"Ayo nduuk, kita berangkat, keburu siang"
Ucap mbah Dharmo yang sudah rapi dengan kemeja batik nya.
"Nggih mbah, saya kunci pintunya dulu"
Sahut Intan yang matanya masih terlihat sembab.
Kurang lebih 3 jam mereka menaiki bus antar kota, sesampainya di terminal mereka berganti menaiki sebuah angkot berwarna oranye, sampailah juga di sebuah pemakaman yang hanya beberapa meter dari jalan raya.
Mereka bertiga tampak berdoa dengan khusuk, dan air mata tampak mengalir dari mata mereka.
Mereka, terlebih lebih Intan, masih sangat terpukul dengan kematian ayah ibunya yang sangat mendadak dan begitu tragis.
"Kamu mau mampir ke rumah ayahmu apa tidak nduk, kalau tidak, kita langsung pulang saja"
Ucap mbah Dharmo setelah selesai berdoa.
"Tidak mbah, Intan belum sanggup, kita pulang saja mbah"
Intan sebenarnya sangat ingin sekedar mampir ke rumah mendiang orang tuanya. Namun dia kawatir terbawa perasaan dan pingsan lagi seperti terakhir kali dia kesana. Dia tidak ingin merepot kan kedua kakek neneknya yang sudah sepuh.
Di rumah itu sekarang ditinggali keluarga paman nya, adik dari ayah intan. Pamannya tidak mempunyai rumah. Permintaan paman Intan untuk sementara tinggal disitu pun disetujui oleh Intan dan kakek neneknya.
Di perjalanan pulang, mereka bertiga hanya saling diam. Bayang bayang kenangan indah bersama orang tua intan memenuhi otak mereka masing masing.
"Nduuk...Nanti kalau mbah mu ini sudah tidak ada, kamu harus kembali ke rumahmu ya nduk, itu hak kamu"
Tiba tiba Mbah Marni memecah keheningan. Namun kata kata beliau hanya menambah kesedihan intan. Bagaimana nanti jika kedua kakek neneknya juga ikut berpulang meninggalkan dirinya.
Memang Intan masih mempunyai paman, namun sikap paman nya tidak seperti layaknya saudara. Mungkin hal itulah yang membuat mbah Marni mengucapkan kata kata tersebut kepada Intan.
Akhirnya mereka pun tiba dirumah saat sore menjelang. Sampai di depan rumah sudah ada Raka di sana.
"looh nak, sudah lama menunggu yaa, ayo masuk dulu"
Ucap mbah Dharmo kepada Raka, sementara itu Intan membuka pintu rumah.
"terima kasih mbah, saya cuma mau pinjam buku sama intan"
Balas Raka, kemudian Mbah Dharmo dan istrinya pun masuk.
"mau pinjam buku apa"
Tanya Intan sambil duduk di kursi teras.
"kamu tadi tidak masuk sekolah, kamu dari mana"
Raka memang hanya berdalih meminjam buku kepada Intan. Sebenarnya dia merasa khawatir karena tiba tiba Intan tidak masuk sekolah.
"Tadi ziarah ke makam ayah ibu. Kamu
mau kubuatkan minum dulu ga, mau minum apa"
Tawar Intan yang masih tampak diselimuti kesedihan.
"Engga, aku ga mau minum, aku maunya kamu ga nangis lagi. Yasudah, aku pulang, tolong pamitkan ke kakek nenek"
Raka pulang begitu saja setelah memastikan Intan baik baik saja. Dan Intan hanya cuek melihat tingkah aneh temannya itu.
Malam pun tiba, waktunya Raka untuk berlatih. Seperti hari sebelumnya Raka di bawa ke tempat yang sama oleh Gagak Rimang, namun kali ini tidak ada kakek buyutnya disitu. Raka tampak sangat bersemangat menjalani setiap latihannya sampai selesai.
"paman guru, mengapa kemarin saat aku pulang seakan waktu berhenti disana, padahal kita berlatih disini cukup lama"
Tanya Raka keheranan pada gurunya.
"hahaha...sudah kubilang kami ini sakti, dan aku tidak ingin merepotkan mu, pasti nanti kamu ditanya macam macam oleh orang tuamu jika kamu pergi terlalu lama"
Ucap Gagak sambil tertawa. Kemudian mereka pun kembali ke alam manusia, dan Gagak kembali menyamar menjadi seekor burung.
Hari demi hari latihan Raka semakin menampakan perubahan, meskipun belum banyak, namun itu pertanda bagus. Tubuh Raka sudah lebih berotot, dan tinggi badannya pun bertambah.
Raka tidak pernah merasa bosan dengan latihannya, karena Gagak tidak memperlakukan dia seperti murid, namun sebagai teman.
"ayah...ibu... Maafkan putrimu ini yang belum bisa mengikhlaskan kepergian kalian. Nanti kalau aku sudah besar, aku akan cari orang yang telah tega mencelakakan kalian"
Tampak kilatan amarah di kedua mata Intan setiap melihat foto ayah ibu nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments