Wijaya kusuma salah hanya mengirim prajurit wanita, sebab wanita lebih mudah tersentuh emosinya. Itulah yang menyebabkan ke empat prajurit tersebut tidak memberi informasi yang sebenarnya.
Hati mereka luluh atas rengekan Sri Rahayu yang tidak ingin kehamilannya sampai di telinga Wijaya Kusuma, mengingat betapa terang terangannya Ayah wijaya kusuma yang tidak suka akan hubungannya dengan Rahayu.
Genap sembilan bulan sejak kepergian Sri Rahayu dari istana, dia melahirkan seorang bayi laki laki yang bisa dibilang agak besar dari bayi pada umumnya.
Mungkin hal itulah yang menyebabkan Sri Rahayu berjuang mati matian melahirkan bayi tersebut. Apa daya takdir sudah menggariskan Sri Rahayu meninggal akibat pendarahan hebat yang dialaminya.
Segera salah satu prajurit mengirim surat kepada Wijaya Kusuma yang mengabarkan bahwa Sri Rahayu telah wafat, namun mereka tidak memberi tahu sebab kematiannya, mereka pasti mendapat hukuman berat kalau Raja mengetahui yang sebenarnya.
"Saat itu aku mendapat surat bahwa Sri Rahayu wafat, aku sangat terpukul saat itu, namun aku hanya memendam kesedihan itu sendiri, mengingat ayahku begitu menolak kehadiran Sri Rahayu dilingkaran keluarga istana" Wijaya lanjut bercerita.
Kembali mata Wijaya Kusuma berkaca kaca, dia merasa sangat bersalah tidak mendampingi saat saat terakhir Rahayu.
"Selang beberapa hari ke empat prajurit yang aku utus menjaga Sri Rahayu pulang ke istana dan menghadap ku, mereka datang dan langsung bersimpuh memohon ampunan, aku tahu ada yang tidak beres nduk, firasatku mengatakan demikian"
Tampak kilatan kemarahan bercampur kesedihan dimata Wijaya kusuma.
"Minum dulu ayahanda"
Sekar menyodorkan segelas air putih di dalam gelas tembaga, sekar tahu ayahnya sangat berat menceritakan pengalaman tersebut. Setelah meminum beberapa teguk, Wijaya Kusuma melanjutkan ceritanya.
"Salah satu prajurit mengangkat kepalanya yang sedari tadi dalam posisi bersujud, dia mulai menceritakan semua dari awal"
-FLASH BACK-
"Maafkan kami Paduka Raja, kami gagal menjalankan perintah Paduka Raja, dan kami juga tidak mengabarkan informasi yang sebenarnya, kami siap dihukum apapun Yang Mulia"
Ucap salah satu prajurit dengan terbata bata dan sambil meneteskan air matanya.
"JANGAN BERTELE TELE, KATAKAN APA YANG HARUSNYA AKU KETAHUI!!!" Bentak Wijaya Kusuma.
"Sebenarnya ndoro ayu Sri Rahayu wafat karena melahirkan , dan bayi tersebut adalah putra Yang Mulia Paduka Raja"
prajurit tersebut semakin gemetar meneruskan cerita. Wijaya kusuma mendekati prajurit tersebut dengan amarah yang membuncah, ditariknya rambut prajurit tersebut dengan kasar sehingga muka nya sekarang mendongak hampir behadap hadapan langsung dengan Wijaya.
"Jika apa yang kau katakan adalah sebuah kebohongan, maka kupastikan tubuh kalian ber empat akan kucincang dengan tanganku sendiri!!!"
Wijaya kusuma benar benar hampir kehilangan kendali, emosinya sudah sampai ubun ubun.
"Ampun yang Mulia, kami tidak punya sedikitpun nyali untuk berbohong, bahkan seujung kuku hitam pun kami tidak akan pernah berani, bayi itu sekarang ada di depan istana yang Mulia"
Penyesalan dan rasa sangat ter amat bersalah menyelimuti perasan ke empat prajurit tersebut, makin hebat tremor yang mereka alami.
"Bawa bayi itu kesini, dan segera panggilkan Nini Sayuti kemari!"
Perintah Wijaya Kusuma kepada pengawal khususnya.
"Dan kalian ber empat, sementara kalian masuk sel tahanan menunggu penyelidikan atas kebenaran cerita kalian!!"
Dengan segera lima orang pengawal khusus Raja membawa ke empat prajurit wanita tersebut kedalam sel tahanan khusus wanita.
Sesaat kemudian seorang pengawal membawa seorang bayi merah yang terus saja menangis dari tadi, kemudian seorang abdi dalem senior bergegas mengambil bayi tersebut untuk ditenangkan. Nampak abdi dalem tersebut sudah sangat berpengalaman mengurus bayi, walaupun belum berhenti menangis, namun sudah mereda tangisannya.
"Maaf sinuwun, bayi ini sepertinya sangat haus, makanya nangis terus" ucap si mbok abdi dalem tersebut.
"Carikan secepatnya wanita yang sedang menyusui, dan pastikan anak yang sedang disusui tersebut juga anak laki laki seperti bayi ini, jangan sampai bayi merah ini kenapa kenapa" perintah Wijaya Kusuma.
"Kebetulan anak hamba sedang menyusui anak laki laki sinuwun, apakah panjenengan mengijinkan? Tapi derajat kami hanya abdi dalem"
Si Mbok abdi dalem bertanya dengan sangat sopan namun ada ketakutan juga disana, jika benar itu adalah putra Wijaya Kusuma, apakah layak disusui oleh abdi dalem.
Wijaya Kusuma adalah pria cerdas, dia langsung dapat menangkap arah perkataan si Mbok
"Aku tidak peduli apa pangkat derajatmu mbok, aku hanya beruntung terlahir di keluarga istana kerajaan, jadi jangan buang buang waktu, segera suruh anakmu menyusui bayi ini!"
Wijaya kusuma masih menyisakan kemarahan akibat ke empat prajurit nya tadi, si Mbok abdi dalem pun kena imbasnya mendapat sedikit nada tinggi dari Kusuma.
"Sendiko dhawuh sinuwun, matur sembah nuwun"
si mbok abdi dalem menundukkan badan dan kepalanya sampai hampir bersujud, rasa begitu terharu karena Sang Raja memanusiakan semua orang. Sambil meneteskan air mata terharunya si mbok berpamitan untuk segera menemui anaknya dan menyuruhnya menyusui.
Komplek rumah abdi dalem senior berada di belakang komplek bangunan istana raja, jadi tak butuh waktu lama bagi si bayi untuk segera mendapat asupan ASI.
Setelah beberapa saat, Nini Sayuti datang diantar oleh pengawal raja.
"Hormat saya Paduka Raja, saya siap melaksanakan titah panjenengan" Nini Sayuti, nenek nenek 80 tahunan itu membungkuk dengan hormat.
"Duduklah Nini, aku sangat butuh bantuanmu saat ini"
Wijaya kusuma kemudian menceritakan secara detail kejadian yang baru saja terjadi, tentu saja dengan emosi yang naik turun.
"Apakah kamu punya cara untuk membuktikan bahwa bayi itu adalah anak ku?"
Nini Sayuti diam beberapa saat, dia memejamkan mata, seolah dia sedang berkonsentrasi mengingat ingat sesuatu. Diambilnya sebuah kitab lusuh yang lumayan tebal, sampulnya kitab tersebut berbulu berwarna hitam legam terbuat dari kulit macan kumbang.
Ada beberapa kitab yang dibawa, namun Nini Sayuti mengambil Kitab hitam tersebut. Kitab itu adalah kitab yang sangat jarang dibuka, Nini Sayuti terlihat agak gemetar membuka kitab tersebut. Begitu kitab dibuka perlahan muncul semacam hawa yang tidak enak menyelimuti ruangan besar tersebut.
"Ini kitab terlarang Yang Mulia, semoga disini ada petunjuk"
Halaman demi halaman tampak kosong, hanya kertas berwarna hitam pekat tanpa tulisan apapun.
Sayuti mengambil belati kecil dari pinggangnya, dia menggores ujung jari telunjuk kanannya, darah keluar dari situ. Segera Sayuti menorehkan ujung jarinya kehalaman kosong tersebut, dia seperti menggambar sebuah sigil dengan darah, dengan mantra mantra yang entah bagaimana bunyinya, perlahan halaman tersebut memunculkan tulisan aksara kuno berwarna keemasan.
Hening, tidak ada satupun orang yang bersuara, mereka memperhatikan Nini Sayuti dengan penuh keheranan.
Namun berbeda dengan Wijaya Kusuma, tergambar jelas kegusaran dihatinya, antara senang jika benar itu adalah putra kandungnya, bercampur sedih karena ditinggal mati selirnya.
"Ada caranya Yang Mulia!" Nini Sayuti memecah keheningan.
"Di kitab ini tertulis, untuk membuktikan apakah bayi itu adalah darah daging Paduka Raja atau bukan, maka harus dengan darah pula dibuktikan"
"Jelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti Sayuti, aku sudah sangat pusing dengan kejadian ini"
Wijaya kusuma tampak memijit mijit keningnya, emosinya belum stabil saat itu.
"Ampun yang Mulia, saya harus mengambil 7 tetes darah Yang Mulia Raja dan 7 tetes darah bayi itu" jelas nini Sayuti.
"Segera bawa bayi itu kemari, dan segera pula kita buktikan kebenarannya!" Titah Wijaya Kusuma.
Dua orang pengawal bergegas menjemput bayi Sri Rahayu bersama si mbok abdi dalem dan putri si mbok yang menyusuinya. Tak butuh waktu lama mereka datang dan langsung dibawa kehadapan Nini Sayuti.
"Tolong ambilkan dua pisau runcing dan sebuah lilin" perintah Nini Sayuti kepada salah satu pengawal.
Setelah pisau diserahkan, Nini Sayuti membakar ujung kedua pisau tersebut diatas api lilin, tentu saja tujuannya agar pisau tersebut steril. Setelah hawa panas yang tertinggal di pisau tersebut berangsur hilang, dimulailah ritual pembuktian.
"Mohon maaf Paduka, saya harus melukai jari Paduka untuk mengambil tujuh tetes Paduka" pinta Sayuti dengan membungkuk.
"Silahkan Nini" Wijaya menjulurkan telunjuk kanannya.
Ditusuk jari telunjuk Wijaya kemudian diteteskan darahnya tujuh kali diatas permukaan halaman kitab hitam yang tadi muncul tulisan keemasan tersebut. Setelahnya jari si bayi ditusuk dan di teteskan darahnya kehalaman yang sama, tujuh tetes darah.
Si bayi menangis meraung raung karena luka tusukan pisau, buru buru putri si mbok mengambilnya kemudian segera menyusuinya agar si bayi kembali tenang.
"Kalau bayi itu memang darah daging Sri Paduka, maka darah panjenengan dan bayi itu akan menyatu sempurna di kitab ini" jelas Nini Sayuti singkat.
Wijaya Kusuma hanya mengangguk pelan, namun terlihat betapa gelisahnya dia saat ini. Nini sayuti merapalkan mantra mantra dengan setengah berbisik, hawa yang keluar dari kitab tersebut semakin terasa tidak nyaman, bahkan si bayi tiba tiba menangis kencang.
Si mbok segera menarik anaknya untuk membawa si bayi keluar ruangan, agar konsentrasi Sayuti tidak terganggu. Tulisan tulisan aksara kuno dihalaman hitam tersebut mulai bergerak gerak dengan sendirinya saat tetes tetes darah tadi dibacakan mantra oleh sayuti.
Tulisan tulisan bergerak makin cepat, tidak lagi berbentuk tulisan, berpendar menjadi titik titik keemasan berputar tak beraturan seakan menggiring tujuh tetes darah bayi dan tujuh tetes darah Wijaya Kusuma ke tengah halaman.
Nini Sayuti terus merapalkan mantra mantra, kali ini lebih cepat dan makin kelihatan seluruh tubuh nya bergetar mengikuti ritme putaran titik titik keemasan tadi. Nini sayuti merenggangkan tangannya, memberi kode kepada semua untuk agak menjauh dari kitab terlarang itu.
Saat semua titik titik keemasan sudah berhasil menggiring tetes tetes darah tersebut ke tengah, sebuah keanehan terjadi. Darah merah tersebut berubah menjadi warna emas menyilaukan membentuk seperti matahari. Kitab terlarang itu bergetar hebat, terangkat dari lantai, melayang dengan sendirinya dengan tetap memancarkan sinar emas yang sangat menyilaukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
nath_e
weeeh kereen lanjutkan😁
2023-05-28
1