"Luna, sekarang saja kita beli. Nggak usah nunggu makan siang" hanya terlihat kepala Jiel yang melongok ke ruangan pantry.
Luna sampai kebingungan menjawab, karena mulutnya penuh dengan makanan yang dibelikan oleh Aris.
Sementara Aris hanya bisa bengong, seumur-umur baru kali ini tuan muda mendatangi pantry.
"Kok diam sih? Ayo!" ajak Jiel kembali.
Luna buru-buru menelan makanan yang belum selesai dikunyahnya. Tak lupa dia teguk minuman dingin yang dibelikan oleh Aris.
"Kerjaan kalian apa cuman makan sama nggosip aja. Ayo lekas" seru Jiel membuat Luna tak bisa menghabiskan makan yang baru diambil sesuap itu.
"Kak, jangan dibuang dulu ya. Ntar kumakan lagi" kata Luna dan dijawab oke sama Aris.
"Tuan muda mau kemana?" tanya Laura dan tak lagi memanggil dengan namanya.
"Bukan urusan kamu" jawab Jiel.
"Semua akan menjadi urusan saya, jika anda meninggalkan tempat kerja dengan tidak profesional" Laura mencoba menghadang. Bahkan wanita berbaju seksi yang memperlihatkan kedua busungan dadanya itu berdiri tepat di depan Jiel.
"Apa? Mau lapor papa? Jika papa nanyakan, suruh nelpon ke ponselku" seru Azriel.
Dengan santainya Jiel menggandeng lengan Luna. Dan secara reflek Luna menarik tangannya. Mereka bukan siapa-siapa, tak pantas juga saling bergandengan tangan.
"Ayo Luna" Jiel yang duluan berjalan maka Luna pun mengikuti.
Laura kembali menghentakkan kaki karena tak digubris oleh Jiel.
Baru hari pertama saja, sosok gadis itu sudah membuat sebal sekretaris Jiel itu.
Sekretaris yang dipilihkan mama nya untuk selalu mengawasi Jiel selama di perusahaan.
Bukannya Jiel tak tahu, tapi hari ini memang sengaja dia mengibarkan bendera perang dengan sang mama. Apalagi jika mama nya sudah bicara perjodohan, membuat Jiel malas.
Jiel yang selama ini antipati dengan cewek, tentu saja membuat mama dan papanya kuatir. Apalagi usia Jiel sudah mau di akhir dua puluhan, tepatnya dua puluh tujuh. Itulah yang membuat mama gencar mencarikan jodoh untuk putra tunggalnya itu.
"Luna, kamu biasa beli alat kebersihan di mana?" tanya Jiel yang tengah serius menyetir itu.
Luna diam karena memang tak tahu.
"Luna! Kamu nggak dengar ya?" Jiel mengeraskan nada suaranya.
"Dengar tuan, tapi nggak hafal dengan kota ini" jawab jujur Luna.
"Emang kamu asli mana?" pancing Jiel.
Luna menutup mulut, tentu saja asal usulnya tak ingin diketahui oleh siapapun.
"Hanya kota kecil tuan" jawab Luna.
"Owh..." Jiel menanggapi singkat Luna.
Mobil sport mewah itu dia belokkan ke sebuah mall.
"Kok malah ke mall?" biarpun udik, Luna tetap tahu jika itu sebuah mall.
"Aku juga nggak tahu toko yang jual alat kebersihan" terang Jiel sekenanya.
Tuan muda mana tahu begituan. Batin Luna.
Luna yang berjalan di belakang Jiel, tak sengaja menubruk badan kekar Jiel yang tiba-tiba saja menghentikan langkah.
Bruk...
"Awh..." keluh Luna sembari memegang jidatnya.
"Makanya kalau jalan jangan menunduk" ucap Jiel.
'Siapa suruh berhenti mendadak' gerutu Luna dalam benak. Mana berani dia berani menggerutu di depan sang bos besar.
Saat Luna menoleh, didapatinya tempat yang dimaksud oleh Jiel.
Luna meninggalkan begitu saja Jiel yang masih berceloteh mengomeli Luna.
"Loh, main pergi aja nih cewek. Baru kali ini gue dicuekin" gerutu Jiel tapi tetap saja menyusul langkah Luna.
Luna dengan asyiknya memilih alat-alat kebersihan yang kurang di kantor.
Tapi saat melihat semua label harga yang ada di sana, Luna taruh kembali semuanya.
"Tuan, jangan beli di sini. Mahal-mahal" seru Luna.
Jiel meraih salah satu barang yang tadi dikembalikan Luna.
'Segini mahal?' batin Jiel.
