"Gimana nduk hari pertamamu di sekolah, baik baik saja kan nduk"
Tanya Nenek Marni pada cucu perempuannya.
"Iya nek, semuanya lancar, ibu Wali kelas nya juga baik banget sama aku nek"
Jawab intan sambil mengerjakan PR nya.
Lain hal nya dengan Raka, sepulang sekolah dia selalu mengerjakan tugas tugas rumah, menimba air di sumur kemudian mengisi bak mandi sampai penuh, dilanjutkan mencuci baju, hanya untuk membunuh waktu agar terasa lebih cepat.
Raka sudah terlatih mandiri sejak masih SD, pun demikian semua saudaranya. Kedua orang tuanya sekarang sudah bekerja, meskipun hanya tenaga honorer yang gaji nya tak seberapa. Mau tidak mau Raka dan saudaranya harus melakukan tugasnya masing masing, tidak ada acara bermanja manja.
Di suatu pagi, seperti biasanya Raka berangkat sekolah menyusuri pinggiran kali kecil. Dan seperti sebelum sebelumnya, tampak Intan mengekor di belakangnya tanpa saling berbicara, mereka hanya saling menyapa seperlunya saja.
Sesampainya di depan gerbang sekolah, ada beberapa siswa kelas 3 yang sedang bergerombol mengitari salah satu penjual jajanan di depan sekolah.
"heiii dekil, jalan pakai mata dong..!!"
Bentak salah satu siswa sambil mendorong tubuh Raka sampai jatuh, hanya gara gara tanpa sengaja Raka menyenggol badan nya yang menutupi gerbang masuk sekolah.
Dan Raka hanya diam saja, bangkit lalu buru buru masuk kelas.
Bullyan adalah makanan sehari hari Raka semenjak kecil, dia sudah sangat terbiasa, melawan pun tak ada guna, jika sampai ribut ribut di area sekolahan, nanti orang tua juga yang kena masalah. Begitulah pikiran Raka.
Dalam hati kecilnya tentu saja ingin melawan dan menghentikan semua bullyan untuk seterusnya, namun dengan kondisi yang sekarang ini, tidak lah mungkin, mengalah dan menerima bullyan adalah pilihan satu satunya.
"heii, kamu kan cowok, tadi kamu di maki maki, di dorong sampai jatuh kenapa tidak melawan, kenapa hanya diam.!"
Tiba tiba Intan mencecar Raka dengan pertanyaan pertanyaan menyudutkan.
"Aku ga mau ada masalah, apalagi sampai orang tuaku dipanggil ke sekolah.!"
Jawab Raka tanpa menoleh ke arah intan.
Tiba tiba Intan terdiam, di sudut matanya tampak beberapa bulir menetes.
"heii, kamu kenapa, aku yang di bully kok kamu yang nangis"
Intan hanya menggeleng kemudian buru buru mengusap air matanya dengan lengan bajunya saat guru matematika memasuki kelas.
Setelah jam sekolah usai, seperti biasanya mereka pulang lewat jalan yang sama. Namun kali ini ada percakapan diantara mereka.
"kenapa tadi kamu nangis"
Tanya Raka dengan ekpresi dingin nya.
"apa pedulimu.!"
Kembali Intan menjawab dengan nada judes nya. Raka hanya menoleh ke arah Intan tanpa bertanya lagi.
"Kamu yang buat aku nangis tau ga sih! Kata katamu tadi mengingatkanku pada mendiang orang tuaku!"
Raka menghentikan langkahnya, kemudian membalik kan badan.
"maaf, aku tidak bermaksud begitu"
Raka berjalan lagi meninggalkan Intan yang tampak menahan amarah karena selain dingin, Raka adalah makhluk paling menyebalkan yang pernah ditemui Intan.
"dasar bocah aneh..!!"
Intan mengumpat dengan volume sengaja agak dikeraskan, Raka mendengarnya, tapi tampak seolah tak peduli. Namun sejatinya Raka merasa simpati dengan teman barunya itu.
Hari hari Raka begitu monoton, disaat hari libur, keluarga yang lain menyempatkan pergi ke tempat wisata atau sekedar jalan jalan ke pusat kota, namun tidak dengan keluarga Raka, penghasilan ayah ibu nya sangat pas pasan, dan mereka pun harus menabung agar kelak bisa mempunyai rumah sendiri.
Hari ini adalah hari minggu, semua tugas rumah sudah dia selesaikan, saudara saudaranya memilih bermain dengan teman nya, hanya Raka yang memilih tetap di rumah saja, dia memang tidak suka bersosialisasi.
Saat Raka termenung di samping rumahnya, tiba tiba Intan datang membawa plastik berisi nasi kenduri.
"ini apa"
Tanya Raka singkat.
Intan tidak langsung menjawab, dia duduk disebelah Raka tanpa dipersilahkan. Intan tiba tiba terisak, Raka membiarkannya sampai dia tenang kembali.
"Ini selamatan memperingati 100 hari meninggalnya orang tuaku..."
Ucap Intan sambil mengusap air matanya yang tak terbendung lagi.
Raka hanya diam, dia tak tahu harus berbuat apa, dia belum cukup dewasa untuk sekedar menenangkan Intan, ada rasa sedih dihatinya, seolah olah dia juga merasakan apa yang sedang dirasakan Intan.
Tangan Raka spontan mengelus elus punggung Intan. Hanya itu yang dia tahu untuk menenangkan anak yang sedang menangis, seperti yang sering dia lihat saat orang tua menenangkan anak nya yang menangis.
Gagak Rimang yang memperhatikan dari atas pohon, tersenyum kecil. Dia merasa cukup senang akhirnya Raka mempunyai teman, walaupun tidak seperti umumnya. Satu nya dingin, satu nya judes dan galak, tak pernah ada canda gurau diantara keduanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments