Penghianat

Aylin sampai disekolahnya, ia pun melangkah kan kakinya menuju kelas. Baru saja ia hendak masuk ke kelasnya, Maria yang selalu mencari masalah dengannya muncul entah dari mana. Aylin pun menghentikan langkahnya dan memutar bola matanya, begitu melihat Maria di hadapannya.

"Ada perlu apa?" Tanya Aylin datar.

Maria menatap Aylin dengan senyum menyebalkan miliknya.

"Gimana rasanya jadi yatim piatu? Kasian banget ya? Hahaha." Ejek Maria.

Mendengar hal itu Aylin pun memilih mengabaikannya, dan melanjutkan langkahnya. Maria yang merasa diabaikan, menjadi kesal. Ia pun menarik tangan Aylin dengan kencang, hingga tubuh Aylin tertarik kebelakang.

Melihat hama pengganggu yang sudah keterlaluan, Aylin pun bergerak seolah refleks. Ia melayangkan tamparan asal ke wajah Maria, membuat Maria yang tak siap terjatuh. Saking kuatnya tamparan Aylin.

Plak

"Kurang ajar! Berani-beraninya Lo nampar gue!" Marah Maria tak terima dengan perlakuan Aylin padanya.

Tampak sudut bibirnya mengeluarkan darah, akibat tamparan Aylin.

Aylin berpura-pura tidak mengerti dan bersikap polos.

"Maaf, refleks." Ucap Aylin, sembari memberikan tatapan remeh pada Maria.

Maria pun tak tahan dengan emosinya, ia segera maju untuk membalas perlakuan Aylin padanya.

Plak

Aylin sengaja menerima tamparan Maria, karna ia melihat Kyne yang baru saja tiba didepan kelas.

Tenaga Maria ternyata boleh juga, tapi tidak ada apa-apanya bagi Aylin.

Sedangkan Kyne yang menyaksikan hal itu, segera menghampiri Aylin dan Maria yang sedang bersitegang. Ia menjauhkan Maria dari Aylin.

"Lo apa-apaan sih Na!" Ucap Kyne sembari mendorong Maria menjauh.

Maria yang melihat Kyne memberikan perhatian pada Aylin pun menjadi semakin marah.

"Lo yang apa-apaan! Lo itu pacar gue, bukan dia! Kenapa malah belain dia!" Teriak Maria marah.

Beberapa orang yang melewati kelas itu pun tertarik untuk melihat begitu mendengar teriakkan Maria.

"Gila lo ya? Ngapain lo nampar Aylin! Bisa gak sih ga usah nyari keributan terus?!" Cerca Kyne pada sang kekasih yang menurutnya sudah keterlaluan.

Aylin hanya diam menyaksikan dua sejoli yang sedang bertengkar dihadapannya.

"Lo gapapa,?" Tanya Kyne pada Aylin, ia melihat jejak kemerahan berbentuk 5 jari yang sangat jelas pada wajah Aylin.

"Gapapa kok." Jawab Aylin singkat.

"Dasar cewek murahan! Sini Lo!" Ucap Maria tak terima kekasihnya perhatian pada Aylin.

Ia pun hendak menghampiri Aylin lagi, tapi kali ini terhalang oleh Kyne. Maria terlihat seperti orang yang menderita gangguan mental.

"Lo duduk aja! Biar gue ngurus Maria!" Ucap Kyne sembari membawa pergi Maria yang masih mengamuk tidak jelas.

Aylin pun memilih untuk duduk di tempatnya, mengabaikan beberapa orang yang sepertinya ingin tau apa yang sebenarnya terjadi.

Mengapa lelaki baik seperti Kyne mau berpacaran dengan Maria, padahal image Maria sebagai cewek pencari masalah sudah melekat pada dirinya jauh sebelum mereka berpacaran. Pikir Aylin.

Sebenarnya sudah tidak ada kegiatan belajar mengajar bagi siswa tahun terakhir, hanya saja para siswa memilih datang ke sekolah karna ini adalah saat-saat terakhir mereka menginjak bangku SMA.

Sedangkan Aylin memilih datang ke sekolah hari ini karena ia hendak membicarakan sesuatu pada kepala sekolah. Sebelum memulai segalanya.

Sambil menunggu kepala sekolah datang, Aylin memilih keluar kelas dan berjalan ke arah taman belakang sekolahnya, untuk membaca novel miliknya.

Karena suasana kelas yang mulai ramai, sedikit mengganggu kegiatannya.

Ia pun mendudukkan diri dibawah sebuah pohon besar disana dan mulai membaca novelnya.

Selang beberapa lama, ia mendengar langkah seseorang tepat disekitarnya. Aylin pun menyebarkan auranya agar bisa mengetahui siapa yang datang dan apa yang mereka bicarakan ditempat ini.

