tidak sengaja melihat hal yang tak seharusnya,” batin Ava. Ia menggengam kedua tangannya sendiri karena merasa gugup.

“Ava, apa yang kamu lihat tadi itu tidak sesuai dengan kenyataan,” kata Tuan Ansell mencoba untuk memberikan penjelasan pada Ava mengenai kejadian tadi siang di kantor.

“Sa-saya tak akan pernah menceritakan apapun pada Tuan Sam. Dan saya juga berjanji jika tak akan pernah menceritakan pada orang lain meskipun suatu saat Anda akan menceraikan saya,” kata Ava.

Tuan Ansell terdiam sesaat, ia bingung dengan perasaannya sendiri. Dirinya tak menyukai wanita ini, tapi kenapa ketika mendengarkan kata ‘cerai’ Ansell seakan tak rela. Argh! Perasaan apa ini? Ansell tidak mengerti yang pasti itu bukan perasaan cinta.

Ava semakin melangkah mundur ketika ia mengetahui Tuan Ansell melangkah mendekatinya dengan tatapan sedingin kutub utara. Tapi nasib baik tidak sedang berpihak pada Ava, tubuh kurusnya terjerembab pada dinding ruangan ini, ia hendak menggeser tubuhnya ke samping tapi kedua tangan Tuan Ansell sedang memerangkapnya hingga membuat Aa tak bisa bergerak barang satu inci pun. Nafas hangat yang menguarkan aroma mint seakan membelai wajah Ava, membuat sekujur bulu halus yang ada ditubuhnya meremang sempurna.

“Jika lain kali aku sampai dengar, kau mengatakan kata ‘perceraian’ maka bisa aku pastikan memotong lidahmu itu!” ancam Tuan Ansell.

Dengan polos Ava langsung mengarahkan tangannya untuk menutupi bibirnya sendiri, keringat dingin mulai membanjiri keningnya dengan wajah yang sudah kehilangan rona merah.

“Apakah kau akan mengulanginya lagi?” tanya Tuan Ansell. Dan Ava menjawab dengan gelengan kepala lemah. “Apa yang kau lihat di dalam ruangan kantorku itu tak sama, waktu itu mark hanya sedang bercanda saja dan secara kebetulan kau membuka pintu.”

Setelah menjelaskan hal itu Tuan Ansell berbalik arah, ia melangkah keluar dari ruangan ini.

Tubuh Ava terasa lemas hingga kedua kakinya tak bisa menopang berat badanya sendiri dan Ava jatuh terduduk di lantai, dengan kasar punggung tangannya mengusap bulir bening yang sudah menghiasi keningnya.

“Kau tak akan pernah mengakui kebenaran itu, karena itu adalah suatu aib,” gumam Ava setelah ia bisa menguasai dirinya sendiri.

***

Lampu kerlap-kerlip berputar acak di atas kepala, aroma alkohol menguar di dalam ruangan ini. Ansell sedang duduk di depan bartender, ia sendirian dan hanya secawan whisky yang menemaninya. Terlihat mark datang mendekat, lelaki itu langsung menarik kursi di samping Ansell dan mendudukinya. Ansell memesankan secawan minuman untuk mark dan dibalas senyuman manis oleh mark.

“bagaimana dengan istrimu itu? Apakah dia merasa ketakutan ketika melihatmu?” tanya Mark dengan tangan meraih satu cawan di hadapannya, menggoyangkan isinya, lalu meminumnya dengan satu kali tegukan saja.

“Karena ulah konyol kau itu, dia ketakutan padaku,” kata Ansell dengan wajah nampak masam. “Dia bahkan sempat meminta pada papa untuk pisah kamar denganku.”

Suara lantunan musik di dalam ruangan ini memang terdengar begitu kencang, tapi mark masih bisa mendengar dengan begitu jelas jika nada suara Ansell terdengar marah padanya.

“Jika tidak mencintainya, maka kau pasti akan merasa senang kalau wanita itu meminta pindah dari ruangan kamar mu,” kata Mark.

Ansell menatap ke arah Mark sekilas, lalu dia memesan satu cawan minuman lagi pada bartender. “Aku hanya tak ingin jika sampai Papa marah dan mencoret namaku dari ahli waris, aku tak mau jadi gembel,” dalih Ansell.

Mark tertawa terbahak lalu berkata, “Kau mencintai wanita itu, kau merasa bersalah padanya dan perlahan tapi pasti, rasa bersalah itu mulai membuka hatimu untuknya. Kau mencintainya Ansell, kau harus mengakui itu jangan sampai menyesal,” ujar Mark panjang lebar.

“Aku tak akan mencintai wanita sepertinya, aku hanya merasa kasihan." Ansell memiliki selera yang begitu tinggi, mana mungkin ia mencintai gadis miskin seperti itu.

Di tempat lain.

“Argh! Kenapa setiap kali aku memejamkan mata maka bayangan Ansell dan juga lelaki gila itu menyelinap di dalam benakku, membuat aku merasa risih," ujar Ava dengan kedua tangan yang sudah mengacak rambutnya karena merasa frustasi.

“Jangan berteriak begitu, nanti papa mengira aku menyakiti kau.” Ava langsung membulatkan kedua manik matanya ketika menyadari jika Ansell sudah berada di dalam ruangan ini.

“Se-sejak kapan Kau berada di dalam ruangan ini?” tanya Ava seraya bangkir dari atas ranjang karena merasa panik.

“Sejak kau berguling kesana-kemari,” jawab Ansell jujur. Lelaki itu melepaskan jaket di tubuhnya lalu berdiri di depan Ava.

“Ada apa?” tanya Ava.

“Bukankah tadi sudah aku jelaskan jika apa yang kau lihat itu hanya kesalahpahaman saja, tapi kenapa kau masih tak mau dengar,” ujar Tuan Ansell. Nada suaranya terdengar begitu dingin, hingga mampu membekukan semua benda yang ada di dalam ruangan ini.

“Ak-aku,” kata Ava terputus ketika tangan kekar Tuan Ansell menarik pinggangnya. Kini jarak keduanya mulai terkikis.

“Akan aku buktikan jika aku menyukai lawan jenis.” Tanpa menunggu sahutan dari Ava, lelaki itu langsung menyatukan kedua bibir mereka, Ava begitu terkejut sekali.

 Ia mencoba untuk menjauh tapi Tuan Ansell tak mau melepaskan kecupannya dan lelaki itu semakin brutal saja. Tangan Tuan Ansell mulai bergerilya di tubuh Ava dengan berani.

“Tu-tuan saya percaya dengan Anda, hentikan hal ini sekarang,” pinta Ava.

“Sudah terlambat.”

Terpopuler

Comments

May Yadi

May Yadi

dasar moduse 🙄🙄🙄

2023-05-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!