Luna malah membelokkan kaki ke perlengkapan memasak.
"Wow, andai ada ini semua. Pasti aku masak yang enak" binar mata Luna terlihat jelas.
Jiel melangkah ke kasir, dan membisikkan sesuatu di sana.
Terlihat sang kasir mengangguk hormat kepada Jiel.
"Luna, kita nggak jadi beli. Kata kamu tadi kemahalen" bilang Jiel.
"Kita mau kemana lagi tuan?" bukannya keluar mall, Jiel malah mengajaknya ke lantai atas.
"Jangan banyak nanya, aku masih ada perlu" tukas Jiel tanpa menjelaskan keperluannya.
Luna pun diam, percuma nanya. Bukan urusannya juga. Luna hanya mengikuti kemana kaki sang bos melangkah.
"Nona, pilihkan baju yang cocok untuknya" suruh Jiel.
Luna santai saja, tak mungkin dirinya juga yang dibelikan.
Luna mengambil ponsel jadulnya yang ada di saku dan hendak mengambil beberapa foto.
Kapan lagi bisa berada di butik mahal seperti ini. Pikir Luna.
"Nona, mari silahkan ikut saya" ujar sang karyawan butik menghampiri Luna.
"Hah? Aku?" Luna menunjuk dirinya sendiri.
"Tuan Azriel yang menyuruh Nona" beritahunya, sementara Luna masih tak bergeming.
"Aku nggak mau. Lagian semuanya ini nggak pantas aku pakai" tolak Luna mentah-mentah.
"Kata siapa?" sela Jiel.
"Ingat, nanti malam kamu sudah janji ikut apa kata perintah dariku" seru Jiel mengingatkan.
"Itu mah paksaan namanya tuan" balas Luna.
"Lembur berbayar, ingat itu!" tandas Jiel.
"Cepetan, ladenin aja dia" suruh Jiel kembali.
Sementara Luna masih menolak.
"Aluna Mahira, aku bisa nuntut kalau kamu nyalahin kontrak" ujar Jiel mulai tak sabar.
Bibir Luna reflek mengerucut, sebal dengan paksaan laki-laki di depannya itu.
Sementara Jiel dengan santainya berkacak pinggang dengan salah satu tangan masuk saku.
"Sana... Sana..." Tangannya mengibas sebagai isyarat agar Luna mengikuti karyawan yang ditunjuk oleh Jiel.
Semua yang ada di butik, mayoritas adalah gaun dengan akses terbuka. Dan tentu saja itu tak cocok dangan gaya Luna.
"Nona pasti cocok dengan gaun ini" bilang sang karyawan menunjukkan gaun muslimah yang terlihat mewah.
Tentu saja pandangan Luna tertuju ke banderol harga.
"Apa nggak ada yang murah? Seratus ribuan gitu?" takut aja Luna suruh bayar. Mana di dompet tinggal dua lembar uang dua puluh ribuan, yang akan dia pakai bayar makanan sama biaya ongkos pulang ntar.
Lagian tuan muda yang satu ini aneh-aneh aja pakai ngajakin ke tempat beginian. Gerutu Luna.
"Seratus ribu cuman cukup buat beli satu kancing nona" kata karyawan itu meremehkan Luna.
"Kalau gitu aku nggak jadi beli aja" Luna menjauh dan segera balik kanan kembali ke arah Jiel.
"Sudah? Mana bajunya?" tanya Jiel.
"Nggak jadi aja, mahal tuan" tanggap Luna.
Sedari tadi yang ada di pikirannya cuman mahal melulu. Dia nggak tahu siapa yang mengajaknya kali ini.
Dengan menjentikkan jari, Jiel suruh karyawan itu membungkusnya.
"Tunggu bentar" pinta Jiel kepada Luna. Dirinya beranjak ke kasir untuk menggesek kartu miliknya.
"Nih" Jiel menyodorkan sebuah paper bag kepada Luna sekembalinya dari kasir.
"Jangan lupa, nanti malam aku jemput. Kamu share lok aja tempat kamu tinggal" kata Jiel beralu meninggalkan Luna yang masih bengong.
"Hei...dasar tuan muda songong" ingin rasanya Luna meneriakkan itu di telinga Jiel, tapi tercekat begitu saja di tenggorokan. Terhenti tanpa bisa keluar suara.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
***To be continued, happy reading
Tetap aja author tunggu like, komen, vote. Bintang lima juga boleh dech.
Salam sehat untuk semua.
💝***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Bunda'nya Alfaro Dan Alfira
sabar lun,sabar orang sabar disayang tuan muda..😁😁😁😁
2023-05-23
5