"Siapkan alat kejut jantung segera!" Ucap dokter begitu ia melihat detak jantung Karina dan Hendra yang berhenti.
Ia mulai menggosokkan kedua alat tersebut kemudian meletakkannya kedapa Karina dan Hendra dengan aba-abanya.
Tangis Aylin semakin pecah saat melihat garis lurus yang tertera pada mesin yang ada di antara kedua orang tuanya.
"Ay..ahh.. bun..daa..hiks." Ucapnya pelan dengan suara yang tersendat.
Para dokter dan perawat akhirnya berhenti, karena tidak ada harapan apa pun bagi keduanya. Detak jantung Karina dan Hendra berhenti secara bersamaan di waktu yang sama.
Perawat mulai melepaskan peralatan yang melekat pada tubuh mereka, sedangkan dokter berjalan ke arah Aylin yang mematung melihat dokter yang berhenti menangani orang tuanya.
"Kami mohon maaf karena tidak mampu menyelamatkan tuan Hendra dan nyonya Karina, semoga Nona serta keluarga diberi ketabahan. Kami permisi." Ucap sang dokter dengan penuh penyesalan dan rasa bersalah. Kemudian membungkukkan tubuh mereka bersamaan sebelum akhirnya keluar dari ruangan itu.
Aylin merasa dunianya hancur mendengar perkataan yang diucapkan oleh dokter tersebut, ia berjalan ke arah tubuh kaku kedua orang tuanya dengan langkah berat.
Perawat yang baru selesai melaksanakan tugasnya, pamit undur diri memberikan Aylin waktu.
Aylin meraung begitu ia menyentuh tubuh kedua orang tuanya yang mulai mendingin.
"Gak mungkinkan ayah bunda pergi." Ujarnya pelan. Kemudian mendekatkan telinganya ke dada sang bunda dan ayahnya secara bergantian, berharap dapat mendengar detak jantung mereka lagi. Namun kenyataan berkata lain. Ia tak mendengar suara apapun yang diinginkan.
"HIKS GA MUNGKIN!" Isaknya tak percaya.
"AYAAAHHH BUNDAAAA HIKS AYAHH BANGUN AYAHH!" Teriaknya begitu menyadari kenyataan bahwa orang tuanya memang sudah pergi untuk selamanya.
"BUNDAA BANGUN! BUNDA AYAH JANGAN TINGGALIN AYLIN! HIKS HIKS ayaaaaahhhh bundaaaaa bangun." Isaknya.
"Ayahhh bundaa hiks jangan tinggalin Aylin sendirian! Aylin takut sendirian ayah! bunda ayo bangun Aylin gamau hidup sendiri hiks."
"Ayah ayo bangun kita pulang!" Ia pun mengguncang tubuh Hendra yang kaku dengan kencang.
"Bunda ayo pulang kerumah kita." Ia memeluk tubuh Karina kencang. Berharap sang bunda membalas pelukannya seperti biasa dan mengelus kepalanya dengan kasih sayang.
Merasa usahanya sia-sia Aylin pun luruh ke lantai sambil menampar kedua belah pipinya agar tersadar dari mimpi yang menyakitkan untuknya ini.
"Ayah bunda jangan pergi." ucapnya lirih.
"Tuhan tolong kembalikan ayah dan bunda ya Tuhan!" Pintanya pada sang penguasa alam, mungkin saja Tuhan mendengar permohonannya kali ini.
Isaknya semakin kencang beriringan dengan pintanya pada sang penguasa alam, ia bahkan besujud sambil terus memohon akan hidup orang tuanya.
"Ya Tuhan jika memang engkau ada, saya mohon kembalikanlah ayah dan bunda. Jangan ambil mereka dari saya ya Tuhan saya mohon, hiks." Mohonnya berulang kali pada maha kuasa.
Hingga akhirnya Aylin pingsan karena begitu syok.
Perawat yang datang untuk membawa orang tua Aylin untuk dibersihkan, terkejut melihat Aylin yang sudah tak sadarkan diri dengan posisi bersujud dilantai. Ia pun segera memanggil rekannya, untuk membantu mengangkat sang gadis dan membaringkannya di sofa.
Sementara dilain tempat Eliza dan Zyan yang sedang dalam perjalanan pulang, terkejut mendapat kabar dari rumah sakit bahwa kedua sahabat baik mereka sudah tiada. Mereka pun bimbang harus bagaimana, hingga akhirnya memutuskan Liam balik kerumah sakit karena sangat tidak mungkin Aylin mampu menerima keadaan dengan sendirian dan mereka juga tidak bisa menunda urusannya.
Liam kemudian turun dari mobil orang tuanya dan mencari taksi yang bisa membawanya kembali kerumah sakit dengan segera.
"Semoga Aylin baik-baik aja." Ucap Eliza sambil menangis. Tak menyangka sahabatnya akan pergi secepat ini serta mencemaskan anak dari sahabatnya yang telah pergi.
"Kita doakan aja Ma, semoga Liam bisa sampai secepatnya disana. Kasian Aylin harus sendirian dikondisi sekarang. Huh." Ucap Zian pelan namun berat.
Beberapa menit kemudian Liam pun sampai dirumah sakit, ia segera berlari menuju ruangan yang ditempati oleh Hendra dan Karina. Disepanjang perjalanan pikirannya dipenuhi oleh Aylin, ia sangat mengkhawatirkan temannya itu. Begitu tiba didepan ruang rawat Liam mengatur nafasnya berusaha terlihat tenang agar tidak menambah keruh suasana.
Ia pun masuk perlahan dan mengedarkan pandangannya pada bangkar yang kini terisi oleh Aylin, terlihat seorang pria yang tampak seperti dokter berdiri disamping bangkar Aylin yang sedang tidak sadarkan diri. Pria asing itu kemudian menyadari kehadiran Liam, ia pun segera berbalik dan pergi dari sana dengan tergesa-gesa.
Liam merasa sedikit aneh dengan dokter tersebut, pasalnya ia seperti tidak ingin dilihat oleh siapapun. Ia pun hendak menanyakan kondisi Aylin, namun begitu keluar ruangan dokter tersebut sudah menghilang.
Tak ingin memikirkan hal tidak penting lagi, ia perlahan Liam mendekati Aylin begitu ia melihat Aylin yang membuka matanya.
"Ay? kamu gapapa?" Tanya Liam penuh rasa khawatir.
"Kok aku tidur di sini?" Tanya Aylin bingung, mengabaikan pertanyaan yang dilontarkan oleh Liam.
Ia pun berusaha duduk dan mengingat apa yang terjadi sebelumnya hingga ia bisa terbaring disana. Hening beberapa menit, sampai Aylin tanpa sadar sudah menangis tak percaya dengan apa yang terjadi sebelumnya.
"Ayah sama bunda mana? ga mungkinkan mereka beneran pergi?" Tanya Aylin mulai panik begitu menyadari tidak ada tubuh orang tuanya disana.
Liam berusaha menenangkan Aylin yang mulai histeris dan berusaha bangun untuk mencari orang tuanya.
"Ta tenang dulu ya! Orang tua kamu lagi dibawa sama perawat buat proses pemulangan jenazah." Ucap Liam pelan.
Aylin yang mendengarnya semakin tersedu-sedu tak percaya dengan semuanya, berharap itu hanya mimpi buruk yang sedang menimpanya.
"Gak! Gak mungkin! Kamu bohong! Kamu pembohong! Ayah sama bunda Gak mungkin beneran pergi, itu semua cuma mimpi!" Teriaknya nyaring menyangkal ucapan Liam dengan air mata yang mengalir semakin deras.
Liam hanya bisa memeluk dan berusaha memberi ketenangan untuk Aylin.
"Aku harus pulang, ayah sama bunda pasti lagi khawatir nungguin aku pulang." Ucapkan pelan kemudian berjalan keluar ruangan seperti orang linglung.
Liam menahan Aylin memikirkan cara agar Aylin bisa tenang sementara waktu, Sambil menunggu proses pemulangan jenazah selesai, barukah ia bisa pulang bersama Aylin.
"Kita masuk dulu yuk? Bentar lagi kita pulang. Tapi kamu tunggu bentar ya?" Bujuk Liam seraya membawa Aylin kembali keruangannya.
"Tapi ayah sama bunda nanti khawatir." Lirihnya pelan pada Liam.
"Ngga kok sebentar aja, Ayah sama bunda kamu pasti bisa nunggu." Jawab Liam pelan terpaksa harus berbohong demi ketenangan Aylin.
Aylin masih terus menangis dalam diamnya dengan tatapan yang menerawang entah kemana, pikirannya masih berusaha meyakinkan bahwa ia sedang bermimpi.
Melihat Aylin yang sangat menyedihkan saat ini membuat Liam merasa begitu sakit pada hatinya. Ditatapnya anak dari sahabat ibunya itu dalam diam, menyadari bahwa selama ini Aylin begitu banyak menderita sendirian bahkan sampai saat ini.
Selang beberapa lama menunggu, seorang perawat masuk membawa beberapa hal yang harus diurus untuk kepulangan jenazah orang tua Aylin, Ia pun dengaan berat hati meninggalkan Aylin seorang diri.
"Aku keluar sebentar ya? Ngurus administrasi, kamu tunggu di sini ya. Jangan kemana-mana, habis ini kita langsung pulang." Ucap Liam pada Aylin yang entah mendengarkan atau tidak.
Merasa tak mendapat respon dari Aylin, Liam pun dngan berat hati meninggalkannya sebentar.
Aylin masih dengan pikirannya sendiri bahkan hingga Liam selesai dan kembali keruangan.
"Liam!" Panggilnya sembari mengguncang tubuh Aylin pelan.
"Udah? Kita pulang sekarang?" tanya Aylin lirih.
"Ayok, Ayah sama bunda kamu udah nungguin dirumah." Ucap Liam getir.
Aylin yang mendengarnya pun segera menghapus air matanya kemudianbangun dari duduknya dan menarik tangan Liam agar berjalan dengan cepat, berharap mereka bisa sampai dirumah secepatnya.
Liam hanya bisa pasrah dan mengikuti langkah Aylin.
Sepanjang langkahnya Aylin terus berdoa agar ia segera dibangunkan dari mimpi buruk ini.
**
Saat tiba dirumahnya, Aylin akhirnya mengerti bahwa semuanya benar terjadi. Ia pun duduk disamping kedua orang tuanya, mencium kening orang tuanya bergantian.
"Maafin Aylin ya bunda." Ucapnya lirih sembari mengecup kening sang bunda.
"Maafin Aylin ya ayah, Aylin sayang kalian." Lanjutnya mengecup kening Hendra ayahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments