Mungkinkah Liam menyadari simbol dikeningnya, walaupun simbol itu terlihat samar?
"Ga tau apa, tapi kaya ada yang berubah aja gitu." Ucap Liam sambil memperhatikan wajah Aylin.
"Aneh." Aylin menghela nafas lega.
Ia pikir Liam menyadari simbol dikeningnya, tapi mungkin saja Liam tau sesuatu tentangnya. Pikir Aylin tak ada salahnya bertanya pada Liam.
"Emm..." Gumamnya pelan tanpa disadari.
"Kenapa Ta?" Tanya Liam yang mendengar gumaman Aylin.
"Hah? Gapapa." Jawab Aylin singkat, menyadari ia sejak tadi ternyata menggumamkan isi hatinya.
"Lebih baik tanya tante Eliza." Ucapnya dalam hati.
""Mama mungkkin nanti sore baru kesini, nunggu papa pulang kerja." Liam menyampaikan pesan ibunya.
"Iya." Balas Aylin singkat.
Tak lama kemudian Liam pun berniat untuk pulang, Karna ia punya beberapa hal yang harus dikerjakan.
"Aku pulang dulu ya? Kalo ada apa-apa kabarin." Pamitnya segera bangkit dari duduk.
Aylin mengikuti langkah Liam yang menuju pintu keluar, untuk mengantarnya hingga teras.
"Dah!" Ucapnya sembari mengacak-acak rambut Aylin, dan berbalik pergi.
"Hati-hati!" Ujar Aylin singkat.
Ia memperhatikan punggung Liam hingga tak terlihat lagi dijarak pandangnya, sebelum kemudian masuk kedalam rumahnya.
Menghela nafas lelah, Aylin kembali ke kamarnya dan membaca lagi buku yang ia dapatnya kemarin malam. Tak berapa lama ia berhenti pada sebuah halaman yang terdapat simbol bulan yang mirip dengan miliknya.
"Hingga saatnya tiba, cahaya bulan akan terus redup. Matahari tak mampu menjaga cahayanya."
Begitulah isi halaman yag terdapat simbol bulan, Aylin semakin bingung. Berapa banyak teka-teki yang harus ia pecahkan, ia merasa semakin frustasi. Belum hilang kesedihannya ditinggal oleh Naila dan Hendra, sekarang ia harus menghadapi hal lain lagi.
Dari pada ia kehilangan akalnya karna memikirkan semua ini, Aylin pun memilih pergi keluar. Setidaknya menghirup udara segar sedikit membantunya untuk rileks.
Aylin memilih berjalan kaki menyusuri jalan kmpleknya yang asri, ia berniat pergi ketaman yang ada di ujung komplek. Karna letaknya yang berada diujung dekat hutan terbuka, tak bnyak orang yang datang kesana. Dibandingkan taman tengah yang selalu ramai, taman diujung komplek justru sangat sepi. Tempat yang bagus untuk menenangkan pikiran.
Sesampainya taman, Aylin pun memilih duduk di bangku taman yang letaknya di ujung dekat dengan hutan terbuka.
Asik menikmati udara alam yang menyejukkan dan mendamaikan hatinya. Aylin tak menyadari seseorang duduk disampingnya sejak beberapa menit yang lalu. Mungkin Aylin harus menghilangkan kebiasaannya yang selalu tidak menyadari sekitar, ketika sibuk dengan pikirannya.
Pemuda itu pun hanya diam, tak berniat mengganggu Aylin. Ia hanya memejamkan matanya diam, mungkin menunggu Aylin menyadari kehadirannya
Beberapa menit berlalu hingga suara seseorang yang terkejut pun terdengar.
"AAAA!" Pekiknya nyaring begitu melihat seorang pemuda duduk disampingnya entah sejak kapan.
Pria itu pun membuka matanya begitu mendengar pekikkan Aylin.
"Dia benar-benar masih sama." Ucapnya dalam hati.
"Kamu siapa?" Tanya Aylin saat udah menetralkan ekspresinya.
"Draco. Kamu?" Jawabnya sembari menyodorkan tangan, berniat berkenalan.
Aylin melihat pria didepannya dengan tatapan aneh, wajah dan suaranya terasa familiar baginya
"Aylin." Balas Aylin, menyambut uluran tangan Draco.
Mereka pun terbawa dalam pikiran masing-masing, sesaat sebelum menyadari tautan tangannya masih menyatu.
"Eh.." Ucap Aylin menarik tangannya.
"Kamu tinggal disini?" Tanya Aylin.
"Iya, baru pindah kemarin. Rumahku didepan rumahmu." Jelas Draco tanpa diminta.
"Oh ya? Aku baru tau." Ujar Aylin kaget ternyata rumah mereka berhadapan.
"Iya,, hmm aku turut berduka cita ya?" Ucap Draco pelan.
Aylin yang mendengarnya mulai mengingat kembali kejadian kemarin, raut wajahnya nampak begitu sedih.
"Emm iya, makasih." Ucapnya dengan wajah sayu.
Draco merasa ucapannya salah, menjadi tak enak hati karna membuat Aylin bersedih.
'Maaf ya, aku ga maksud.." Ucapannya terpotong oleh Aylin.
"Gapapa kok." Potong Aylin.
"Kamu ngapain disini?" Tanya Draco mengalihkan pembicaraan.
"Aku? Lagi pengen udara segar aja." Jawab Aylin singkat.
"Kamu sering kesini?"
"Sering." jawab Aylin.
"Aku pulang," Ujar Aylin tiba-tiba.
"Cepet banget, kamu mau pergi?" Tanya Draco tak rela ditinggal sendiri.
"Aku mau ke makam ayah sama bunda." Jawab Aylin singkat.
"Hmm, Aku boleh ikut gak?" Tanya Draco lagi.
Aylin berpikir sejenak atas permintaan Draco.
"Gapapa?" Tanya Aylin memastikan.
"Gapapalah, dari pada kamu pergi sendirian." Ujarnya.
Aylin pun mengiyakan Permintaan Draco, karna tidak ada salahnya jika ia membawa teman baru.
Mereka pun berjalan menuju rumah Draco, Karna Draco menyarankan untuk memakai kendaraannya saja. Agar ia bisa menyetir dengan leluasa.
Tiba dirumah Draco, Aylin mengamati suasana rumahnya yang tampak sepi
"Orang tua kamu mana? Kok sepi." Tanya Aylin penasaran.
"Aku tinggal sendiri, Orang tua ku juga udah ga ada sejak tahun lalu." Jwab Draco santai, seolah hal itu tidak mengganggunya.
'Maaf, aku ga maksud." Ucap Aylin tak enak hati.
"Ah santai aja. Yok kita pergi." Ujar Draco sembari membukakan pintu mobil untuk Aylin.
Mereka pun sampai di pemakaman dan langsung menuju makam orang tua Aylin setelah membeli bunga.
"Bunda, ayah. Aylin dateng nih." Ucap Aylin begitu sampai dimakam orang tuanya.
"Baru sehari Bun, Yah. Tapi Aylin udah kangen banet. Bunda sama Ayah pasti lagi berduaan ya, ga ada yang gangguin lagi sekarang kalo lagi mesra-mesraan." Ucap Aylin pelan.
Draco hanya berdiri menatap Aylin dibelakangnya, ia hanya menyimak apa yang sedang Aylin lakukan.
"Aylin kesepian bun, Ga ada suara bunda yang lagi sibuk masak didapur, ga ada yang dengerin lagu-lagu jazz pas tengah malam lagi bun. Karna udah ga ada bunda. Ga ada yang bakal masakin makanan seenak masakan bunda lagi. Aylin kangen bunda..." Lirihnya berusaha agar tak menangis di hadapan makam sang bunda.
"Ayah, jagain bunda ya." Ucapnya kini beralih pada makam sang ayah.
"Ayah ga kangen Aylin? Aylin kangen banget loh sama ayah. Padahal baru sehari, tapi rasanya udah kangen banget Yah. Ga ada yang bisa Aylin ajak jajan es krim lagi ke super market tanpa ketauan bunda, sekarang siapa yang bakal ngurusin motor kesayangan ayah? Ga ada lagi yang ngejailin Aylin, ayah sama bunda udah pergi. Kenapa ga ngajak Aylin sih? Kan Aylin jadi sendirian... hiks.." Isaknya sudah tak tertahan.
"Ayah... Bundaa.. Aylin takut sendiri.."
Draco yang tak tega melihatnya pun, mendekati Aylin dan mengusap bahunya pelan tanpa mengucapkan apapun.
"Aylin pulang dulu yah? Nanti Aylin kesini lagi. Ayah sama bunda tenang aja, Aylin bisa jaga diri baik-baik kok" Pamitnya.
Aylin pun menghentikan tangisnya.
"Makasih." Ucapnya pada Draco.
Draco hanya mengangguk kecil.
"Dah ayah, bunda." Ucap Aylin sembari mengecup nisan kedua orang tuanya.
Mereka pun melangkah keluar pemakaman dan pulang kerumah dengan Draco yang menyetir, serta Aylin yang menatap sendu kearah jalanan.
Rasanya ia ingin tinggal saja dipemakaman, menemani orang tuanya. Tapi hal itu sangat mustahil, mungkin ayah dan bundanya akan marah jika ia bersikap seperti itu.
Perjalanan pulang yang begitu hening, Hingga mobil Draco menghantam sesuatu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments