Ava melanjutkan langkah kakinya untuk keluar dari ruangan kamar ini, tapi sialnya ia tak bisa membuka pintu di hadapannya. Ava mengutuki nasibnya yang tidak beruntung sekarang. Ia memberanikan diri untuk memutar kepalanya menghadap ke arah Tuan Ansell, lelaki itu melihatnya dengan tatapan setajam belati yang baru saja di asah.
“Tu-tuan Ansell, pintunya tak bisa saya buka,” kata Ava dengan kepala yang tertunduk. Menatap lantai jauh lebih menyenangkan dari pada harus menatap lelaki yang belum satu hari ini resmi menjadi suaminya.
“Ini pasti rencana si tua bangka itu,” umpat Ansell kesal. Ansell merasa dehidrasi, ia langsung menyambar air mineral yang ada dalam jangkauannya untuk menghilangkan rasa haus. “Kenapa aku bisa sangat ceroboh sekali! Bisa saja Papa menaruh obat perangsang di dalam minuman ini,” batin Ansell. Kenapa ia baru memikirkan itu setelah meneguk habis air mineral dalam gelas yang ia genggam sekarang.
“Tu-tuan bagaimana ini?” tanya Ava dengan kening yang sudah di basahi keringat dingin.
Tuan Ansell tidak menjawab, lelaki itu diam menatap ke arah Ava, mulai berjalan mendekati Ava dengan langkah gontai. Ava berjalan mundur kebelakang setelah ia menyadari jika ada yang tidak beres dengan lelaki di hadapannya sekarang. Mata Tuan Ansel merah menyala, lelaki itu seakan sedang membelai setiap inci tubuhnya dengan tatapan menginginkan itu.
“Ada apa dengannya? Kenapa dia menatapku seperti seorang binatang yang kelaparan,” batin Ava yang mulai merasa terancam.
Ava yang terus melangkah mundur tidak menyadari jika kini tubuhnya sudah terjerembah pada dinding ruangan ini. Tuan Ansell melangkah menghampirinya dan langsung menaruh kedua tangannya di dinding memerangkap tubuh kurus Ava.
Ava semakin gemetar ketakutan, detak jantungnya seakan hendak lepas da kodratnya sekarang, Ava menggengam kedua tangannya yang sudah berkeringat dingin sejak dari tadi, berdoa supaya ada orang yang menyelamatkannya, tapi suasana tenang dan juga damai seakan meleburkan apa yang Ava pikirkan sekarang.
“Tu-tuan, mohon menjauhlah,” pinta Ava pada Tuan Ansell. Ava merasakan aroma nafas mint membelai wajahnya, jarak keduanya begitu dekat sekarang, hal itu membuat Ava merasa tidak nyaman.
“Menjauh? Kau adalah wanita pilihan si tua bangka itu! Kau sudah resmi menjadi istriku sekarang temani aku.” Tuan Ansell mengendong tubuh Ava ala bridal style membanting perempuan itu ke atas ranjang dengan kasar dan langsung menuntaskan hasratnya secara membabi buta.
***
Tuan Ansell membuka matanya, ia melihat seorang gadis cantik sedang tertidur lelap dalam dekapannya, gadis ini adalah istrinya-wanita pilihan sang Papa! Jika saja sang Papa tidak mengancam akan mencoret namanya dari daftar ahli waris, maka sudah di pastikan jika Ansell akan menolak perjodohan ini. Semua gara-gara bar-bara, kekasihnya itu berani sekali memutuskan hubungan mereka ketika hari pernikahan dan semua persiapan telah di lakukan, jika saja kekasihnya itu tak memutuskan hubungan mereka secara sepihak sudah bisa di pastikan jika Ansell akan menjadi lelaki yang paling bahagia di dunia ini karena ia bisa menikahi wanita yang selama ini selalu menghuni relung hatinya.
Perempuan dalam dekapannya mulai membuka mata, Ansell berpura menutup manik matanya seakan ia belum bangun.