Ia pun tersenyum tipis menyadari bahwa orang-orang itu adalah orang yang dikenal dengan baik selama ini. Menyenderkan kepalanya dibatang pohon, Aylin memejamkan matanya sembari mendengarkan para penghianat dan hampa sedang berdiskusi.

"Mahkluk hina." Ucap Aylin pelan.

Disisi lain pohon besar, dua orang berjenis kelamin berbeda sedang membicarakan rencana mereka. Tak menyadari bahwa ada seseorang dibalik pohon besar tersebut.

"Apakah kau sedang bercanda? Bagaimana bisa dia tau tentang kunci itu?" Tanya sang gadis pada lawan bicaranya.

"Apakah wajahku terlihat seperti yang bercanda? Aku serius! Dia bahkan meminta kunci itu pada ibuku!" Jawab Liam, ya. Salah satu diantara mereka adalah Liam.

Aylin juga tak menyangka akan mendapatkan penghianatan seperti ini.

"Dari mana dia tau? Bukankah dia tidak memiliki ingatannya?" Tanya gadis itu lagi.

"Ibuku bilang, Karina meninggalkan catatan tentang keluarga mereka dan juga kunci itu. Aylin bahkan tidak tau apapun tentang asal-usulnya." Ucap Liam panjang lebar.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Ucap gadis itu.

"Ibuku bilang lebih baik memberikan kunci palsu padanya, dia tidak akan tau itu palsu. Sementara itu keluarga kami akan menghilang dan kembali ke sana, agar tidak terlibat masalah dengannya." Jelas Liam.

Sang gadis yang mendengarnya pun menghela nafas kasar.

"Harusnya saat kalian membunuh orang tuanya, kalian juga membawa dia! Kalau sampai dia mengingat semuanya, ini bisa jadi masalah besar bagi rencana kita dan yang lainnya." Ucap gadis itu.

"Iya aku tau, harusnya aku mencegah orang tuaku bertindak gegabah seperti kemarin. Kalau begini mau tidak mau, aku hanya bisa mengikuti mereka." Keluh Liam.

"Sudahlah, sebaiknya kalian segera pergi. Lebih baik meletakkan kunci palsu itu dirumahnya saja, daripada kalian bertemu dengannya. Mungkin ia akan curiga." Saran gadis itu.

"Rencana akan tetap berjalan seperti yang direncanakan sebelumnya, kalian segera kembali agar tidak ada hal yang mungkin mengganggu akibat kejadian kemarin. Segerelah menghadap, begitu kalian tiba disana." Lanjut sang gadis.

"Baiklah, aku akan memberi tahu orang tuaku. Kalau begitu aku pergi dulu, semoga rencana kalian berjalan lancar sebelum bulan purnama nanti." Ucap Liam, mereka pun pergi dari sana dengan terpisah.

Aylin yang sejak tadi menyimak percakapan mereka, berusaha keras menahan dirinya agar tidak emosi dan muncul dihadapan mereka.

"Tunggulah permainanku, para bajingan." Ucap Aylin datar.

Ia pun menetralkan amarah yang sedang menguasainya, sebelum beranjak dari sana. Setelah amarahnya mereda, Aylin berjalan keluar dari area tamat belakang. Ia berjalan ke arah ruang kepala sekolah, agar urusannya cepat selesai. Dan ia bisa pergi ke tempatnya segera, ya pastinya setelah memusnahkan beberapa hama di dunia ini.

Begitu hendak mengetuk pintu ruang kepala sekolah, seseorang membuka pintu dan keluar dari dalamnya.

Aylin melihat Luna, kakak dari Maria yang biasa menyapa dan mengajaknya bicara.

"Aylin? Kamu ngapain disini?" Tanya Luna begitu ia melihat Aylin dihadapannya.

"Mau ketemu kepala sekolah, kamu?" Tanya Aylin balik.

"Oh, aku juga ada urusan tadi." Jawab Luna gugup.

Mungkinkah Aylin mendengar suaranya saat didalam tadi? Pikir Luna.

"Kamu udah lama disini?" Tanya Luna lagi.

"Baru aja." Jawab Aylin singkat, ia melihat ada bercak merah disekitar leher Luna secara samar. Mungkin jika tidak diperhatikan, tidak akan ada yang menyadarinya.

Aylin pun tersenyum kecil.

"Aku masuk dulu ya?" Ucap Aylin.

Luna yang sedang sibuk dengan pikirannya pun tersadar.

"Oh iya iya, aku duluan ya! Bye." Ia pun berlalu dari sana.

Sementara Aylin yang melihat Luna mulai menjauh pun kembali mendatarkan ekspresinya.

"Hama menjijikan." Pikirnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!