“Astaga! Apa yang telah aku lakukan, dia merenggut kesusian aku begitu saja,” geturu Ava dengan suara serak khas orang bangun tidur. Ava juga menangis semalaman hingga ia akhirnya jatuh pingsan karena tak bisa mengimbangi permainan suaminya yang begitu brutal semalam, entah berapa ronde lelaki itu mengulangi hal yang sama hingga membuat tubuh Ava remuk redam pagi harinya.
“Bodoh! Kau itu istriku mana mungkin kejadian semalam kau anggap aku sedang merenggut kesuncianmu,” batin Tuan Ansell di dalam hatinya. Ia memprotes ucapan Ava tapi hanya didalam hatinya saja.
“Aku tak bisa membiarkannya melihat tubuh polosku, aku harus segera ke kamar mandi sebelum ia membuka mata. Maria, Emma! Aku berjanji suatu saat akan membalas dendam pada kalian berdua, kalianlah yang membuatku ada di posisi ini.” Setelah bergumam Ava mulai melangkah turun dari dalam ranjang. Ava berjalan perlahan karena menahan rasa nyeri di bawah sana. Sungguh sekujur tubuhnya terasa begitu kaku sekali.
"Aku sudah melihat setiap inci tubuhmu, jadi kenapa masih mencoba menyembunyikannya," protes Tuan Ansell di dalam hati. Tuan Ansell mungkin terlihat diam dan selalu menatap Ava dengan manik tajam, tapi sesungguhnya lelaki itu tipe orang yang suka protes di dalam hati.
Ava melihat ada baju yang tergeletak di atas meja, ia mengetahui jika itu adalah baju wanita, tanpa ragu Ava langsung membawa baju itu masuk ke dalam kamar mandi.
“Siapa Maria dan siapa Emma?” tanya Ansell pada dirinya sendri. Lelaki itu mulai menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang dengan mengusap dagunya yang di tumbuhi bakal janggut.
Tuan Ansell melihat ke arah Ava yang sudah jauh lebih segar setelah keluar dari kamar mandi, wanita itu nampak cantik natural meskipun tak mengenakan make up di wajahnya, kulitnya juga putih asli walaupun tak melakukan perawatan sedikitpun. Shith! Kenapa Ansell bisa menggagumi lelaki pilihan sang papa, ini tidak boleh. Wanita ini pasti sama seperti wanita lainnya yang menikahinya hanya karena harta saja.
Ava melihat ke arah Tuan Ansell yan mulai beranjak berdiri dari posisi duduknya, selimut putih yang tadi sempat menutupi tubuh lelaki itu tiba-tiba melorot ke lantai, membuat Ava menjerit karena melihat tubuh Tuan Ansell yang polos tanpa sehelai benangpun.
“Kenapa berteriak jika semalam kau sudah menyentuh setiap inci tubuhku,” kata Tuan Ansell dengan wajah tanpa dosa. Lelaki itu bahkan tak merasa malu sedikitpun ketika tubuhnya di lihat oleh Ava. Mungkin karena Tuan Ansell sudah terbiasa melakukan permainan kuda lumping dengan banyak wanita.
“Saya tidak melakukan hal itu! Anda yang memaksa saya,” jawab Ava tidak setuju.
“Sama saja.” Usai bicara Tuan Ansell melenggang masuk ke dalam kamar mandi.
“Tentu saja berbeda, kau yang memaksa aku Tuan," kata Ava dengan berani ketika melihat pintu kamar mandi telah tertutup.
“Ulangi sekali lagi!” titah Tuan Ansell dengan kata-kata mengancam. Sebenarnya tadi Ansell belum menutup sempurna pintu kamar mandi sehingga ia masih bisa mendengarkan begitu jelas apa yang Ava ucapkan di belakangnya.
“Ti-tidak Tuan, ma-maafkan atas kelancangan saya,” jawab Ava dengan kepala yang tertunduk takut. Keberanian yang hanya sebesar biji beras itu langsung melebur begitu saja.
Tuan Ansell menarik seulas senyuman sangat tipis sekali ketika melihat perubahan sikap Ava yang menurutnya lucu. Lucu! Sepertinya Tuan Ansell perlu pergi ke rumah sakit guna untuk memeriksakan kondisi penglihatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
andiva putri
mulai ada sesuatu ya tuan😂😂
2023-08-10
0